Sejumah pekerja menyelesaikan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (6/12/2021). Perekonomian Indonesia kuartal IV/2021 diperkirakan bisa mencapai pertumbuhan seperti pada kuartal II/2021. | ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Kabar Utama

Indonesia Tampung Sejumlah Gagasan Anggota G-20

Indonesia menjaring berbagai masukan dan rekomendasi topik prioritas anggota G-20.

BADUNG -- Finance and Central Bank Deputies Meetings (FCBD) yang merupakan kick-off Presidensi G-20 Indonesia jalur keuangan berakhir pada Jumat (9/12). Indonesia menjaring berbagai masukan dan rekomendasi topik prioritas dari pertemuan para deputi keuangan dan bank sentral negara-negara anggota G-20.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan, masukan dari seluruh anggota G-20 dan lembaga internasional akan dibawa ke dalam pertemuan jalur keuangan level menteri dan gubernur bank sentral pada Februari 2022. 

Secara substansi, ada enam topik prioritas yang akan dibahas pada level yang lebih tinggi. Tiga di antaranya terkait dengan isu kebanksentralan. Dody menjelaskan, beberapa topik itu terkait perkembangan ekonomi global, strategi keluar dari krisis, dan dampak luka memar akibat pandemi.

Dalam pertemuan yang berlangsung selama dua hari sejak Kamis (9/12), setiap negara menyampaikan ulasan outlook ekonomi masing-masing dan secara global. Secara umum, Dody menyebut semua peserta menyampaikan bahwa pemulihan ekonomi sudah berada pada jalurnya, namun dengan kecepatan yang lambat.

photo
Foto pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (10/12/2021). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan realisasi anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga 3 Desember 2021 mencapai 68,6 persen atau Rp 513,17 triliun dari pagu Rp 744,7 triliun meningkat diibandingkan kuartal III 2021 sebesar Rp 101,18 triliun. - (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Pemulihan terus berlangsung, tapi ada beberapa risiko yang harus dihadapi, seperti risiko kesehatan, inflasi, sisi pasokan, rendahnya level produksi, termasuk isu perubahan iklim. Isu-isu tersebut menjadi risiko pada outlook perekonomian 2021-2022.

"Ada penekanan bahwa normalisasi kebijakan dalam exit strategy harus dilakukan secara mulus, bertahap, menghindari normalisasi prematur," kata Dody dalam konferensi pers FCBD, di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (10/12). 

Ia mengatakan, transisi yang mulu atas suatu normalisasi kebijakan diperlukan karena pemulihan suatu negara dipengaruhi banyak faktor, termasuk kondisi global. Pemulihan yang lebih cepat di satu negara akan berdampak pada perlambatan pemulihan negara lain. Ini juga bisa berdampak pada instabilitas sistem keuangan jangka panjang.

Dody menekankan, setiap normalisasi harus terukur dan terkomunikasikan dengan sangat baik karena berkaitan dengan persepsi pasar. Selain itu, dampak luka memar dari pandemi juga perlu dibahas demi melahirkan kebijakan struktural pendukung. "Tanpa kebijakan struktural maka akan menyulitkan pemulihan ekonomi," katanya.

Industri manufaktur juga sangat perlu dukungan struktural di tengah permintaan yang tinggi seiring pemulihan ekonomi. Tidak hanya dari sisi korporasi, masalah utama juga terkait dengan tenaga kerjanya. Kebutuhan keahlian baru akan semakin meningkat di kondisi kenormalan baru.

"Seperti keahlian dalam bidang informasi teknologi karena digitaliasi akan jadi poin penting untuk mengatasi dampak luka memar," katanya.

Pada Presidensi G-20 Indonesia, salah satu isu yang juga akan diangkat adalah cara memperkuat sisi keuangan dan tata kelola di Dana Moneter Internasional (IMF). Ini karena IMF adalah pusat dari dari jaring pengaman keuangan internasional.

Maka, penting bagi IMF untuk diperkuat permodalannya, termasuk dari sisi tata kelola dan mekanisme voting masing-masing negara anggota. Selama ini, negara maju punya hak voting lebih besar.

Dody menungkapkan, upaya untuk lebih menyeimbangkan nilai voting dengan negara-negara emerging market biasanya sangat sulit mencapai titik temu. Dalam kondisi pandemi saat ini, misalnya, negara maju memiliki alokasi special drawing rights (SDR) yang lebih besar.

Padahal, negara berkembang jauh lebih membutuhkan. SDR ini jadi salah satu sumber bantuan bagi negara miskin. 

Ada banyak rekomendasi agar negara maju menyumbangkan atau mengalokasikan SDR-nya untuk negara miskin. Penerapan hal ini cukup kompleks karena penggunaannya harus melalui persetujuan parlemen.

photo
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo berjalan bersama saat Opening Ceremony Presidensi G-20 Indonesia 2022 di Jakarta, Rabu (1/12/2021). Presidensi G-20 Indonesia dimulai pada 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022 dengan mengusung tema "Recover Together, Recover Stronger". - (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.)

"Indonesia juga termasuk diminta untuk menyerahkan sejumlah SDR kita ke negara yang lebih membutuhkan, tapi itu tentu setelah melihat kebutuhan kita sendiri," katanya.

Hal lain yang turut dibahas adalah terkait digitalisasi. Negara-negara G-20 sepakat untuk lebih memperhatikan risiko digitalisasi yang terjadi saat ini. Pembahasan yang mencuat, antara lain, mengenai risiko dari kripto.

Dody mengatakan, banyak negara sepakat untuk tidak mengakui kripto sebagai mata uang. "Penerapan dalam bentuk aset sebagai investasi juga sangat perlu memperhatikan aspek-aspek fundamental yang bisa berdampak secara sistemis," katanya. 

Sistem kesehatan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong negara-negara anggota G-20 melakukan upaya pemerataan sistem dan infrastruktur kesehatan dunia. Senior Advisor of the Director General WHO Bruce Aylward menyampaikan, setidaknya dibutuhkan dana 23 miliar dolar AS untuk kebutuhan tersebut. 

"Kita butuh sekitar 23 miliar dolar AS untuk mempersiapkan kemerataan sistem kesehatan di seluruh negara," katanya dalam Media Briefing Finance and Central Bank Deputies Meeting, di Bali, Jumat (9/12).

Bruce mengatakan, kesenjangan sistem kesehatan yang terjadi antara negara maju dan negara miskin sangat lebar. Negara maju punya tingkat vaksinasi hingga 70 persen, sementara negara miskin hanya sekitar tujuh persen.

WHO mendorong negara-negara maju untuk masuk dalam kerangka kerja WHO dalam upaya pemerataan tersebut. Hal ini karena pemulihan ekonomi global akan sangat bergantung pada memperkecil celah perbedaan.

Menurutnya, nilai 23 miliar dolar AS sangat kecil bagi negara-negara maju. Ia optimistis dengan satuan tugas kesehatan dan keuangan yang telah dibentuk Indonesia sebagai Presidensi G-20 dapat mencegah adanya pandemi selanjutnya serta memperkuat sistem kesehatan dunia. 

"Ini akan mendorong pencegahan, meningkatkan kesiapan, dan respons dalam bentuk mekanisme dan arsitektur kesehatan yang terukur," katanya.

Bruce juga mengingatkan setiap negara yang akan membuka kembali sektor perekonomiannya untuk tetap patuh pada protokol kesehatan yang ketat. Apalagi adanya varian omikron yang terbukti menular lebih cepat. "Tingkat ketaatan pada protokol kesehatan sangat menentukan kesuksesan dari pembukaan sektor perekonomian," katanya. 

Sementara itu, IMF menyatakan komitmennya untuk membantu negara-negara mengatasi dampak pandemi. Bantuan yang diberikan bukan hanya pendanaan, tapi juga kombinasi kebijakan berupa asistensi, kepakaran, analitikal, hingga pengembangan kapasitas. 

photo
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (tengah) didampingi Gubernur Bali Wayan Koster (kanan) meninjau Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) Sekar Tanjung, Desa Sanur Kauh, Denpasar, Bali, Kamis (25/11/2021). Menteri Luhut Binsar Pandjaitan melakukan kunjungan ke sejumlah lokasi di Bali seperti TPS 3R Sekar Tanjung Denpasar serta hutan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai untuk meninjau kesiapan Bali sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 pada tahun 2022. - (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)

First Deputy Managing Director IMF Geoffrey Okamoto mengatakan, sejumlah negara yang ada di G-20 telah mengalami perkembangan signifikan. Negara emerging market anggota G-20 juga sudah memiliki fondasi yang lebih kuat dan sangat berkontribusi dalam meningkatkan pemahaman dampak krisis pada perekonomian global.

"Dari waktu ke waktu kita mendengarkan berbagai macam perspektif dari macam-macam negara dalam menghadapi kondisi saat ini," katanya.

Tantangan yang dihadapi negara-negara emerging market dinilai unik, sehingga menambah pendalaman terhadap masalah. Kendati demikian, IMF memotret banyak optimisme dari negara-negara mealui kebijakan yang ada. 

Ia mengingatkan, kolaborasi dan kerja sama yang intensif antara berbagai pemangku kepentingan akan mempermudah kalibrasi tantangan yang ada. "Para negara-negara juga terus berkomunikasi, termasuk dengan institusi internasional, ini telah berjalan dengan baik," katanya.

Menurut Geoffrey, saat ini merupakan waktu bagi setiap negara, khususnya anggota G-20 untuk mengukur kapasitas, memperbaiki infrastruktur ekonomi negara, serta bergandengan untuk menghadapi tantangan bersama. Ia berharap pertemuan G-20 yang telah dimulai dari FCBD bisa produktif dalam menemukan berbagai inisiatif pemulihan dan pembangunan jangka panjang.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat