Masjid Sehitlik di Berlin, Jerman. | DOK Wikipedia

Arsitektur

Masjid Sehitlik, Cahaya Islam di Berlin

Sejarah Masjid Sehitlik tidak lepas dari hubungan diplomatik Jerman-Turki.

OLEH HASANUL RIZQA

Kekhalifahan Turki Utsmaniyah pernah menjadi kekuatan yang berpengaruh besar di dunia. Hegemoninya meluas tidak hanya di Asia, tetapi juga sebagian Afrika dan Eropa. Karena itu, berbagai negeri menaruh respek kepadanya.

Salah satu negeri yang menjalin hubungan diplomatik dengan Turki Utsmaniyah ialah Jerman. Relasi antara keduanya, sekurang-kurangnya, mulai terjalin hangat sejak akhir abad ke-18. Waktu itu, Jerman masih menyandang nama Kerajaan Prussia.

Sultan menunjuk Giritli Ali Aziz Efendi sebagai duta besar Utsmaniyah untuk Prussia. Di negeri Eropa Tengah itu, sang dubes menjalankan tugasnya dengan amat baik.

Bahkan, sesudah Efendi wafat di Berlin pada 1798 M, kaisar Prussia saat itu, Friedrich Willhelm III, menghibahkan sebidang tanah di Tempelhof. Lahan itu diperuntukkannya bagi tempat peristirahatan terakhir diplomat Turki tersebut. Itulah awal mulanya kompleks permakaman khusus Muslim di Berlin.

Sepanjang abad ke-19, komunitas Turki di Prussia terus tumbuh berkembang. Dalam Perang Dunia I, Utsmaniyah berada dalam blok yang sama dengan Jerman. Keduanya lalu sama-sama menderita setelah kubu Sekutu memenangkan pertempuran.

Melewati Perang Dunia II, “wajah” Prussia dan Utsmaniyah tidak lagi sama. Riwayat Prussia tamatlah sudah. Hingga tahun 1949, statusnya menjadi wilayah pendudukan Sekutu. Dalam masa Perang Dingin, negeri itu bahkan terpecah menjadi dua: Jerman Timur yang berhaluan komunis dan Jerman Barat dengan ideologi liberal.

Adapun Utsmaniyah juga berubah drastis, khususnya sejak 3 Maret 1924. Wilayah kekhalifahan yang dahulu membentang luas, kini menciut karena banyak kawasan menyatakan merdeka dari kendali Istanbul. Lantas, Mustafa Kemal mendeklarasikan berdirinya Republik Turki yang menganut paham sekuler.

photo
Sejarah pembangunan Masjid Sehitlik di Berlin berkaitan dengan hubungan diplomatik yang lama terjalin antara Turki dan Jerman. - (DOK EPA KAMIL ZIHNIOGLU )

Dua negara dengan dua nasib masing-masing sesudah PD II. Bagaimanapun, hubungan keduanya dapat terbaca pada perkembangan yang terjadi di area makam Ali Aziz Efendi. Kompleks itu terus mengalami perluasan hingga 2.550 meter persegi. Tentunya, tidak semua lahan itu difungsikan sebagai kuburan.

Oleh masyarakat Turki di Jerman, kawasan tersebut digunakan untuk mengembangkan kegiatan keislaman. Tanpa harus mengabaikan jejak histori di sana. Karena itu, mereka menamakan lahan tersebut sebagai Sehitlik, yang berarti ‘syuhada’ atau ‘martir'.

Sebab, kala PD I dahulu tempat itu pernah dijadikan sebagai pusat perawatan tentara Turki yang terlibat pertempuran. Di sana pula, banyak jenazah prajurit Turki yang wafat dimakamkan secara Islam.

Memasuki era 1980-an, komunitas Turki di Berlin berinisiatif untuk mendayagunakan sisa lahan yang tersedia di Area Sehitlik. Mereka kemudian berupaya mendirikan masjid di sana. Setelah melalui pelbagai usaha, akhirnya berdirilah Masjid Berlin Turk Sehitlik Camii pada 1983. Hingga kini, tempat ibadah itu lebih dikenal dengan nama Masjid Sehitlik.

photo
Perancang Masjid Sehitlik di Berlin, Jerman, diketahui bernama Hilmi Senalp, yang juga kawan dekat presiden Turki saat ini, Recep Tayyip Erdogan. - (DOK EPA KAMIL ZIHNIOGLU)

Seperti tampak pada tampilan luarnya, masjid tersebut sangat menonjolkan nuansa arsitektur khas Utsmaniyah. Denah bangunan itu berupa persegi panjang. Tepat di dekatnya, yakni pada sisi barat, terhampar lahan permakaman, termasuk kuburan sang dubes Ali Aziz Efendi.

Bangunan pusat keislaman itu memiliki sebuah kubah besar dan dua menara lancip, yang menunjukkan ciri unik arsitektur Utsmaniyah. Perancangnya diketahui bernama Hilmi Senalp, yang juga kawan dekat presiden Turki saat ini, Recep Tayyip Erdogan. Karya-karya Senalp dapat dijumpai pula di Tokyo (Jepang) dan Turkmenistan.

Dari awal pembangunannya hingga beberapa kali renovasi, masjid ini sudah mengalami perluasan. Saat ini, masjid tersebut memiliki luas 1.360 meter persegi yang terdiri atas empat lantai, yaitu basement, lantai dasar, lantai satu, dan dua. Luas ini belum termasuk kantor pengurus masjid dan minimarket yang berdiri di halaman.

Dengan taman dan pemakaman, luas kompleks masjid itu mencapai 2.805 meter persegi. Lantai paling bawah Masjid Sehitlik difungsikan sebagai aula serbaguna. Lantai dasar awalnya hanya dipakai untuk ruang shalat. Kemudian, bagian itu digunakan sebagai ruang rapat dan tempat-shalat tambahan.

Adapun ruang shalat utama berada di lantai pertama. Pada lantai pertama pula, dua menara masjid itu berdiri. Lantai di atasnya dibuat berbentuk balkon dan digunakan sebagai tempat shalat wanita.

photo
Sisi interior Masjid Sehitlik di Berlin tak ubahnya masjid khas budaya Utsmaniyah. - (DOK EPA KAMIL ZIHNIOGLU)

Seperti halnya arsitektur Utsmaniyah, masjid ini memiliki sebuah kubah raksasa yang dikelilingi lengkungan setengah bola pada delapan sisi. Kubah besar itu memiliki tinggi 21,1 meter. Bebannya ditopang oleh delapan pilar tebal yang tertancap pada lantai pertama masjid.

Adapun tiap menara mencapai ketinggian 37,07 meter. Pembangunannya sempat menuai protes. Sebab, lokasi Masjid Sehitlik kebetulan tidak begitu jauh dari bandar udara Tempelhof. Sesuai kesepakatan, menara ini hanya boleh dengan tinggi tidak lebih dari 38 meter. Di samping itu, pihak takmir juga harus membayar denda sebesar 80 ribu euro sebagai kompensasi.

Keanggunan memancar dari sisi interior rumah ibadah Islam ini. Mihrabnya diukir dengan sangat indah. Di atasnya, terdapat ornamen-ornamen kaligrafi Alquran. Lampu hias menggantung di bawah kubah utama.

photo
Sisi dalam kubah Masjid Sehitlik. Bangunan pusat keislaman itu memiliki sebuah kubah besar dan dua menara lancip, yang menunjukkan ciri unik arsitektur Utsmaniyah. - (DOK EPA KAMIL ZIHNIOGLU)

Di tengah-tengah kubah bagian dalam terdapat kaligrafi surah al-Ikhlas yang berwarna keemasan. Pada lengkungan di atas pilar penyangga kubah utama terdapat kaligrafi bertuliskan lafazh Allah. Di dekatnya, ada guratan nama-nama Nabi Muhammad SAW serta para sahabat, yakni Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Pada 2010 lalu, Masjid Sehitlik sempat menjadi sasaran tindakan Islamofobia. Akibatnya, sebagian bangunan tersebut mengalami kerusakan. Ditaksir, kerugian saat itu mencapai 60 ribu euro.

Bagaimanapun, masyarakat Muslimin Jerman, khususnya di Berlin, terus mengupayakan kehidupan yang toleran dan terbuka. Tidak hanya mengadakan open mosque, pihak takmir setempat juga sering menggelar kajian-kajian keislaman yang mengundang siapapun untuk datang.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat