Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Bagi Hasil Memelihara Ternak

Apakah boleh memelihara sapi yang pemeliharaannya dititipkan ke orang lain dengan perjanjian bagi anak?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu'alaikum wr wb.

Apakah boleh memelihara sapi yang pemeliharaannya dititipkan ke orang lain dengan perjanjian bagi anak? Misalnya, tahun ini sapi beranak, maka anaknya menjadi hak si pemelihara. Jika tahun depan beranak maka anaknya menjadi hak si pemodal (pemilik sapi). Bagaimana pandangan syariahnya, Ustaz? Fikri, Jambi

Wa’alaikumussalam wr wb.

Kerja sama tersebut memberikan manfaat kepada pemilik hewan yang tidak memiliki waktu cukup untuk merawat hewannya. Sebaliknya, pihak yang memiliki waktu untuk mengelolanya juga mendapatkan keuntungan walaupun tidak memiliki modal. Oleh karena itu, manfaat tersebut perlu diberikan solusi transaksi yang halal.

Transaksi seperti yang ditanyakan itu menjadi realitas, khususnya di perkampungan. Pemilik hewan ternak, seperti kambing atau kerbau, meminta kepada pihak lain untuk merawatnya dan sebagai kompensasinya anak hewan yang dilahirkannya itu akan dibagi antara pihak yang merawat atau mengelolanya dan pemiliknya.

Misalnya, pada Januari 2022 si pemilik kambing meminta si B untuk merawat ternaknya. Kemudian, tepatnya pada Juni, si kambing tersebut melahirkan anak. Sesuai perjanjian, hewan yang baru lahir tersebut menjadi hak pemilik hewan. Enam bulan kemudian, kambing itu melahirkan anak yang kedua dan menjadi hak yang merawatnya.

Di antara alternatif yang dibolehkan adalah sebagai berikut. Pertama, menggunakan skema ju'alah. Artinya, pemelihara hewan mendapatkan kompensasi apabila kambing yang dititipkan itu beranak. Jika kambingnya tidak beranak maka pemelihara tidak dapat kompensasi apa pun.

Hal itu sebagaimana firman Allah SWT, "Penyeru-penyeru itu berkata: 'Kami kehilangan piala raja; dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya" (QS Yusuf: 72). Selain itu, sebagaimana Fatwa DSN MUI Nomor 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang Akad Ju'alah.

Di antara ketentuan ju’alah adalah (a) objek ju’alah (mahal al-‘aqd/maj’ul ‘alaih) harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah, serta tidak menimbulkan akibat yang dilarang. (b) Hasil pekerjaan (natijah) sebagaimana dimaksud harus jelas dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran.

(c) Imbalan ju’alah (reward/’iwadh/ju’l) harus ditentukan besarannya oleh ja’il dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran. (Fatwa DSN MUI Nomor 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang Akad Ju'alah). 

Kedua, menggunakan skema ijarah sehingga bagi yang memelihara akan mendapatkan upah dan anak sapi yang lahir menjadi hak pemilik sapi tersebut. Jadi, misalnya, selama enam bulan atau satu tahun si pemelihara mendapatkan uang, baik sapinya beranak atau tidak.

Di antara ketentuan ijarah adalah (a) ujrah boleh berupa uang, manfaat barang, jasa, atau barang yang boleh dimanfaatkan menurut syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (b) Kuantitas dan/atau kualitas ujrah harus jelas, baik berupa angka nominal, persentase tertentu, atau rumus yang disepakati dan diketahui oleh para pihak yang melakukan akad.

(c) Ujrah boleh dibayar secara tunai, bertahap/angsur, dan tangguh berdasarkan kesepakatan sesuai dengan syariah dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Fatwa DSN MUI Nomor 112 tentang Akad Ijarah).

Ketiga, menggunakan perjanjian mudharabah, tetapi dengan catatan keuntungan para pihak berupa setiap anak hewan yang terlahir. Jadi, ilustrasinya, jika di periode pertama melahirkan anak pertama, maka anak pertama tersebut itu dibagi oleh kedua belah pihak sesuai dengan perjanjian.

Begitu pula saat kelahiran yang kedua itu juga dibagi sesuai dengan perjanjian. Kemudian, saat hewan tersebut tidak melahirkan maka menjadi kerugian bersama.

Dengan merujuk pada ķetentuan mudharabah, di antaranya kriteria keuntungan dalam mudharabah adalah harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak serta bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk persentase dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. (Fatwa DSN-MUI Nomor 7 tentang Pembiayaan Mudharabah).

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat