Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko memberikan keterangan pers usai menghadiri pelantikan Dewan Pengarah BRIN di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/10/2021). Presiden Joko Widodo melantik 10 pejabat Dewan Pengar | ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Nasional

BRIN: Riset Kita tak Mampu Berkompetisi

BRIN dan peleburan lembaga riset untuk memecahkan masalah fundamental riset.

 

 

JAKARTA -- Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, mengaku tidak bisa mengomentari surat terbuka yang dikeluarkan oleh Aliansi Anak Bangsa Peduli Riset dan Kemajuan Bangsa. Ia mengatakan, revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2021 tentang BRIN merupakan kewenangan Presiden Joko Widodo.

Namun, ia menanggapi usulan untuk mengembalikan tugas BRIN sesuai Undang-Undang Sistem Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek), yakni menjalankan fungsi koordinatif. Handoko menilai usulan tersebut tidak masuk akal.

Sebab, tujuan utama pembentukan BRIN adalah untuk memperbaiki massa kritis sumber daya riset Indonesia yang sangat rendah. “Critical mass sumber daya riset kita yang sangat rendah sehingga kita tidak mampu berkompetisi, atau memfasilitasi pelaku usaha untuk masuk ke riset," kata Handoko, Senin (10/1).

Dia mengatakan, BRIN dan integrasi unit riset kementerian/lembaga sejak awal ditujukan untuk memecahkan masalah fundamental riset Indonesia yang praktis tidak bergerak selama 50 tahun terakhir. Masalah itu adalah adanya dominasi pemerintah dalam aktivitas dan sumber daya riset, baik manusia, infrastruktur, ataupun anggaran.

"Sumber daya tersebut diecer-ecer ke terlalu banyak unit riset di 74 kementerian/lembaga sehingga critical mass sangat rendah di setiap unit dan tidak memiliki kapasitas dan kompetensi untuk berkompetisi secara global. Padahal, riset adalah kompetisi global," kata dia.

photo
Presiden Joko Widodo (kiri) memberi ucapan selamat kepada Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri (kanan) usai dilantik menjadi Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10/2021). Presiden Joko Widodo melantik 10 pejabat Dewan Pengarah BRIN diantaranya Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN. - (ANTARA FOTO/Setpres Lukas)

Dia menilai, dengan pengintegrasian yang dilakukan ke BRIN, pengonsolidasian sumber daya riset dapat langsung dilakukan. Dengan demikian, sumber daya riset bisa dimanfaatkan untuk menjadi fasilitator dan enabler bagi semua pihak, khususnya nonpemerintah, untuk bisa masuk ke riset tanpa harus menanggung investasi dan risiko yang terlalu besar. Karena, riset itu mahal dan berisiko.

Handoko menerangkan, BRIN sudah melakukan proses integrasi. Proses tersebut dimulai dengan pengintegrasian lima entitas pada 1 September 2021, 28 entitas dari kementerian/lembaga pada 1 Januari 2022, dan enam kementerian sisanya pada 31 Januari 2022. "Total ada 39 kementerian/lembaga yang diintegrasikan," kata Handoko.

Dengan integrasi ini, kata dia, BRIN memiliki kapasitas dan kompetensi yang jauh lebih kuat untuk menjadi fasilitator dan enable. Menurut dia, BRIN sudah meluncurkan berbagai skema fasilitasi dan pendanaan untuk publik agar bisa masuk ke aktivitas riset secara terbuka dan kompetitif.

Kisruh peleburan lembaga riset ke BRIN pada awal tahun ini telah memasuki tiga babak. Pertama, nasib para peneliti pada Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman.

photo
Pejalan kaki melintas di depan Kantor Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman di Jakarta, Rabu (5/1). LBM Eijkman dinyatakan resmi melebur bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kini, Nama LBM Eijkman telah berubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman. Terintegrasinya LBM Eijkman ke dalam BRIN diharapkan akan memperkuat kompetensi periset biologi molekuler di Indonesia. Prayogi/Republika. - (Prayogi/Republika.)

Kedua, para pegawai pemerintah non-PNS (PPNPN) mengadu ke Komnas HAM. Ketiga, surat terbuka dan petisi change.org yang mendorong presiden merevisi kebijakannya.

Aliansi Anak Bangsa Peduli Riset dan Kemajuan Bangsa mengeluarkan surat terbuka yang meminta Presiden Joko Widodo untuk menjadikan BRIN sebagai koordinator riset di Indonesia dan tak perlu meleburkan berbagai lembaga riset yang ada. 

Aliansi meminta lembaga penelitian yang dilebur tersebut dikembalikan seperti semula. Sebab, kebijakan ini berpotensi mengakibatkan hilangnya peneliti, yang diprediksi sekitar 1.500-1.600 peneliti non-PNS. 

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta Presiden Joko Widodo memperhatikan aspirasi yang disampaikan para tokoh, guru besar, dan peneliti terkait peleburan lembaga riset ke BRIN. Mulyanto meminta Presiden untuk menjeda proses peleburan tersebut dan mengkaji ulang rencana peleburan lembaga penelitian ke dalam BRIN.

"Presiden jangan cuek dan nekat melanjutkan proses peleburan lembaga penelitian ini ke BRIN karena saat ini saja sudah banyak masalah yang terjadi, mulai dari aspek kelembagaan, anggaran, hingga pengaturan SDM," kata Mulyanto.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by BRIN Indonesia (@brin_indonesia)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat