Masjid Syuhada Yogyakarta berdiri sejak tahun 1950. | DOK REP Wihdan Hidayat

Arsitektur

Masjid Syuhada, Monumen Perjuangan Islam

Sebagai sebuah monumen, Masjid Syuhada pun sarat akan simbol-simbol.

OLEH HASANUL RIZQA

Dalam sejarah Indonesia, umat Islam berperan sangat besar. Kaum Muslimin dengan gigih menentang kolonialisme dan imperialisme. Sebagai pemimpin mereka, para ulama menggelorakan semangat juang. Rakyat diseru untuk bersatu dan berdaya dalam mengusir penjajahan.

Dari begitu banyak perjuangan pada masa silam, tersebutlah Pertempuran Kotabaru. Peristiwa itu terjadi pada 7 Oktober 1945 di daerah Kotabaru—kini bagian dari Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Para pejuang nasional berhadapan dengan serdadu Jepang. Meskipun pada akhirnya Dai Nippon menyerah, jumlah korban dari pihak Indonesia terbilang banyak. Sebanyak 21 orang gugur. Di antaranya ialah Ahmad Jazuli, Supadi, Sunaryo, Akhmad Zakir, Abubakar Ali, dan lain-lain.

Untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa mereka, berbagai elemen masyarakat Muslim setempat berinisiatif mendirikan masjid. Pada 1950 di kawasan Kotabaru, rencana itu akhirnya terwujud. Berdirilah sebuah tempat ibadah Islam yang kemudian dinamakan Masjid Peringatan Syuhada.

Nama lengkap itu bermakna, tempat ibadah serta monumen pengingat pahlawan atau syuhada yang gugur dalam Pertempuran Kotabaru. Akan tetapi, kompleks tempat ibadah itu lebih sering disebut Masjid Syuhada. Masjid tersebut resmi dibuka untuk umum sejak 20 September 1952. Peresmiannya dihadiri presiden RI kala itu, Ir Sukarno.

photo
Masjid Syuhada mengadopsi corak arsitektur modern sekaligus tradisional. - (DOK REP Wihdan Hidayat)

Seperti dilansir dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, masjid itu dibangun di atas lahan pemberian dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Lokasi tanah itu persis di dekat bibir Kali Code, yakni antara Jembatan Kridonggo (kreteg Kewek) dan Jembatan Gondolayu.

Masjid Syuhada dirancang terdiri atas tiga lantai. Atap masjid sebagai puncak masjid terdapat kupel (mustoko) besar sebagai kubah masjid. Bagian tengah merupakan ruangan untuk shalat dan bagian bawah berupa ruangan yang digunakan sebagai kantor dan perpustakaan masjid.

Dalam artikelnya yang diterbitkan Pemerintah DIY, Heru Sutrisno mengatakan, peletakan batu pertama pembangunan Masjid Syuhada berlangsung pada 23 September 1950 atau 11 Zulhijjah 1369 H. Itu bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha. Sultan Hamengku Buwono IX, yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan Republik Indonesia, turut hadir dalam momen tersebut.

Ide pembangunan Masjid Syuhada diprakarsai oleh Mr Assaat selaku Ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) kala itu. Idenya didukung sejumlah menteri era Presiden Sukarno, semisal Mr Syafrudin Prawiranegara, KH Wahid Hasyim, KH Masykur, dan ZA Ahmad.

Pembangunan Masjid Syuhada juga dilatari peristiwa bersejarah lainnya, yakni pemindahan ibu kota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta pada tanggal 6 Januari 1946.

Hingga kini, masjid tersebut masih menjadi pusat kegiatan Islam masyarakat setempat. Tidak hanya pada waktu shalat, keaktifan warga Muslimin dalam memakmurkan masjid itu cukup beragam. Misalnya ialah pemusatan kegiatan belajar-mengajar. Bahkan, lantai dasar Masjid Syuhada difungsikan sebagai tempat kuliah dan perpustakaan.

photo
Suasana di dalam Masjid Syuhada Yogyakarta. - (DOK REP Wihdan Hidayat)

Masjid Syuhada mengadopsi corak arsitektur modern sekaligus tradisional. Struktur bangunan yang berlantai tiga ini, menurut Heru, selintas mengingatkan publik pada denah Candi Borobudur, yakni tahapan-tahapan Kamadatu, Rupadatu dan Arupadatu.

Masjid itu dirancang oleh anggota-anggota panitia pendirian, yang merupakan perwujudan hasil musyawarah mufakat para tokoh. Pembangunan fisiknya ditangani seorang kepala proyek, yaitu Supono. Ia bekerja menurut petunjuk seorang penasehat teknik, Ir R Feenstra, dari NV Associate yang berkantor di Jakarta.

Karena dimaksudkan sebagai sebuah monumen, Masjid Syuhada pun sarat akan simbol-simbol. Umpamanya, jumlah anak tangga pada bagian depan yang mencapai 17 buah. Di dekatnya, terdapat delapan segi tiang gapura, empat kupel bawah, serta lima kupel atas. Dengan demikian, semua bagian itu menyiratkan tanggal kelahiran Republik Indonesia, yakni 17-08-45 atau 17 Agustus 1945.

Pada lantai dasar, terdapat sebuah ruangan kuliah yang dilengkapi dengan 20 jendela. Itu melambangkan peringatan tentang 20 sifat wajib bagi Allah SWT. Lantai dua masjid dijadikan sebagai ruang shalat bagi kaum perempuan.

photo
Tidak hanya sebagai tempat ibadah. Masjid Syuhada Yogyakarta didirikan juga dengan maksud mengenang para pahlawan Pertempuran Kotabaru 7 Oktober 1945. - (DOK REP Wihdan Hidayat)

Di sana, terdapat dua tiang yang seolah-olah menyangga bangunan. Keduanya menggambarkan dua itikad manusia. Adapun lantai tiga masjid ini digubakan sebagai ruang shalat utama. Pada bagian mihrab, ada lima lubang angin yang mengilustrasikan jumlah rukun Islam.

Khususnya bagi warga Yogyakarta, keberadaan Masjid Syuhada pun mendukung edukasi anak-anak. Masih di lingkungan kompleks tempat ibadah itu, terdapat beberapa institusi pendidikan Islam. Di antaranya ialah Taman Pendidikan Alquran (TPQ), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), sekolah dasar dan sekolah menengah pertama (SMP) Islam terpadu.

Begitu pula dengan penggemblengan bagi para insan muda. Pihak takmir setempat membuka ruang untuk Remaja Masjid, misalnya melalui Pendidikan Corps Dakwah Masjid Syuhada (CDMS) atau Pengajian Putri Yogyakarta (PPY).

Kota Yogyakarta terkenal dengan nuansanya yang ramah wisatawan. Masjid Syuhada pun sering menjadi destinasi tujuan para pelancong Muslim. Akses untuk sampai ke sana cukup mudah dan murah. Ambil contoh, dari Bandar Udara Adisucipto Yogyakarta, Anda dapat menempuh perjalanan dengan kendaraan bermotor sekira 20 menit. Dari Stasiun Tugu Yogyakarta, hanya perlu waktu sekitar 5 atau 10 menit.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat