Ilustrasi anak yatim berwudhu. | Republika/ Tahta Aidilla

Khazanah

Donasi untuk Yatim Dhuafa di Jabar Merosot Tajam

Donasi ke lembaga-lembaga kesejahteraan sosial merosot tajam hingga 70 persen.

BANDUNG – Terungkapnya kasus kekerasan seksual di sebuah lembaga pendidikan di Cibiru, Bandung, Jawa Barat (Jabar), tampaknya berimbas buruk bagi kelangsungan lembaga-lembaga kesejahteraan sosial yang mengasuh anak yatim, dhuafa, dan orang jompo. Donasi ke lembaga-lembaga tersebut merosot tajam hingga 70 persen.

“Turunnya sampai 70 persen sehingga berdampak pada 16.200 anak yatim, anak dhuafa, kaum miskin, kaum jompo binaan, terutama yang berada dalam lingkup 126 lembaga sosial di Jabar," kata Ketua Forum Komunikasi Lembaga Peduli Yatim dan Dhuafa (FKL-PYD), Giovani van Rega, dalam konferensi pers di Ponpes Yatim dan Dhuafa al-Kasyaf, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Kamis (30/12).

Giovani menjelaskan, FKL-PYD terdiri atas 126 lembaga sosial yang berlokasi di Jabar dan mengasuh lebih dari 16 ribu anak yatim, dhuafa, dan orang tua jompo. Dia mengatakan, sejak munculnya pemberitaan kasus perbuatan asusila dengan terdakwa berinisial HW, antusiasme masyarakat untuk membantu sesama menurun.

“Data tersebut belum termasuk yang berada di luar FKL-PYD. Tentunya akan mencapai ribuan bahkan ratusan ribu yang terdampak," ujarnya.

Giovani juga menekankan, terdakwa HW adalah oknum yang berbuat asusila terhadap santrinya, menyalahgunakan amanah dan konsepsi sedekah. Hal ini adalah mutlak permasalahan oknumnya sendiri dan tidak berkaitan dengan institusi atau lembaga kesejahteraan sosial (LKS) manapun.

"Sedangkan lembaga-lembaga sosial baik dari pesantren yatim, LKS, rumah tahfiz, panti yatim piatu dan semacamnya itu justru sangat membantu urusan pemerintah dalam melaksanakan tugasnya sesuai Amanat UUD 1945," ujarnya.

Akibat menurunnya donasi, lanjut Giovanni, jadwal makan yang biasanya tiga kali dalam sehari berkurang menjadi dua kali sehari. Menu makanan yang biasanya dilengkapi banyak nutrisi, kini juga terpaksa harus dikurangi.

Misalnya, Ponpes Yatim Dhuafa al-Kasyaf, yang mengasuh 200 anak yatim dan dhuafa, sudah beberapa pekan hanya menyajikan menu ala kadarnya. Bahkan beberapa kali hanya berupa nasi dan ikan asin. Ia mengatakan, apa yang dirasakan lembaganya juga terjadi di lembaga-lembaga yang lain.

 

Menurut dia, menurunnya donasi ke lembaga-lembaga kesejahteraan sosial bukan semata-mata karena situasi pandemi Covid-19 atau kondisi perekonomian yang sedang menurun. Jika itu indikatornya, tidak selaras dengan data The World Giving Index (WGI), di mana Indonesia merupakan negara paling dermawan di dunia.

"Jadi, kemungkinan besarnya, dari data faktualnya, yaitu dari pemberitaan yang sebelumnya barangkali secara sengaja dan tak sengaja, menjadikan kita terdampak. Banyak bukti dari kami dengan menggunakan WA blast dan media-media. Mereka (masyarakat) me-WA kami secara langsung, jadi takut dan harus berhati-hati," kata dia.

Sekretaris FKL-PYD, Encep Yuyus, juga menuturkan, bagaimanapun tanggung jawab sosial sebagai manusia merupakan hal yang sangat penting. Karena itu, ketika ada masalah yang menimbulkan traumatis tentu perlu diluruskan bahwa pemberitaan itu hanya untuk oknum dan bukan lembaga secara menyeluruh.

"Kami hanya ingin berbicara kepada publik agar kami bisa diberi solusi. Saya yakin para pemangku kebijakan di Indonesia akan bertindak cepat dan memberi solusi terbaik sehingga masyarakat menjadi clear kembali dan tidak traumatis," ujarnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat