Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pernyataan tentang Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), di Jakarta, Selasa (4/1/2022). Presiden meminta pada gugus tugas pemerintah yang menangani RUU TPKS untuk segera menyiapkan Dafta | ANTARA FOTO/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden

Nasional

Survei: Mayoritas Masyarakat Belum Tahu RUU TPKS

Publik pada umumnya menilai positif dan mendukung RUU TPKS.

JAKARTA -- Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan hanya 39 persen warga yang tahu atau pernah mendengar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Pada survei 5-7 Januari 2022, ada 61 persen warga yang belum mengetahui adanya RUU TPKS.

"Dibandingkan dengan survei sebelumnya (tatap muka), awareness publik mengenai RUU ini mengalami peningkatan dibanding survei tatap muka pada Maret 2021, 24 persen, dan tidak banyak mengalami perubahan dibanding Mei 2021, 36 persen," kata Manajer Program SMRC, Saidiman Ahmad, dalam konferensi pers daring, Senin (10/1).

Survei telepon yang melibatkan 1.249 responden ini juga menunjukkan, mayoritas dari warga masyarakat yang tahu atau pernah mendengar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) mendukung pembentukan aturan tersebut. Dukungan tersebut cukup merata di setiap kelompok masyarakat.

"Dari yang tahu, mayoritas atau 60 persen setuju dengan adanya UU tersebut. Dukungan yang mayoritas terhadap UU tersebut itu kalau kita bandingkan dengan survei-survei sebelumnya juga konsisten," ujar Saidiman. 

Dari masa pemilih partai, Saidiman mengatakan, lebih dari 50 persen dari massa pemilih PKB, Gerindra, PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, dan PAN setuju dengan adanya UU TPKS. Hanya massa pemilih PKS dan Partai Demokrat yang dukungannya di bawah 50 persen, yakni 37 persen.

Menurut Saidiman, publik pada umumnya menilai positif dan mendukung RUU TPKS. Jika dilihat dari opini publik nasional, pada umumnya dua kebijakan terkait dengan kekerasan seksual tidak menimbulkan resistansi. "Ini modal yang penting bagi DPR dan pemerintah untuk dapat segera mengesahkan RUU TPKS menjadi UU," kata dia menerangkan.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad membantah anggapan bahwa parlemen memperlambat pengesahan RUU TPKS. “Usulan atau inisiatif undang-undang itu justru berasal dari DPR dan ini kami akan bikin. Kami akan buat undang-undang itu dengan bagus," ujar Dasco.

Kendati demikian, partai-partai di DPR masih belum sepakat dengan muatan dalam RUU TPKS. Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Ledia Hanifa mengatakan, RUU TPKS berpotensi melegalkan kebebasan seksual. 

Karena itu, ia berharap RUU TPKS juga mengatur ihwal kebebasan dan penyimpangan seksual. "PKS melihat bahwa harus dilihat bahwa ketika kemudian RUU TPKS hanya membahas kekerasan, tetapi tidak menjerat kebebasan dan penyimpangan seksual," kata Ledia.

Namun, anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan, RUU TPKS hadir untuk memberikan perlindungan bagi para korban kekerasan seksual dan bukan sebagai dukungan terhadap kebebasan seksual. Ia mengatakan, data kekerasan seksual di Indonesia meningkat setiap tahunnya. 

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luluk Hamidah mengatakan, RUU TPKS tidak perlu memasukkan aturan terkait persetujuan seksual atau sexual consent. "Saya tidak bicara tentang apakah perlu diatur atau tidak diatur yang terkait suka sama suka karena memang tempatnya bukan di sini," ujar dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat