Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (kedua kanan) berbincang dengan Ketua DPP Partai NasDem Bidang Perempuan dan Anak Amelia Anggraini (kiri) saat peresmian Posko Pengaduan Kekerasan Seksual di Kantor DPW NasDem DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (18/1/2022 | ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Khazanah

Kemenag Siapkan Regulasi Cegah Kekerasan Seksual

Penyusunan PMA itu akan memperhatikan dinamika dalam penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyiapkan regulasi pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan, termasuk pesantren. Regulasi dalam bentuk peraturan menteri agama (PMA) ini disusun sebagai mitigasi setelah melihat sejumlah kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan dalam beberapa tahun terakhir.

“Kami sudah mulai susun regulasinya. Kami jaring saran dan masukan dari berbagai pihak, termasuk dari ormas keagamaan,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Muhammad Ali Ramdhani melalui keterangan tertulis, Kamis (3/2).

Ramdhani menerangkan, penyusunan PMA itu akan memperhatikan dinamika dalam penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. PMA disusun dengan prinsip kehati-hatian, dengan memperhatikan keragaman dan kekhasan yang ada di lembaga pendidikan keagamaan, khususnya pesantren.

“Semua pihak, baik personal maupun institusi, sudah saatnya sinergi untuk bersama-sama menegakkan nilai-nilai keadilan dengan mendasarkan pada pemahaman keagamaan yang moderat dan sesuai hukum-hukum nasional serta internasional terkait sexual violence,” katanya.

photo
Aktivis mengikuti Kampanye Anti Kekerasan terhadap Perempuan di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (10/12/2021). - (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)

Kasus kekerasan seksual dalam beberapa tahun terakhir dilaporkan terjadi di sejumlah lembaga pendidikan keagamaan. Beberapa oknum tidak bertanggung jawab di lingkungan lembaga pendidikan keagamaan dilaporkan kepada pihak berwajib karena diduga melakukan tindakan asusila.

Ramdhani mencatat, dalam beberapa tahun terakhir setidaknya ada 12 laporan yang terkait dengan kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan, yaitu di Bandung, Tasikmalaya, Kuningan, Cilacap, Kulonprogo, Bantul, Pinrang, Ogan Ilir, Lhokseumawe, Mojokerto, Jombang, dan Trenggalek. Beberapa kasus di antaranya masih berproses dalam persidangan di pengadilan.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Amirsyah Tambunan mengatakan, kekerasan seksual tidak boleh terjadi dalam dunia pendidikan karena lembaga pendidikan harus menjadi wadah untuk membentuk perilaku yang melahirkan kasih sayang, bukan pemaksaan.

"Apalagi, penyimpangan seksual harus dicegah dalam dunia pendidikan. Mencegah dapat dilakukan dengan banyak cara. Di antaranya memperkuat literasi, edukasi, dan sosialisasi sehingga terhindar dari kekerasan seksual," ujar dia kepada Republika, Jumat (4/2).

Cara lainnya, lanjut Buya Amirsyah, yaitu dengan membuat regulasi yang bersifat mencegah. Mengenai regulasi yang sedang disusun Kemenag, Buya Amirsyah memberikan dua catatan. Pertama, regulasi yang efektif harus lahir dari nilai dan budaya yang sudah mengakar dalam lembaga pendidikan. Dengan begitu, pelaksanaan aturan tersebut akan efektif.

‘’Kedua, sanksi tegas bagi yang melanggar norma hukum sehingga menimbulkan efek jera berdasarkan nilai ajaran Islam,’’ kata dia. 

Inventarisasi masalah

Tim Gugus Tugas (Gugas) percepatan Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah merumuskan 623 daftar inventarisir masalah (DIM). "Banyak substansi baru dalam DIM. Tentunya DIM pemerintah ini masih butuh banyak masukan dari koalisi masyarakat sipil dan akademisi," kata Ketua tim gugus tugas RUU TPKS Eddy O.S Hiariej dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Tim Gugus Tugas diketahui sudah melakukan konsinyering RUU TPKS bersama kementerian dan lembaga terkait pada 31 Januari - 2 Februari 2022 secara "hybrid". Eddy yang juga Wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut mengemukakan substansi DIM RUU TPKS pemerintah mencakup soal hukum acara pidana hingga penanganan dan rehabilitasi korban.

"Unggulan DIM RUU TPKS ada pada hukum acara yang sangat progresif dan 'advanced' sebab sebelumnya dari ribuan kasus yang ditangani kepolisian dan kejaksaan, penyelesaiannya hanya kurang dari 5 persen. Berarti ada masalah pada hukum acaranya, ini yang diperbaiki," tambah Eddy.

Sementara Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengajak koalisi masyarakat sipil dan akademisi, untuk bersama-sama memberikan masukan-masukan yang konstruktif demi kesempurnaan DIM RUU TPKS. "Saya meyakini dengan diskusi publik rumusan DIM RUU TPKS akan menjawab segala persoalan terkait kekerasan seksual," ucap Moeldoko.

Ia juga meminta semua pihak ikut mengawal RUU TPKS agar segera disahkan dengan pasal-pasal yang menjawab keadilan bagi korban. Namun, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan pembahasan DIM RUU TPKS tidak terbuka.

Staf Bidang Riset dan Pengembangan Organisasi YLBHI Syafirah Hardani dalam pernyataan tertulis mengatakan pada 3 Februari 2022, Jaringan Masyarakat Sipil dan Akademisi, termasuk YLBHI diundang oleh Gugus Tugas RUU TPKS yang dikoordinatori oleh Kepala Staf Kepresidenan untuk memberi masukan DIM RUU TPKS.

Namun demikian, KSP disebut tidak menunjukkan dokumen maupun tayangan presentasi sehingga dapat melihat poin-poin DIM yang disampaikan. "Para pemateri yang terdiri dari utusan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kejaksaan Agung, dan Polri menyampaikan hal-hal yang ada di dalam DIM secara verbal sehingga sulit bagi kami untuk melihat satu per satu poin DIM yang telah disusun dua hari sebelumnya," kata Syafirah.

YLBHI memahami bahwa pemerintah beranggapan bahwa DIM tidak dapat dipublikasikan kepada publik, namun paling tidak poin-poin yang disampaikan dapat dipaparkan secara jelas tervisualisasi, atau DIM disampaikan di tempat dengan beberapa pertemuan, tidak secara verbal dan sulit dipetakan poin-poin nya. Artinya YLBHI berharap DIM pemerintah menjangkau substansi yang direkomendasikan masyarakat sipil.

"Atas hal tersebut, kami dengan ini meminta pemerintah untuk tidak memfinalkan DIM RUU TPKS secara terburu-buru dan sebelum memberikan kepada DPR untuk membuka DIM kepada publik, untuk dapat dibahas bersama melalui konsultasi publik kedua," ungkap Syafirah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat