Sajian kuliner di hari Imlek (ilustrasi) | Pixabay

Kuliner

Pengaruh Kuliner Tionghoa di Indonesia

Kuliner menjadi pintu masuk bagi etnis Tionghoa agar bisa diterima budaya lokal.

Etnis Tionghoa tinggal di Indonesia sejak ratusan tahun yang silam. Leluhur orang Tionghoa-Indonesia bermigrasi secara bergelombang melalui kegiatan perniagaan. Kehadiran etnis Tionghoa ini kemudian membawa pengaruh baru pada berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal budaya dan kuliner di Indonesia.

Sejarawan kuliner sekaligus dosen di Departemen Sejarah dan Filologi Universitas Padjadjaran Fadly Rahman menjelaskan, jejak- jejak etnis Tionghoa di Indonesia sudah ada sejak awal Masehi. Selain membawa misi perdagangan dan agama, mereka juga membawa unsur budaya, kebiasaan, dan ragam kuliner ke Indonesia yang kemudian diadaptasikan dengan budaya dan kebiasaan masyarakat lokal setempat.

Dalam catatan prasasti Watukura (902 Masehi) yang berasal dari kerajaan Mataram Kuno, ditemukan skripsi yang berbunyi kata tauhu (bahasa Hokkian) yang sekarang dikenal dengan nama tahu. Temuan ini menjadi bukti pada masa itu sudah ada pengaruh kuliner peranakan Tionghoa.

Kata tauhu itu juga menunjukkan bahwa budidaya kedelai sudah dilakukan orang- orang Tionghoa di Pulau Jawa. “Masyarakat Jawa juga menerima budaya kuliner paling awal yang dibawa oleh orang Tionghoa ini sebagaimana ditulis dalam prasasti Watukura,” kata Fadly ketika dihubungi Republika, Jumat (21/1).

Fadly mengatakan, orang Tionghoa dikenal sebagai petani ulung. Saat ke Nusantara, mereka membawa berbagai macam jenis tanaman pangan, seperti kedelai, leci, lengkeng, petai cina, labu cina, hingga cingcau. Itu semua menjadi pintu masuk bagi etnis Tionghoa untuk mengadaptasikan kuliner mereka secara bertahap yang akhirnya bisa diterima budaya lokal.

Pengaruh kuliner Tionghoa juga begitu lekat dalam hal bumbu masakan, misalnya kecap dan tauco. Lalu, mereka juga mengenalkan teknik mengolah masakan, seperti deep frying dan menumis. Bahkan, nama-nama makanan juga banyak pengaruhnya dari Tionghoa, seperti coudo, capcai, fuyunghai. “Itulah bagaimana proses masuk dan internalisasi budaya kuliner Tionghoa oleh masyarakat Indonesia,” kata Fadly.

Etnis Tionghoa juga pandai beradaptasi dan ahli memasak ulung, termasuk menyesuaikan masakan dengan iklim dan kebiasaan masyarakat lokal yang bisa menerima pengaruh-pengaruh budaya asing, termasuk dari para pendatang. Ini terlihat dari bukti bagaimana kesan makanan-makanan Tionghoa yang awalnya haram karena menggunakan daging babi, bisa diterima dengan menggantinya dengan daging sapi dan ayam.

Dia mencontohkan bakpau dan bakpia yang istilah "bak" itu dikonotasikan dengan daging babi. Pada prosesnya, bakpau dan bakpia ini isiannya dimodifikasi dengan daging halal. Bentuk makanan bisa saja serupa, tetapi secara rasa tentu saja berbeda.

photo
Mi adalah salah satu menu wajib di perayaan Imlek . - (Pixabay)

Proses akulturasi budaya kuliner juga dilihat dari bagaimana etnis Tionghoa di Indonesia begitu adaptif menambahkan rempah- rempah khas Indonesia ke dalam masakannya. Misalnya, untuk soto, mereka menggunakan rempah, seperti cengkih, kapulaga, dan pala ke dalamnya. 

Dengan begitu, tercipta perbedaan dari segi rasa dengan masakan aslinya di Tiongkok. "Cara itu menunjukkan proses adaptasi yang berlangsung secara baik dan damai, mengapa kuliner Tionghoa bisa diterima oleh lidah kita," ujar Fadly.

Meski demikian, menurut Fadly, pengaruh ku liner etnis Tionghoa di Indonesia tidak terlalu merata. Jika dilihat ke kawasan Timur Indonesia, semisal Papua, tidak terlalu banyak terpe ngaruh oleh kuliner Tionghoa. Sedangkan, Jawa dan Sumatra adalah yang banyak kantong-kantong pengaruh kulinernya, seperti bakpia di Yogyakarta.

Di mana orang Tionghoa itu banyak berada, maka di situ jejak kulinernya bisa ditemukan. Jadi, banyak merata di berbagai kota dan daerah Indonesia. “Cuma semakin ke kawasan timur tidak banyak seperti di kawasan barat Indonesia,” kata Fadly.

 
Proses akulturasi budaya kuliner juga dilihat dari bagaimana etnis Tionghoa adaptif menambahkan rempah khas Indonesia. 
 
 

 

Perhatikan Asupan 

photo
Asupan garam harus selalu dijaga untuk menjaga kesehatan. - (Pixabay)

Data Riskesdas terbaru pada tahun 2018 menunjukkan 21,8 persen masyarakat Indonesia mengalami obesitas. Jika dibiarkan, diprediksi angka obesitas dapat mencapai 40 persen pada 2030, yang artinya hampir satu dari setiap dua orang dewasa di Indonesia akan mengalami obesitas. 

Kondisi ini harus segera ditangani karena obesitas dikaitkan dengan sejumlah penyakit, seperti lebih berisiko terkena tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, dan diabetes. “Prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini mengisyaratkan bahwa masyarakat harus mengubah gaya hidupnya menjadi lebih sehat. Salah satu kuncinya adalah menjaga asupan gizi seimbang dengan memerhatikan takaran gula, garam, dan lemak pada setiap masakan,” ungkap dr Rafael Nanda R MKK dalam Health Talk & Virtual Tour yang diadakan oleh Ajinomoto Visitor Center, pekan lalu. 

Garam memegang peranan penting dalam memberikan rasa lezat pada makanan. Garam juga memiliki berbagai manfaat bagi tubuh. Manfaat garam atau sodium adalah menjaga keseimbangan cairan di tubuh, dan berperan dalam menjaga fungsi saraf serta otot. 

Namun makanan dengan kandungan garam yang tinggi cenderung membuat orang makan berlebih sehingga mengarah pada obesitas dan penyakit lainnya seperti hipertensi. Selain itu, konsumsi garam yang tinggi dapat menyebabkan tingginya kadar natrium di dalam darah. Badan kesehatan dunia, WHO (World Health Organization) menganjurkan batas konsumsi aman garam per hari untuk orang dewasa adalah maksimal lima gram atau kurang dari satu sendok teh. 

Oleh karena itu, penting untuk menjaga asupan garam agar tubuh tetap mendapatkan manfaatnya tanpa menimbulkan berbagai risiko penyakit. Menyadari pentingnya diet garam bagi kesehatan, Ajinomoto memperkenalkan kampanye “Bijak Garam”. Grant Senjaya selaku Head of Public Relation Department PT Ajinoto Indonesia menjelaskan, saat ini Ajinomoto memiliki kampanye “Bijak Garam” yang mengedukasi masyarakat tentang pentingnya diet rendah garam dan mengajak keluarga Indonesia untuk hidup lebih sehat dengan mengurangi asupan atau penggunaan garam dalam memasak. 

Salah satu faktor kendala sulitnya mengurangi garam dalam masakan adalah membuat rasanya tetap lezat dan tidak hambar. Kampanye ini bisa menjadi solusi cermat dalam mengurangi penggunaan garam dalam setiap masakan dengan mempertahankan cita rasa yang tetap seimbang. 

Pengurangan asupan garam atau diet rendah garam dapat diganti dengan penggunaan garam dengan bumbu umami seperti MSG. Menurut Grant, kandungan sodium pada MSG hanya satu per tiga dari kandungan sodium pada garam biasa, dan juga sudah banyak penelitian sebelumnya yang menunjukkan penggunaan MSG bermanfaat untuk membantu mengurangi asupan garam sekaligus menjaga kelezatan makanan. 

Konsumsi garam yang tinggi dapat menyebabkan tingginya kadar natrium di dalam darah.

 
 

 

Makanan Imlek Kaya Makna

photo
Perajin menunjukkan kue keranjang saat produksi di Kelurahan Panjunan, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (28/1/2022). Kue khas perayaan Tahun Baru Imlek berbahan tepung beras ketan, gula pasir serta bahan lainnya itu dijual dengan harga Rp40.000 per kilogram dan dipasarkan secara daring. - (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.)

Menyambut tahun baru Imlek pasti akan penuh dengan perayaan dan salah satunya makanan khas. Pakar kuliner William Wongso melihat pada beberapa peda gang di destinasi kuliner khas Tiong hoa, seperti Petak Sembilan, sudah mulai bergegas mempersiapkan perayaan Imlek.

William menjelaskan, saat ini di Indonesia kebanyakan pelaku Imleknya sudah tidak "totok" lagi sehingga mereka lebih sering mengisi momen Imlek dengan dinner atau makan bersama di restoran. Sementara, pelaku Imlek yang masih totok, seperti leluhur atau nenek-buyut etnis Tionghoa, lebih sering memasak sendiri dan memakannya bersama dengan keluarga.

Menu masakannya juga beragam dan bergantung pada kelas sosial atau ekonomi. Untuk keluarga Tionghoa yang ekonominya menengah atas, kalau Imlek akan memilih bahan masakan yang terbaik dan berkualitas, misalnya sarang burung (sekarang sudah mulai dilarang-Red), teripang, abalon, dan ikan utuh untuk dikukus.

Secara umum, etnis Tionghoa juga biasa menyajikan yu shang, dengan bahan utama ikan yang dipadukan dengan beragam bahan lain, seperti sayuran dan pangsit. Sebagai pelengkapnya adalah wijen, jeruk nipis, bubuk herbal, kacang tanah, lada, hingga saus khas yu shang. "Dalam bahasa Mandarin, ikan itu memiliki pelafalan yang sama dengan kata 'berlebihan' sehingga menyantap ikan saat Imlek diharapkan mampu memberikan hoki yang berlipat-lipat," kata William saat dihubungi Republika, Senin (24/1).

Dia menjelaskan, semua kondimen dan bahan masakan yang disajikan pada momen Imlek memiliki masing-masing makna atau filosofinya. Ikan bermakna rezeki yang berlimpah dan bisa bertahan dalam kehidupan. 

Minyak sebagai simbol mengalirnya rezeki, lalu jeruk sebagai simbol keamanan, apel sebagai simbol perdamaian, keripik-keripik sebagai simbol emas, dan lain sebagainya. "Jadi, saat Imlek dan makanan itu bukan hanya untuk isi perut, tapi juga ada makna dan filosofinya. Pastinya semua makanan yang disajikan adalah yang dipercaya bisa membawa hoki dan cuan," ujar dia.

Sementara itu, sebagai penutup perayaan Imlek, Cap Go Meh diselenggarakan 15 hari sesudahnya, yang ditandai dengan hadirnya bulan purnama. Khusus untuk menyemarakkan hari istimewa tersebut, umumnya rumah tangga peranakan Tionghoa menyajikan hidangan lontong cap go meh untuk keluarganya maupun sebagai hantaran kepada tetangga, baik sesama peranakan maupun bukan. "Ini menjadi sebuah contoh yang kuat tentang akulturasi dalam budaya makan," kata Cherry Hadibroto dalam bukunya berjudul Masakan Tionghoa.

 
Dalam bahasa Mandarin, ikan itu memiliki pelafalan yang sama dengan kata 'berlebihan' sehingga diharapkan mampu memberikan hoki yang berlipat-lipat.
WILLIAM WONGSO, Pakar Kuliner
 
 

 

 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat