Ampul vaksin Moderna yang digunakan untuk vaksinasi massal Covid-19 dosis tiga di Graha Wana Bhakti Yasa, Yogyakarta, Selasa (30/11). Vaksinasi Covid-19 dosis tiga atau vaksin booster untuk relawan ini menggunakan vaksin moderna. | Wihdan Hidayat / Republika

Nasional

Pemberian Booster Perlu Perhatikan Kondisi Tubuh

Booster bukan keharusan.

SOLO – Pemberian vaksin dosis penguat atau disebut booster tidak bisa disamaratakan. Pakar kesehatan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dr Tonang Dwi Ardyanto menyebutkan, pemberian vaksin booster untuk Covid-19 harus memperhatikan kondisi individu.

"Secara ilmiah, kapan seseorang perlu booster, mestinya perlu tes dulu. Apakah orang tersebut antibodinya turun berapa, tetapi saat ini kita belum berada pada titik orang per orang berapa antibodi yang dimiliki, maka lebih dikedepankan masa waktunya," kata staf pengajar Patologi Klinik Fakultas Kedokteran (FK) UNS itu, Jumat (7/1).

Jika pemerintah mengatakan suntikan booster atau tambahan ini diberikan setelah enam bulan dari suntikan kedua, ia mendorong, suntikan bisa diberikan 12 bulan setelah suntikan kedua. "Kami mendorong waktunya 12 bulan lebih rasional," katanya.

Termasuk pemberian booster untuk penyintas, kata dia, secara ilmiah seharusnya memperhatikan antibodi masing-masing individu. "Penyintas kan jumlah virusnya beda, gejala beda, antibodi yang terbentuk juga variatif. Ada penyintas yang antibodinya tinggi, ada yang rendah. Khususnya yang tanpa gejala, antibodi cenderung rendah," katanya.

Ia mengatakan, individu dengan imunitas terkuat adalah orang yang pernah divaksin dan pernah terinfeksi karena memiliki antibodi ganda. "Kalau saya ditanya apakah booster harus diberikan kepada penyintas, saya katakan, tidak harus. Namun, kalau ditanya perlu atau tidaknya, kita lihat kasus per kasus," katanya.

Ia menilai, booster bukan merupakan suatu keharusan. "Saya lebih suka menyebut ini pilihan opsional karena sebagian booster kan ada yang berbayar, sebagian lagi dari pemerintah," katanya.

Di sisi lain, kata dia, yang justru harus segera diselesaikan adalah pemberian vaksin dosis satu dan dua untuk sebagian masyarakat yang hingga saat ini belum tersentuh oleh imunisasi tersebut. "Menutup tahun 2021, ada 41,82 persen penduduk tervaksinasi lengkap dan 19 persen baru dapat satu dosis. Oleh karena itu, ada 39-40 persen yang belum tervaksin sama sekali. Ini harus segera divaksin. Kalau booster untuk antisipasi yang sudah divaksin lama," ujar Tonang.

Program perdana booster yang rencananya dimulai 12 Januari 2022 menyasar 21 juta masyarakat di 244 kabupaten/kota. Prioritas utama penerima booster adalah kelompok lanjut usia (lansia), masyarakat penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan, serta masyarakat dengan pemilik kondisi immunocompromised atau memiliki kondisi tertentu yang menyebabkan pelemahan imunitas tubuh.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kelompok lansia dan PBI adalah penerima booster vaksin yang ditanggung pemerintah alias gratis. Pemerintah juga memiliki skema vaksin booster berbayar.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat