Gedung Republika | musiron

Kabar Utama

Mencari Cara Lain Menyapa Semesta

Praktik-praktik tidak baik dalam memproduksi konten juga harus dihentikan.

Oleh Catatan 29 Tahun Republika

IRFAN JUNAIDI, Pemimpin Redaksi Republika

Begitu banyak pertanyaan datang soal masa depan media massa di tengah masyarakat yang begitu gandrung dengan media sosial dan kecanggihan teknologi gadget. “Hari gini masih ada orang yang baca koran? Masih nonton televisi? Masih mendengar radio?” Begitu sebagian pertanyaan dari banyak kalangan yang ingin mengetahui tantangan mengelola media massa di era seperti sekarang ini.

Harus diakui, bagi sebagian pengelola media massa memang pertanyaan seperti ini bikin nyesek. Tidak mudah untuk menjawabnya dan tantangan yang harus dihadapi memang terus bertambah seiring perubahan cepat yang terjadi di era digital ini. Namun sebenarnya, di balik pertanyaan-pertanyaan itu ada dorongan agar media massa juga tidak terus-menerus diam dalam zona nyaman.

Alam informasi telah banyak berubah. Cara masyarakat mengonsumsi informasi sudah berbeda jauh dibanding beberapa tahun yang lalu. Posisi media massa sebagai penyampai berita pun harus berbagi dengan publik yang kini punya media sosial untuk saling berbagi informasi. Ini bukan pertanda kiamat bagi media massa, sejauh tidak terlena di zona nyaman.

Kegigihan untuk menemukan cara baru dalam menyampaikan informasi yang valid, lengkap, dan kredibel, sangatlah diperlukan. Platform konvensional memang masih memiliki ceruknya sendiri. Namun di luar itu banyak ceruk lain yang hanya bisa dijangkau dengan platform-platform baru yang lebih mudah dan sesuai dengan gaya hidup generasi kekinian.

Tentu konten yang disajikan juga perlu disesuaikan dari sisi kemasan, bukan dari sisi substansi. Secara substansi, media massa tetaplah harus memegang teguh prinsip kerja jurnalistik beserta tata nilai etikanya. Karena di titik itulah media massa memiliki keunggulan. Memang kemudian situasinya menjadi tidak mudah ketika bicara soal monetisasi atau model bisnis media massa.

Situasi dalam semesta digital masih sangat kuat dipengaruhi rezim views. Informasi atau konten yang paling banyak dilihat itulah yang paling potensial dimonetisasi. Persetan dengan urusan etika, kaidah jurnalisme, kebenaran, dan seterusnya, yang penting banyak diklik. Model seperti ini sangatlah tidak sehat untuk perkembangan ekosistem informasi.

photo
Rapat dan Kunjungan Komisaris PT Abdi Bangsa di Gedung Republika Jalan Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan (21/1/1993). Republika/Bakhtiar Phada - (DOKREP)

Masyarakat juga menjadi sakit jika rezim views terus menjadi kiblat keberhasilan konten. Situasi ini banyak sekali dimanfaatkan oleh para penjahat digital yang ingin meraup keuntunan dengan memanipulasi informasi, membegal konten orang lain, melakukan fabrikasi konten-konten palsu (hoaks), dan cara-cara lain yang tidak terpuji.

Media massa tidak bisa sendirian untuk menghadapi tantangan seperti ini. Seluruh ekosistem informasi yang didalamnya tercakup para pengambil kebijakan, dunia usaha, akademisi, opinion leader, juga masyarakat, harus terlibat dalam upaya menemukan cara lain menyehatkan masyarakat melalui informasi.

Praktik-praktik tidak baik dalam memproduksi konten juga harus dihentikan. Mulailah untuk menyebarkan informasi hanya dengan cara yang baik. Di hari jadinya yang ke-29, Republika memilih tema ‘Jangan Berhenti Berbuat Baik’, dengan maksud di antaranya untuk menghentikan cara-cara tidak baik dalam memproduksi informasi.

Melalui tema ini pula Republika mengajak agar media massa bisa berbuat lebih dari sekadar memberitakan. Di setiap kesulitan yang dihadapi masyarakat, hendaklah media massa hadir membantu memberikan solusi. Selamat milad ke-29 untuk Republika

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat