Barang bukti kasus pornografi. | Wihdan Hidayat / Republika

Nasional

Pelatih Futsal Kirim Konten Porno Jadi Tersangka

Korban pornografi MN alias GJ mencapai 15 anak di bawah umur.

BOGOR -- Polres Bogor meringkus pelatih futsal laki-laki berinisial MN alias GJ (30 tahun) lantaran menyebarkan konten pornografi dan kalimat asusila kepada belasan anak laki-laki yang rata-rata berusia 16 tahun. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka yang masih lajang ternyata memiliki kelainan seksual.

Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Siswo Tarigan menjelaskan, dari hasil pemeriksaan, MN pernah menjadi korban pelecehan seksual saat masih remaja. "Jadi, berdasarkan pemeriksaan tersangka, sejak di bangku SMP tersangka menjadi korban sodomi. Pelakunya itu teman-teman sepermainannya dia," ujar Siswo kepada Republika di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (7/2).

Karena itu, kata dia, penyidik juga akan mendatangkan psikolog untuk memeriksa kondisi kejiwaan tersangka. Menurut dia, tugas psikolog adalah membantu melakukan pemeriksaan terhadap tersangka terkait orientasi seksualnya.

Siswo menjelaskan, terdapat 15 anak-anak yang menjadi korban MN. Hingga saat ini, pihaknya belum meminta keterangan kepada mereka apakah ada tindakan pencabulan yang dilakukan tersangka. Namun, kata dia, berdasarkan keterangan MN, tersangka sejak 2019 hanya rutin mengirim konten porno dan kalimat asusila kepada anak-anak anggota klub futsal.

“Kemudian ada beberapa korban yang diajak chat mesum, ditanya misalnya 'kamu pernah onani nggak? Kalau mau nanti saya kasih uang atau sepatu',” kata Siswo menjelaskan.

Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin menambahkan, jika perlu, selain psikolog, dokter juga didatangkan untuk memeriksa MN. Pasalnya, penyidik ingin membantu agar tersangka bisa lepas dari kelainan seksualnya dan menjadi laki-laki normal. "Kami juga terus mencoba membantu yang bersangkutan untuk kembali seperti semula," kata Iman.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by HUMAS POLRES BOGOR (humaspolresbogor)

Dia menyebut, tersangka memberi iming-iming korban dengan sejumlah uang, sepatu, pakaian, hingga janji dimasukkan ke dalam tim inti futsal. Syaratnya, anak-anak itu mau menuruti permintaan MN agar hasrat seksualnya terpenuhi. "Pelaku mengirimkan percakapan yang berisi muatan pornografi kepada korbannya untuk diajak melakukan hal-hal yang tidak senonoh," kata Iman.

Dia menuturkan, kasus itu bermula dari akun Instagram @ganenxx.theja yang mengunggah tangkapan layar percakapan tersangka dengan korban. Dalam unggahan yang viral itu, ternyata korban MN jumlahnya banyak. Iman menjelaskan, setelah mengetahui lokasi kejadian di wilayah hukumnya, Satreskrim Polres Bogor bergerak mencari pelaku dan menangkapnya. Meskipun begitu, kata dia, penyidik juga harus memitigasi korban agar psikologis anak-anak itu tetap terjaga.

Iman menyatakan, identitas para korban tidak bisa dibeberkan lantaran semuanya berstatus di bawah umur. Atas dasar itu, penyidik berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bogor agar para korban tidak mengalami tekanan psikologis lantaran kasus itu terungkap.

Akibat perbuatan mesum tersangka, Iman menegaskan, MN dijerat dengan Pasal 27 Ayat 1 juncto 45 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 37 juncto Pasal 11 dan atau Pasal 32 juncto Pasal 6 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman paling lama enam tahun penjara. "Mudah-mudahan apa yang dilakukan Satreskrim Polres Bogor dapat menjadi satu upaya bagi kita semua untuk menyelamatkan anak-anak di negara kita,” kata Iman.

Trauma

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bogor, Erwin Suriana, menyarankan, sebaiknya para korban mendapat pendampingan konsultasi ke psikolog. Dia khawatir para korban yang masih usia SMA itu mengalami trauma.

Erwin pun berpesan kepada keluarga agar ikut mengawasi anak-anaknya yang menggunakan gawai. Hal itu lantaran pelatih futsal itu dalam modus operandinya mengirim pesan melalui aplikasi untuk merayu korban. "Dan jika terjadi apa-apa, anak didorong untuk berterus terang ke orang tua," katanya.

Menurut dia, orang tua harus intens berkomunikasi dengan anak serta guru ataupun pelatih jika memang mereka ada aktivitas di luar sekolah. Langkah itu sebagai pencegahan agar anak tidak menjadi sasaran pelecehan seksual secara daring. "Walaupun misalkan pikirannya ini aib, tapi kan kalau didiamkan saja justru akan menjadi bumerang untuk masa depan," ujar Erwin. 

Pekerjaan rumah setelah RUU TPKS disahkan

Pengamat Politik Universitas Brawijaya Malang Wawan Sobari menilai bahwa masih ada pekerjaan rumah besar setelah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) disetujui untuk menjadi RUU inisiatif DPR. Wawan mengatakan bahwa persetujuan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR bisa dilihat sebagai wadah atau aturan yang menyatakan bahwa tindak pidana kekerasan seksual itu sudah didefinisikan secara jelas.

"Jadi sebenarnya bahwa ini satu langkah, oke. Tapi PR besar lainnya adalah bagaimana melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang kategori TPKS," kata Wawan.

Persetujuan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR tersebut dipercepat karena munculnya berbagai kasus kekerasan seksual di tengah masyarakat, terutama kasus-kasus yang terjadi di lembaga pendidikan. Sosialisasi RUU TPKS tersebut harus dilakukan terutama terkait dengan kriteria-kriteria tertentu yang ada. Jika sosialisasi tersebut tidak dilakukan, maka RUU TPKS itu menjadi tidak bermakna.

"Itu PR besar dan harus tersampaikan kepada masyarakat. Jangan sampai karena ketidaktahuan, ini menjadi tidak ada maknanya," ucapnya.

Selain itu, lanjutnya, RUU TPKS juga harus tersinkronisasi dengan undang-undang lain yang memicu munculnya tindak pidana kekerasan seksual. Salah satu UU yang harus tersinkronisasi dengan TPKS ada UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Jadi, misal, nanti implementasi UU ini akan terkait dengan UU yang lain seperti UU ITE, terutama soal konten-konten pornografi yang memicu adanya tindak pidana kekerasan seksual," ujarnya.

Rapat Paripurna DPR RI KE-13 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) TPKS menjadi RUU inisiatif DPR. Rapat paripurna tersebut juga mendengarkan pendapat dari sembilan perwakilan fraksi DPR. Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tidak menyetujui RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR.

Hal itu dikarenakan RUU dinilai tidak memasukkan secara komprehensif memasukkan seluruh tindak pidana kesusilaan yang meliputi kekerasan seksual, perzinahan dan penyimpangan seksual.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by ICJR (icjrid)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat