Kapolres Brebes AKBP Faisal Febrianto (tengah) beserta jajarannya menunjukkan barang bukti saat ungkap kasus penyebar berita bohong (hoaks) di Polres Brebes, Rabu (21/7/2021). | ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Nasional

Hoaks Mudah Menyebar karena Dikemas Menyentuh Emosi’

Konten hoaks yang paling laku keras akhir-akhir ini adalah terkait topik politik dan pandemi Covid-19.

JAKARTA – Ketua Komite Fakta Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo), Aribowo Sasmito, menilai berita palsu atau hoaks menyebar enam kali lebih cepat dibanding berita verifikasinya. Musababnya, masyarakat lebih tertarik dengan kabar hoaks lantaran dikemas dengan narasi bombastis, heboh, dan menyentil emosi.

"Orang mau setinggi apapun jabatannya, mau sebanyak apapun gelar akademiknya, kalau sudah tersentuh sisi emosionalnya pasti jadi penyebar hoaks. Karena dirinya telah diambil alih oleh emosinya," kata Ari saat diskusi daring rangkaian acara Indonesia Fact-Checking Summit 2021, Kamis (16/12).

Berdasarkan pengamatan Ari, konten hoaks yang paling laku keras akhir-akhir ini adalah terkait topik politik dan pandemi Covid-19. Dua isu ini tentu berkaitan dengan sisi emosional, apalagi saat ini masih ada residu perpecahan masyarakat akibat Pilpres 2019.

"Kedua kelompok pendukung akan dipisah karena masing-masing adalah pasar yang bisa digarap. Salah satu cara mereka membuat hoaks adalah dengan dengan menggunakan isu SARA. Yang ada Cina-nya pasti laku hoaks-nya," papar Ari.

Salah satu contohnya, kata dia, adalah kabar hoaks soal mayat orang Cina bergelimpangan di jalanan Kota Wuhan.

photo
Wakil Direktur Dit Reskrimsus Polda Kalbar AKBP Pratomo Satriawan (kanan) memperlihatkan barang bukti berupa tangkapan layar (screenshot) dari tersangka penyebar berita bohong tentang vaksin Covid-19 saat rilis kasus di Polda Kalbar, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (28/1/2021). - (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang)

Perwakilan Google Indonesia, Arianne Santoso, menyarankan para pembuat konten cek fakta untuk meniru formula yang diterapkan perusahaannya dalam membuat konten melawan hoaks. Formulanya adalah menerapkan teori retorika dari Aristoteles. Teori itu menyatakan bahwa terdapat tiga aspek dalam menyampaikan informasi, yakni ethos, logos, dan pathos.

Secara berurutan ketiganya berarti kredibilitas, logis, dan emosional. "Kami percaya tiga elemen itu sangat penting. Konten harus dibuat dengan logis atau di-support fakta, menyentuh sisi emosional, dan (menggunakan sumber) kredibel," ujar Arianne.

Selain itu, Arianne menyarankan para penggiat cek fakta untuk menyeragamkan narasi sehingga penyebaran pesannya bisa lebih efektif. "Mungkin banyak orang mau meng-counters hoaks, tapi narasinya berbeda-beda," kata dia.

Penggiat media sosial RA Adaninggar Primadia Nariswari berpendapat, konten 'cek fakta' atau konten verifikasi kerap kalah saing dengan informasi hoaks karena perbedaan cara penyajian. Menurutnya, konten hoaks biasanya dikemas dengan mengedepankan sisi emosional meski tanpa argumentasi rasional. Walau demikian, audiens bakal tertarik dan bahkan menjadi percaya karena sisi emosionalnya sudah tersentuh.

photo
Warga melewati mural (lukisan dinding) komik antihoaks di Kampung Hepi, Joho, Manahan, Solo, Jawa Tengah, Selasa (7/4/2020). Mural tersebut dibuat warga setempat untuk mengedukasi warga tentang hidup bersih dan sehat sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19 sekaligus mengampanyekan gerakan antihoaks. - (ANTARAFOTO)

"Misalnya konten hoaks soal efek samping vaksin, mereka membuat konten hoaks itu dengan mengglorifikasi rasa empati dan mereka berlagak bak pahlawan bagi masyarakat," kata dr Ning.

Dokter spesialis penyakit dalam ini menambahkan, konten cek fakta atas informasi hoaks, biasanya hanya mengedepankan sisi rasionalitas. "Konten kita itu kalah feel-nya sama konten hoaks," kata dokter yang memiliki 145 ribu pengikut di Instagram ini.

Oleh karenanya, para penggiat cek fakta, baik itu para pendengung maupun media massa, harus mulai mengemas konten yang bisa menyentuh sisi emosional audiens. "Saya selalu bikin konten dengan hati. Audiens biasanya lebih connect, bukan hanya cuma baca lalu lewat (lupa)," imbuh pemilik akun Instagram @drningz ini. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat