Warga mencuci pakaian di bantaran Sungai Cisadane, Pancasan, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (30/11/2021). Ketidaksetaraan kesempatan merupakan salah satu penyebab kemiskinan. | ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj.

Opini

Kemiskinan dan Ketimpangan Kesempatan

Ketidaksetaraan kesempatan merupakan salah satu penyebab kemiskinan..

MARDHA TS; Statistisi di Badan Pusat Statistik dan Mahasiswa Program Master Development Studies di Universitas Passau

 

Apakah kemiskinan selalu disebabkan kemalasan? Orang yang hidup dalam kemiskinan tak berada dalam posisi itu karena mereka terlalu malas untuk mendapatkan upah yang layak. Faktanya, pada 2021 hanya 12,9 persen kepala rumah tangga miskin yang tak bekerja.

Angka tersebut hampir sama untuk rumah tangga tidak miskin, yaitu sebesar 12,22 persen (BPS, Analisis Kemiskinan Makro Indonesia Tahun 2021). Hal ini mempertegas, kemiskinan dan kemalasan tidak berkaitan.

Sering kali, penduduk miskin terjebak dalam lingkaran kemiskinan bukan karena malas bekerja tetapi karena tidak adanya kesempatan, seperti kesempatan untuk mengenyam pendidikan, memperoleh pelayanan kesehatan memadai, ataupun kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak.

Mobilitas sosial semakin tidak memungkinkan ketika seseorang terjebak dalam kemiskinan ekstrem. Seperti yang didefinisikan Bank Dunia, kesetaraan kesempatan adalah ketika hasil mencerminkan upaya dan bakat bukan keadaan yang tidak bisa dikendalikan seperti jenis kelamin, ras, tempat lahir, dan kondisi keluarga.

 
Sering kali, penduduk miskin terjebak dalam lingkaran kemiskinan bukan karena malas bekerja tetapi karena tidak adanya kesempatan
 
 

 

Seberapa keras seseorang berusaha tentunya memainkan peranan penting dalam pencapaian hidupnya tetapi itu bukan satu-satunya faktor. Roemer dalam jurnalnya yang berjudul Equality of Opportunity mengatakan, apa yang dapat dicapai seseorang adalah hasil dari dua faktor, yaitu usaha dan keadaan. Usaha sepenuhnya berada dalam kendali individu, misalnya seberapa keras seseorang bekerja.

Sementara itu, keadaan adalah situasi yang tidak bisa dikontrol dan telah ditentukan sebelum ia lahir, seperti etnis, jenis kelamin, dan latar belakang keluarga.

Pada prinsipnya, latar belakang sosial ekonomi seseorang seharusnya tak memengaruhi kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pelayanan imunisasi, pemenuhan gizi dan nutrisi, akses terhadap air bersih dan sanitasi layak, ataupun kesempatan mendapatkan pendidikan.

Jebakan ketimpangan

Sejauh mana latar belakang seseorang saat dilahirkan akan memengaruhi kehidupan yang ia jalani?

Kesempatan yang tidak setara dapat memperkecil peluang sukses anak-anak yang tidak memiliki privilese, misalnya terlahir dari keluarga miskin, terlahir dengan etnis dan gender tertentu, atau tumbuh besar di daerah yang tidak memiliki fasilitas memadai.

Keterbatasan ini datang dalam berbagai bentuk. Misalnya, timpangnya kesempatan untuk memperoleh makanan bergizi dan nutrisi yang layak berpotensi menghambat tumbuh kembang mereka.

 
Kesempatan yang tidak setara dapat memperkecil peluang sukses anak-anak yang tidak memiliki privilese
 
 

 

Di indonesia, sebanyak 27,7 persen balita mengalami stunting, yang kemudian berdampak pada kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal (BPS, Profil Statistik Kesehatan 2019).

Situasi ketimpangan kesempatan di Indonesia, tidak terlepas dari dimensi spasial, dengan perbedaan signifikan antara kawasan perkotaan dan pedesaan.

Untuk mendapatkan akses terhadap sanitasi yang layak, seorang anak yang lahir di daerah pedesaan secara umum memiliki kesempatan lebih kecil dibandingkan anak yang lahir dan besar di perkotaan.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, pada 2020 sekitar 84 persen rumah tangga perkotaan di Indonesia memiliki akses terhadap sanitasi layak, sementara itu untuk daerah pedesaan sebesar 76 persen.

Bila dilihat lebih lanjut berdasarkan provinsi, ketidaksetaraan semakin nyata. Di saat hampir semua rumah tangga di Provinsi DI Yogyakarta memiliki akses terhadap sanitasi layak, hanya 24 dari setiap 100 rumah tangga di pedesaan Provinsi Papua yang memiliki akses tersebut.

Ketimpangan kesempatan juga tecermin dalam pendidikan, di mana anak-anak dari keluarga miskin tidak mengenyam pendidikan sampai level tinggi.

 
Ketimpangan kesempatan juga tecermin dalam pendidikan, di mana anak-anak dari keluarga miskin tidak mengenyam pendidikan sampai level tinggi.
 
 

 

Pada 2020, rata-rata lama sekolah penduduk yang berada dalam kelompok 20 persen pengeluaran tertinggi adalah 11,37 tahun, di mana mereka lebih berpeluang untuk menamatkan pendidikan menengah atas.

Lain halnya penduduk dengan pengeluaran terendah yang secara rata-rata hanya mampu bersekolah selama tujuh tahun atau tak mampu menamatkan pendidikan menengah pertama. Seorang anak tak bisa memilih lahir di keluarga, gender, atau tempat tertentu.

Akan tetapi anak yang terlahir di keluarga miskin atau tinggal di daerah terpencil jauh lebih berisiko mengalami tidak hanya kemiskinan dari segi pendapatan tetapi juga berbagai bentuk deprivasi: kekurangan sarana sanitasi, imunisasi tidak lengkap, tidak memiliki jaminan kesehatan, gizi tidak sesuai, kekurangan kesempatan mendapatkan pendidikan dasar, kelahiran tidak tercatat, kondisi hunian tidak layak, dan lain-lain.

Akibatnya, peluang untuk mendapatkan kehidupan layak ketika dewasa pun lebih kecil dibandingkan anak yang terlahir dengan privilese.

Kesenjangan peluang yang semakin melebar selama bertahun-tahun membuat mereka yang lahir dari keluarga miskin semakin sulit keluar dari jeratan kemiskinan. Generasi selanjutnya juga akan mengalami hal yang sama apabila tidak ada intervensi dalam ketidaksetaraan peluang yang ada.

Peluang yang setara

Ketika membicarakan ketimpangan dalam pembangunan ekonomi, konsep yang dibahas umumnya terbatas pada ketimpangan pendapatan tetapi melupakan penyebab ketimpangan itu sendiri.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, ketidaksetaraan kesempatan merupakan salah satu penyebab kemiskinan. Peluang yang dihadapi seseorang untuk mencapai potensi penuh mereka, sangat berbeda sejak awal.

Bukan karena kesalahan mereka sendiri, tetapi hanya karena garis awal yang berbeda. Beberapa memenangkan lotre kelahiran, tetapi yang lain tak seberuntung itu. Dengan memberikan kesempatan yang sama, setidaknya bisa mengurangi ketimpangan di masa datang.

Karena itu, diperlukan kebijakan yang mampu menciptakan kesempatan yang setara. Ini bisa dimulai dari penyediaan pelayanan dasar yang mampu menjangkau semua penduduk terlepas dari latar belakang sosial-ekonominya.

 
Dengan memberikan kesempatan yang sama, setidaknya bisa mengurangi ketimpangan di masa datang.
 
 

 

Hal lain yang tentunya tidak kalah penting adalah penyediaan fasilitas pendidikan, baik untuk mereka yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan,  baik yang lahir dari keluarga miskin maupun keluarga berkecukupan, baik laki-laki maupun perempuan.

Walaupun efeknya baru terasa dalam jangka panjang, modal manusia akan menjadi investasi penting yang bisa dibuat oleh pemerintah untuk kemakmuran dan kualitas hidup masyarakat.

Fokus pada pertumbuhan ekonomi tanpa investasi modal manusia hanya akan semakin meningkatkan ketimpangan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat