Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) menunjukkan barang bukti berupa uang sitaan kasus TPPU dan korupsi Jiwasraya di kantor Kejagung, Jakarta, Selasa (7/7). | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Perusahaan Hasil Korupsi akan Disita

Kejakgung segera menerbitkan petunjuk penyitaan korporasi untuk kejaksaan di daerah.

JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) akan menerapkan pola baru dalam penanganan tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU). Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono mengatakan, salah satunya adalah fokus pada pengembalian kerugian negara.

Pengalaman dalam penanganan kasus korupsi dan TPPU PT Asuransi Jiwasraya (AJS) memungkinkan untuk melakukan sita terhadap korporasi para tersangka yang bersumber dana dari hasil korupsi maupun badan hukum swasta yang dijadikan aliran TPPU. Ali Mukartono mengatakan, pola baru berupa penyitaan korporasi swasta sebagai salah satu dari delapan program kerja yang akan dicanangkan dari hasil rapat kerja (raker) Jampidsus-Kejakgung akhir pekan lalu.

“Program ke depan 2022 ada banyak. Ada delapan saya kira. Salah satunya penguatan dan perbaikan di internal (kejaksaan). Misalnya tentang tata cara bagaimana menyita perusahaan dari hasil korupsi dan TPPU. Kita akan keluarkan aturan ini,” ujar Ali, Ahad (12/12). 

Ia menjelaskan, di Jampidsus, aksi hukum berupa penelusuran perusahaan para tersangka korupsi dan TPPU sudah dilakukan. Dari penelusuran tersebut, bahkan berujung pada sita untuk pengganti kerugian negara. “Kita kemarin, pada saat (kasus) Jiwasraya, kan bisa kita sita perusahaan-perusahaan tersangka. Itu bisa (sita perusahaan),” ujar Ali.

photo
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (8/9/2020). - (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Namun, pola tersebut diakuinya belum pernah terjadi di level kejaksaan wilayah maupun daerah. “Ini yang di daerah-daerah belum tahu caranya bagaimana (menyita perusahaan). Belum pernah. Jadi nanti itu, kita terbitkan petunjuk dan tata cara supaya bisa dilakukan,” ujar Ali.

Direktur Penyidikan Jampidsus, Supardi menyampaikan, penyitaan bukan hanya dilakukan terhadap perusahaan milik tersangka kasus Jiwasraya yang sudah inkracht di pengadilan. Dalam penyidikan kasus PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), Jampidsus juga menyita perusahaan yang diduga bersumber dari hasil korupsi dan TPPU.

Kata Supardi, selama ini fokus penyitaan cuma pada aset perusahaan. Tetapi, pengalaman penuntasan dua kasus megakorupsi dan TPPU Jiwasraya dan ASABRI, penyitaan terhadap perusahaan itu dapat dilakukan. “Ya, itu sita perusahaan-perusahaan itu kan baru di level kita di tingkat pusat. Di daerah-daerah, kita akan dorong supaya kasus-kasus korupsi itu juga turut menyita perusahaannya,” ujar Supardi, Ahad (12/12).

Ia menambahkan, penyitaan perusahaan tak mematikan kegiatan korporasinya. Kejaksaan tak ingin proses penegakan hukum malah menjadi pemicu terjadinya gejolak sosial di internal para pekerja dan karyawan pada perusahaan tersebut.

Pada kasus Jiwasraya maupun ASABRI, aksi sita korporasi tetap membiarkan perusahaan eksis. Namun dalam penguasaan dan dikelola negara sampai adanya keputusan yang tetap dari pengadilan.

Dalam kasus Jiwasraya dan ASABRI, Jampidsus memang masif melakukan penyitaan. Dalam kasus yang merugikan negara Rp 16,8 triliun itu, penyitaan berupa aset senilai Rp 18,6 triliun.

Dari penyitaan tersebut, juga turut menyita perusahaan milik terpidana Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat. Keduanya sudah inkracht dipidana seumur hidup dan dihukum mengganti kerugian negara masing-masing Rp 5,6 triliun dan Rp 10,7 triliun.

Begitu juga dalam penyidikan ASABRI. Pada kasus yang merugikan negara Rp 22,78 triliun itu penyitaan aset sementara oleh Jampidsus baru di angka Rp 16,2 triliun. Pada kasus ASABRI juga menetapkan Heru Hidayat dan Benny Tjokro sebagai terdakwa. Dari dua bos PT Trada Alam Minera (TRAM) dan PT Hanson Internasional (MYRX) tersebut, juga kembali menyita banyak aset, termasuk perusahaannya.

Komisi Kejaksaan (Komjak) mendorong Kejakgung maksimal dalam mengeksekusi aset rampasan yang sudah inkracht di pengadilan untuk pengembalian kerugian negara. Dalam kasus Jiwasraya dan ASABRI, kerugian negara masing-masing setotal Rp 16,8 triliun dan Rp 22,78 triliun.

Ketua Komjak, Barita Simanjuntak mengatakan, Kejakgung, harus dapat meninggikan kepercayaan publik terkait pengembalian kerugian negara yang diakibatkan dua kasus korupsi dan TPPU tersebut.

“Kita dari Komjak mendorong agar Kejaksaan Agung untuk penelusuran aset-aset terpidana (kasus Jiwasraya) maupun terdakwa (dalam kasus ASABRI) ini bisa sesuai untuk pengembalian kerugian negara,” ujar Barita. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat