Jaksa Agung ST Burhanuddin bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/1/2022). Rapat kerja tersebut membahas soal evaluasi kinerja dan capaian Kejaksaan tahun 2021 dengan pagu anggaran sebesar Rp8 | ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Kabar Utama

Jaksa Agung: Tidak Adil, Kami Banding

Kejakgung mengajukan perlawanan hukum atas putusan PN Tipikor Jakarta yang memvonis Heru Hidayat pidana nihil.

 

JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) memastikan mengajukan perlawanan hukum atas putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang memvonis Heru Hidayat pidana nol atau nihil. Putusan terhadap terdakwa kasus dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) itu dinilai tidak adil.

“Terkait putusan perkara ASABRI, saya telah memerintahkan Jampidsus, tidak ada kata lain selain banding. Kami, jaksa penuntut umum, menilai ada yang kurang. Ada keadilan masyarakat yang terusik dalam putusan hakim tersebut,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di Kejakgung, Jakarta, Rabu (19/1).

Dalam kasus yang berkaitan dengan ASABRI pun, yakni Jiwasraya, Kejaksaan Agung juga mengambil posisi banding. Kejakgung saat itu menilai vonis hakim tidak adil. Dalam kasus ASABRI, Burhanuddin menghormati putusan majelis hakim tipikor.

Namun, dia menilai, ada kejanggalan dan inkonsistensi dalam putusan. Pidana nol tersebut terasa janggal karena pada saat yang sama Heru dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Menurut dia, vonis bersalah semestinya disertai dengan hukuman pidana yang setimpal. “Dalam hal ini, sesuai tuntutan (hukuman mati),” ujar dia.

Dari sisi yuridis, kata Burhanuddin, putusan pidana nihil tersebut memang mudah saja diterima. Namun, pidana nihil tersebut gambaran dari ketidakadilan atas perbuatan megakorupsi yang sudah terbukti.

“Rasa keadilan di masyarakat menjadi sangat terusik. Dan yang kami lakukan saat ini, tidak ada kata lain selain banding,” kata Burhanuddin.

photo
Terdakwa Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat (kanan) bersiap menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/1/2022). Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis nihil kepada Heru Hidayat ditambah kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 12,643 triliun karena terbukti bersalah melakukan korupsi di PT ASABRI secara bersama-sama dengan sejumlah terdakwa lainnya yang merugikan keuangan negara mencapai Rp22,7 triliun. - (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Pada Selasa (18/1), majelis hakim PN Tipikor Jakarta memvonis Heru Hidayat bersalah melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 22,78 triliun. Namun, vonis bersalah tersebut tak dibarengi dengan hukuman badan. Alasannya, terdakwa Heru telah dihukum penjara seumur hidup dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara RP 16,8 triliun.

Dalam putusannya, majelis hakim juga menghukum bos PT Trada Alam Minera (TRAM) itu dengan pidana pengganti kerugian negara senilai Rp 12,6 triliun sebagaimana tuntutan jaksa.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengkhawatirkan, pidana nihil terkait kasus ASABRI ini membuka peluang Heru mendapatkan keringanan hukuman. Itu bisa terjadi jika Heru yang dipidana penjara seumur hidup terkait kasus Jiwasraya mengajukan peninjauan kembali (PK).

photo
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana ASABRI Letnan Jenderal TNI (Purn) Sonny Widjaja (kiri) dan Mayor Jenderal TNI (Purn) Adam Damiri (kanan) bersiap mengikuti sidang dengan agenda pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (4/1/2022). - (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Apabila dalam PK mendapatkan potongan hukuman, Heru Hidayat yang dipidana penjara nihil dalam perkara ASABRI akan mengikuti sesuai hasil PK. “Dan, itu akan sangat tidak adil,” ujar Febrie.

Putusan majelis hakim terhadap Heru Hidayat dikritik kalangan akademisi hingga aktivis antikorupsi. Pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Hibnu Nugroho, menilai, putusan hakim yang memvonis pidana nihil sebagai putusan kurang bermakna. Heru, kata dia, adalah terdakwa yang melakukan dua kejahatan korupsi, yakni Jiwasraya dan ASABRI.

“Suatu kejahatan yang terus-menerus sehingga putusan atas kejahatan kedua harus merupakan pemberatan. Harusnya pidana mati karena aspek tujuan pemidanaan itu untuk memperbaiki, bukan bicara nihil dan tidak nihil,” kata dia.

photo
Terdakwa Direktur Utama PT ASABRI periode 2016-2020 Letjen Purn Sonny Widjaja (kanan) menjalani sidang pembacaan tuntutan kasus korupsi ASABRI di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/12/2021). Jaksa menuntut Sonny Widjaja dengan pidana penjara selama 10 tahun dan membebankan uang pengganti senilai Rp64,5 miliar subsider 5 tahun penjara. - (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra menilai, majelis hakim gagal membuat terobosan hukum. Vonis nihil terhadap Heru, kata dia, menunjukkan fakta empiris penegakan hukum yang tidak berkualitas. Ia menuding hakim keliru dalam menerapkan hukum karena mestinya perbuatan Heru menjadi alasan pemberatan hukuman.

“Hakim tidak berusaha keras melakukan terobosan hukum, padahal pertimbangan hakim telah memuat fakta hukum, keadaan, dan alat pembuktian yang terungkap di persidangan bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa terbukti yang semestinya menjadi keadaan yang memberatkan hukuman. Tapi, yang ada malah kok amar putusan pemidanaannya yang nihil,” kata Azmi.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) Despan Heryansyah menilai, Heru dalam kasus korupsi Jiwasraya dan ASABRI telah melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan asuransi yang layak dan memadai sehingga telah melanggar HAM. “Pelaku layak mendapatkan hukuman yang berat dalam rangka melindungi hak masyarakat tersebut,” ujar Despan.

Komisi Yudisial (KY) akan mempelajari vonis tersebut, termasuk membuka peluang untuk mendalami bila ada dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Juru Bicara KY, Miko Ginting, mengatakan, KY terbuka apabila ada yang melaporkan.

“Area KY terbuka apabila dipandang ada dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut,” kata Miko.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat