Abu Dawud terkenal sebagai penyusun kitab hadis, Sunan Abu Dawud. | DOK WIKIPEDIA

Tema Utama

Imam Abu Dawud, Ahli Hadis dari Syistan

Setiap satu dari keempat hadis tersebut adalah seperempat ilmu.

OLEH HASANUL RIZQA

Generasi Tabi'ut Tabi'in melanjutkan perjuangan pendahulunya. Di antaranya, Imam Abu Dawud. Sang alim turut merintis perkembangan ilmu hadis, menjaga sunnah Rasulullah SAW.

Mengenal Imam Abu Dawud

Setelah tabiin, datanglah tabi'ut tabi'in atau murid kelompok tabiin. Bersama dengan seluruh sahabat Nabi Muhammad SAW, ketiganya merupakan generasi terbaik dalam sejarah Islam.

“Yang terbaik dari kalian adalah orang-orang yang hidup pada zamanku, kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka (tabi'ut tabi'in),” sabda Rasulullah SAW.

Di antara para santri tabiin pada awal abad ketiga Hijriyah ialah al-Imam Sulaiman bin al-Asy’ats bin Syidad bin Amr bin Amir al-Azdi as-Sijistani. Sebutan al-Azdi itu merujuk pada nama sebuah kabilah di Arab selatan. Adapun as-Sijistani menerangkan tempat kelahirannya.

Tokoh ini lebih dikenal dengan nama Abu Dawud. Ia berasal dari keluarga yang dekat dengan kalangan tabiin dan sahabat Nabi SAW. Kakek keduanya, Imran, diketahui pernah berjuang di sisi Ali bin Abi Thalib dalam Perang Shiffin.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (republikaonline)

Abu Dawud lahir pada tahun 202 H atau 817 M di Sijistan atau Sistan. Waktu itu, kawasan di Iran bagian timur tersebut berada di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah, yang juga sedang mengalami masa keemasan. Tidak seperti dinasti sebelumnya, Umayyah, kekhalifahan yang berpusat di Baghdad itu memberi ruang pada orang-orang non-Arab (mawali) untuk menikmati mobilitas sosial, baik melalui pendidikan maupun perekrutan birokrasi dan militer.

Dengan begitu, tidak sedikit mawali yang menduduki jabatan penting. Dalam ranah keilmuan, ada banyak pula tokoh non-Arab yang menjadi alim ulama terkemuka. Sebagai seorang mawali Persia, Abu Dawud merupakan salah satu contohnya.

Sejarah mencatat namanya sebagai seorang yang tekun dan cermat dalam meriwayatkan dan mengumpulkan hadis Nabi SAW. Karya monumentalnya, Sunan Abu Dawud, termasuk dalam jajaran Kutub as-Sittah, yakni enam kitab hadis yang paling otoritatif.

Keandalan kitab tersebut menduduki urutan ketiga setelah Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Sejak awal terbit, Sunan Abu Dawud menjadi bahan kajian para pembelajar dan ahli hadis. Hingga kini, buku yang disusun sang ulama Sijistan masih menjadi rujukan kaum Muslimin ahlussunnah wal jama’ah sedunia.

Banyak ulama yang hidup sezaman maupun sesudahnya memuji kesalehan dan kecerdasan Abu Dawud. Seperti dinukil dari buku 60 Biografi Ulama Salaf karya Syekh Ahmad Farid, ahli fikih dari abad keempat Hijriyah, Abu Bakar al-Khallal, berkata tentang sang muhadis, “Ia merupakan seorang imam terkemuka dan pionir pada masanya.”

Abu Dawud juga dihormati karena menguasai banyak hadis Rasul SAW berikut dengan makna dan sanad serta ilat-ilatnya. Bahkan, murid Imam Ahmad bin Hanbal itu diakui sebagai seorang pahlawan hadis.

 
Abu Dawud juga dihormati karena menguasai banyak hadis Rasul SAW berikut dengan makna dan sanad serta ilat-ilatnya.
 
 

Namanya tentu mengingatkan orang-orang pada seorang rasul dari kalangan Bani Israil, Daud AS. Ibnu Ishaq Shahani berkata, “Imam Abu Dawud menempa hadis sebagaimana Nabi Daud AS menempa besi.” An-Naisaburi menambahkan, “Ia (Abu Dawud) adalah imam hadis yang tidak ada tandingannya pada masanya.”

Sementara itu, Ibnu Mamduh menyatakan, “Orang yang istimewa dalam hafalannya dan terhindar dari kesalahan (dalam menelaah hadis) ada empat, yaitu Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i.” Pernyataan tersebut mengomentari para ahli hadis yang karya-karyanya termasuk Kutub as-Sittah.

Al-Hafiz Musa bin Harun berkata, “Abu Dawud seolah-olah diciptakan di dunia untuk ilmu hadis dan di akhirat untuk surga, insya Allah. Aku tidak melihat orang yang lebih utama pada masanya melebihi dia.”

Dikisahkan, seorang sufi yang pernah berguru pada Sufyan ats-Tsauri, Sahal bin Abdullah at-Tustari, meminta izin kepada Abu Dawud untuk membuka mulutnya. Lantas, lidah sang ahli sunnah diciumnya. Sebab, Sahal meyakini bahwa apa yang dilakukannya itu untuk mengambil hikmah dari hadis-hadis yang diriwayatkan dari ulama kelahiran Sijistan itu.

photo
ILUSTRASI Abu Dawud merupakan seorang yang berkarya dalam jajaran Kutub as-Sittah. - (DOK REP PRAYOGI)

Guru dan murid

Sepanjang hayatnya, Abu Dawud sering mengadakan rihlah keilmuan. Dari daerah asalnya, ia berkelana ke berbagai negeri, termasuk Nishapur, Marw, Khurasan, Irak, Hijaz, Mesir, dan Syam. Perjalanan itu ditempuhnya untuk mengumpulkan hadis dari para ulama. Basrah pada akhirnya menjadi tempatnya menetap hingga tutup usia.

Semangatnya dalam mencari ilmu sudah terbentuk sejak dini. Sejak kecil, Abu Dawud sudah mencintai belajar dan gemar mendengarkan nasihat. Ia banyak bergaul dengan para alim serta menerima pengajaran dari mereka.

 
Sepanjang hayatnya, Abu Dawud sering mengadakan rihlah keilmuan. Dari daerah asalnya, ia berkelana ke berbagai negeri.
 
 

Ada puluhan ulama yang pernah menjadi gurunya. Mereka antara lain ialah Imam Ahmad bin Hanbal atau Imam Hambali, Imam Bukhari, dan Imam Abu Hatim. Beberapa tokoh yang darinya ia meriwayatkan banyak hadis ialah Abu Salamah at-Tabudzaki, Abul Walid ath-Thayalasi, Muhammad bin Katsir al-Abdi, serta Muslim bin Ibrahim.

Para rawi lainnya ialah Abu Umar al-Haudhi, Abu Taubah al-Halabi, Sulaiman bin Abdirrahman ad-Dimasyqi, serta Said bin Sulaiman al-Wasithi. Di samping itu, terdapat Shufwan bin Shaleh ad-Dimasyqi, Abu Ja’far an-Nuqaili, dan Qathn bin Nusair.

Adapun murid-murid Abu Dawud menjadi penerus perjuangannya dalam mengukuhkan ilmu hadis. Di antara para santrinya ialah Imam Nasai, Imam Turmudzi, Abu Ishaq al-Marwazi, dan Ibnu Mundzir.

Selain itu, ada Abu Ali Muhammad al-Lu’lu’, Abu Usamah Muhammad ar-Ruwas, serta Abu Amr Ahmad al-Bashri. Mereka semua merupakan perawi kitab Sunan Abu Dawud. Yang juga menjadi muridnya ialah Abu Bakar, yakni putranya sendiri.

Hingga wafatnya, Abu Dawud mempunyai cukup banyak karya. Tidak hanya Sunan. Ada pula An-Nasikh wa al-Mansukh, Fada'ilul A’mal, Az-Zuhud, Dalailun Nubuwah, Ibtida’ul Wahyu, Ahbarul Khawarij, dan Ar-Rad’ala Ahl al-Qadr.

Yang terakhir itu dirawikan oleh seorang muridnya, Abu Abdillah Muhammad al-Bashari. Santrinya yang lain, Abu Bakar Ahmad bin Sulaiman an-Najjar, menjadi perawi An-Nasikh. Karya lainnya dari Abu Dawud ialah Al-Masa'il, yang berisi uraian tentang berbagai permasalah yang sang penulis tidak sependapat dengan gurunya, Imam Hambali.

 
Sejumlah ulama yang hidup sezaman atau sesudahnya meneliti Sunan Abu Dawud.
 
 

Sejumlah ulama yang hidup sezaman atau sesudahnya meneliti Sunan Abu Dawud. Mereka menghasilkan buku-buku yang menjadi penjelas atau syarah atas kitab fenomenal tersebut.

Sebagai contoh, al-Khaththabi yang membuat Ma’alim as-Sunan. Adapun syarah yang paling terkenal dan kerap beredar luas ialah ’Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud. Itu merupakan karya Abu ath-Thayyib Muhammad bin Syamsul Haq. Di samping itu, yang tak kalah populer ialah pensyarahan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah dengan judul Aunul Ma'bud.

Ulama kelahiran Damaskus itu berkata, “Di dalamnya (Sunan Abu Dawud) ada banyak pembahasan yang bisa menjadi hukum di antara ahli syariat. Maka, kepadanya hendaklah para mushannif (penyusun hadis untuk kepentingan fikih) mengambil hukum. Kepadanya, para muhaqqiq hendaklah merasa ridha. Sebab, sungguh ia (Abu Dawud) telah mengumpulkan sejumlah hadis ahkam dan menyusunnya dengan sangat bagus, mengaturnya dengan sebaik-baiknya.”

Abu Dawud menyusun Sunan dengan secara khusus ditujukan kepada gurunya, Ahmad bin Hanbal. Imam Hambali kemudian memuji karyanya itu. Dai kelahiran Sijistan itu memang banyak terpengaruh oleh sang fakih dalam menyusun metode untuk studi ilmu hadis.

photo
ILUSTRASI Sijistan berada di Persia atau Iran. Di sanalah tempat seorang ahli hadis berasal, yakni Abu Dawud. - (DOK AP KM Chaudary)

Pesan hikmah

Pada masa keemasan Islam, banyak sarjana berlomba-lomba untuk mengambil ilmu dari sumbernya langsung. Mereka yang berkhidmat dalam disiplin hadis berupaya mengumpulkan hadis dan menyusunnya dengan pelbagai cara. Abu Dawud menjadi seorang pencari hadis yang terkemuka dari generasi tabi'ut tabi'in.

Tidak kurang dari 50 ribu hadis berhasil dikumpulkannya. Bahkan, beberapa sumber menyebut, tokoh ini mengumpulkan hingga ratusan ribu hadis. Khusus dalam menyusun Sunan-nya, Abu Dawud menyeleksi puluhan ribu hadis itu hingga tersisa “hanya” lima ribu atau 4.800 hadis.

Awalnya, kitab tersebut memuat hadis-hadis hukum serta hadis yang berkaitan dengan amal-amal yang terpuji (fadhailul a'mal), kisah-kisah atau nasihat, serta adab dan tafsir. Namun, Abu Dawud kemudian mengkhususkan untuk karyanya itu hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah hukum Islam.

Sebagai seorang yang mencurahkan seluruh waktu dan tenaganya untuk kelangsungan ilmu, ia pernah menasihati jamaahnya. Menurutnya, cukuplah kaum Muslimin dengan berpegang pada empat dari sekian banyak hadis Rasulullah SAW. Keempat teks suci itu ialah berikut.

photo
Sunan Abu Dawud tidak hanya menyajikan hadis-hadis yang sahih, tetapi juga dhaif, dengan tambahan keterangan dari sang penyusun. - (DOK WIKIPEDIA)

“Segala amal perbuatan bergantung pada niat, dan setiap orang akan memperoleh pahala sesuai dengan niatnya” (HR Umar).

“Sebagian di antara tanda-tanda keislaman seseorang adalah bahwa ia meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya” (HR Abu Hurairah).

“Yang halal sudah jelas. Dan yang haram pun sudah jelas pula (keharamannya). Adapun di antara keduanya merupakan syubhat” (HR Nu’man bin Basyir).

“Tidaklah keadaan seorang Mukmin itu menjadi Mukmin sehingga ia ridha terhadap saudaranya apa-apa yang ia ridhai terhadap dirinya sendiri.” Dalam sumber lain, seperti yang dikutip buku karya Wahdah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, hadis yang dimaksud adalah selainnya, yakni, “Sesungguhnya Allah Mahasuci (thayyib) dan tidak menerima kecuali sesuatu yang suci (thayyib)” (HR Abu Hurairah).

Berkata Abu Dawud, “Setiap satu dari keempat hadis tersebut adalah seperempat ilmu.”

Setelah hidup dengan penuh kegigihan dalam mengumpulkan, meneliti, serta menyebarluaskan hadits, Abu Dawud wafat di Basrah. Ia berpulang ke rahmatullah pada tanggal 16 Syawal 275 H. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepada sang pembawa pelita, yang amat besar jasanya dalam diseminasi ilmu sunnah Nabi Muhammad SAW.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat