Penyadang disabilitas saat akan menaiki MRT di Stasiun Bundaran HI, Jakarta, Jumat (3/12/2021). | Republika/Putra M. Akbar

Opini

Kota Inklusif Disabilitas

Pemerintah kota harus membuka ruang keterlibatan penuh kelompok disabilitas.

Oleh NIRWONO JOGA

NIRWONO JOGA, Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan

Setiap 3 Desember masyarakat memperingati Hari Disabilitas Internasional (HDI). Tema HDI tahun ini cukup panjang, yakni ‘Leadership and Participation of Persons with Disabilities Toward an Inclusive, Accessible and Sustainable Post-Covid-19 World’ atau “Kepemimpinan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas Menuju Tatanan Dunia yang Inklusif, Aksesibel, dan Berkelanjutan Pasca-Covid-19”.

Tujuannya, menjawab tantangan dan permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang disabilitas, menghilangkan stigma terhadap penyandang disabilitas, dan memberikan sokongan untuk meningkatkan kemandirian dan kesamaan hak penyandang disabilitas dalam berbagai aspek kehidupan.

Kesempatan ini, momentum tepat mewujudkan pentingnya kota inklusif disabilitas. Kota merupakan wujud peradaban yang memberi ruang, peluang, dan uang bagi manusia untuk mengembangkan diri. Kota harus dapat dinikmati dan dimanfaatkan semua orang.

 
Pemerintahan harus meningkatkan pemahaman isu disabilitas dan memobilisasi dukungan terhadap kesetaraan hak kelompok disabilitas.
 
 

Tantangan sekaligus peluang mewujudkan kota untuk semua, termasuk kota inklusif disabilitas merupakan esensi Agenda Baru Perkotaan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Tujuan 11, kota yang aman, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan.

Pemerintahan harus meningkatkan pemahaman isu disabilitas dan memobilisasi dukungan terhadap kesetaraan hak kelompok disabilitas, serta meningkatkan kesadaran dan kepedulian di segala aspek kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya disabilitas.

Penyandang disabilitas makin banyak yang membuktikan diri bisa hidup mandiri, sukses meniti karier, dan menghasilkan karya luar biasa.  Hal yang mereka perlukan, kesempatan dan dukungan dari pendidikan hingga tempat kerja inklusif serta ramah disabilitas.

Selaras UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas, yakni setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Secara terminologi, disabilitas adalah setiap orang yang mengalami hambatan dalam aktivitas keseharian ataupun partisipasinya dalam masyarakat karena desain sarana prasarana publik yang tak universal dan lingkungan sosial, yang masih hidup dengan ideologi kenormalan.

 
Negara bertanggung jawab terhadap penghormatan (to respect), perlindungan (to protect), dan pemenuhan (to fulfill) hak kaum disabilitas.
 
 

Negara bertanggung jawab terhadap penghormatan (to respect), perlindungan (to protect), dan pemenuhan (to fulfill) hak kaum disabilitas. Ini sesuai UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Disabilities.

Salah satunya dengan membangun kota inklusif disabilitas sebagai bentuk kesetaraan kelompok disabilitas dan pengejawantahan surah ‘Abasa: 2, Ali Imran: 49, an-Nur: 61, al-Fath: 17, al-Maidah: 110.

Perwujudan kota inklusif disabilitas masih diwarnai berbagai keterbatasan dan tantangan ketidakadilan, akibat kurangnya wawasan ataupun kesempatan yang sama bagi disabilitas untuk berpartisipasi dalam pembangunan kota.

Untuk itu, pemerintah kota harus membuka ruang keterlibatan penuh kelompok disabilitas dalam proses perencanaan, perancangan, penganggaran, pembangunan, dan pengelolaan kota.

Strategi pemberdayaan disabilitas yang komprehensif, memerlukan pelibatan berbagai pemangku kepentingan yang didukung kebijakan strategis dan politik anggaran responsif disabilitas yang memadai dari tingkat pusat, provinsi, dan kota/kabupaten.

Kota dengan serius mengakhiri diskriminasi terhadap disabilitas dan memastikan kesempatan yang sama di segala bidang kehidupan.

Kota memberlakukan disabilitas sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia, yang notabene bagian dari keragaman umat manusia seutuhnya. Kota mengakomodasi kebutuhan khusus disabilitas dalam melangsungkan kegiatannya sehari-hari.

 
Selain itu, kota harus memberikan pengakuan terhadap pekerjaan dan pelibatan disabilitas secara penuh, dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. 
 
 

Kota inklusif disabilitas merupakan bentuk kesetaraan sosial antara disabilitas dan non-disabilitas, yang diperlakukan sama dan diterima secara tulus tanpa diskriminasi dalam kehidupan sosial masyarakat kota (surah an-Nur: 61).

Selain itu, kota harus memberikan pengakuan terhadap pekerjaan dan pelibatan disabilitas secara penuh, dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Kota harus lebih responsif, peka, ramah, atau inklusif terhadap kebutuhan kaum disabilitas.

Kota memiliki kondisi fisik infrastruktur yang mampu mendukung mobilitas, serta sesuai kebutuhan khusus warga disabilitas yang sangat beragam.

Rancangan dan sarana perkotaan memfasilitasi kebutuhan khusus disabilitas, menjamin keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam beraktivitas baik di angkutan umum, ruang publik, taman kota, maupun bangunan umum.

Karena, semangat kota inklusif disabilitas ialah melindungi dan mengayomi kelompok disabilitas (surah ‘Abasa 1-2). 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat