Pegiat media sosial, Edy Mulyadi (tengah) bersama kuasa hukumnya saat tiba untuk mejalani pemeriksaan sebagai saksi terlapor terkait kasus dugaan ujaran kebencian di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022). | ANTARAFOTO/Adam Bariq

Nasional

Edy Mulyadi Tersangka Ujaran Kebencian

Kepolisian terkesan memperlakukan kasus Edy Mulyadi dan Arteria Dahlan berbeda.

JAKARTA -- Bareskrim Polri menetapkan Edy Mulyadi sebagai tersangka ujaran kebencian, Senin (31/1). Tim penyidikan Direktorat Tindak Pidana (Dirtipid) Siber Polri juga melakukan penahanan terhadap Edy.

“Setelah dilakukan gelar perkara, hasil dari penyidikan menetapkan EM sebagai tersangka,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1). 

Ramadhan menerangkan, Edy dijerat dengan Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) 11/2008, juncto Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2, juncto Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, juncto Pasal 156 KUH Pidana. “Ancamannya 10 tahun penjara,” kata Ramadhan.

Sejak kasus tersebut naik ke penyidikan sampai pada penetapan tersangka, tim Siber Polri sudah memeriksa sebanyak 55 orang. Mereka terdiri atas 37 diperiksa sebagai saksi dan 18 orang ahli.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

“Setelah diperiksa sebagai saksi, dan ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik untuk kebutuhan penyidikan melakukan penahanan tersangka saudara EM selama 20 hari di Rutan Bareskrim Polri,” ujar Ramadhan.

Kasus yang menyeret Edy ini berawal dari komentar terbuka tentang penolakan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur (Kaltim). Dalam video yang tersebar di Youtube dan media sosial, Edy mengucapkan kalimat penolakan yang dinilai menghina masyarakat di Kalimantan. 

Edy menyebut wilayah ibu kota baru tersebut sebagai tempat ‘jin buang anak’. Edy juga menyebut wilayah ibu kota baru itu sebagai pasar yang dihuni makhluk-makhluk gaib. 

Masyarakat adat di Kalimantan melayangkan protes, ultimatum terbuka, dan pelaporan ke polisi di sejumlah daerah. Ada tiga pelaporan pidana, 16 pengaduan, dan 18 pernyataan sikap untuk menolak pernyataan Edy.

photo
Sejumlah Massa yang tergabung dalam Aliansi Komunitas Budaya Jawa Barat menggelar aksi di depan kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2022). Dalam aksinya mereka menuntut pemecatan dan memproses hukum anggota DPR Arteria Dahlan karena dinilai telah melecehkan dan menghina budaya Sunda. - (Prayogi/Republika.)

Anggota Komisi III DPR Safaruddin mengatakan, langkah cepat Polri menetapkan Edy sebagai tersangka merupakan tindakan yang tepat untuk meredam kemarahan masyarakat Kalimantan. Anggota DPR dapil Kalimantan Barat Daniel Johan berharap kasus itu bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengatakan, aparat kepolisian terkesan memperlakukan kasus Edy Mulyadi dan Arteria Dahlan berbeda. Padahal kasus mereka sama-sama diduga melakukan ujaran kebencian bernada SARA.

"Perbedaan itu terlihat dari respons kepolisian terhadap dua kasus tersebut. Polisi terlihat begitu cepat merespons kasus Edy Mulyadi, sementara kasus Arteria Dahlan terkesan belum ditangani. Padahal, laporan masyarakat tentang kasus Arteria Dahlan lebih dahulu masuk ke polisi daripada kasus Edy Mulyadi," katanya kepada Republika, Senin (31/1).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Kemudian, ia melanjutkan dilain pihak respon masyarakat terhadap dua kasus itu relatif sama. Warga Jawa Barat bergelombang memprotes pernyataan Arteria Dahlan.

Hal yang sama juga terlihat dari protes warga Kalimantan terhadap pernyataan Edy Mulyadi. "Jadi, demi tegaknya hukum, sepatutnya kasus Arteria Dahlan juga segera diproses polisi. Dengan begitu, masyarakat tidak melihat adanya perlakukan hukum yang berbeda terhadap setiap warga negara," kata dia.

Ia menambahkan walaupun lambatnya penanganan kasus Arteria Dahlan diduga karena ia sebagai anggota DPR. Untuk memeriksa anggota DPR memang membutuhkan izin Presiden. Kalau memang itu yang menjadi penyebab, idealnya polisi menyampaikannya ke masyarakat. 

"Dengan begitu, masyarakat dapat memahami lambatnya penanganan proses hukum kasus Arteria Dahlan. Masalahnya, apakah polisi memang sudah mengajukan permohonan ke Presiden untuk memproses kasus Arteria Dahlan? Untuk itu, polisi perlu terbuka ke masyarakat agar tidak muncul penilaian liar yang merugikan lembaga kepolisian," kata dia.

Sebelumnya, Polda Jawa Barat melimpahkan kasus dugaan ujaran kebencian yang dilakukan Arteria Dahlan terhadap masyarakat Jawa Barat ke Polda Metro Jaya. Namun, hingga saat ini, Polda Metro Jaya masih enggan memberikan keterangan mengenai pelimpahan laporan Majelis Adat Sunda tersebut.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat