Sejumlah lansia belajar mengaji saat mengikuti Pesantren Ramadhan Lansia di desa Tegalurung, Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (16/4/2021). Pesantren kilat yang digelar Saung Belajar Lansia itu diikuti puluhan lansia untuk mengisi waktu selama ramadh | ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

Opini

Urgensi Pendidikan Islam untuk Lansia

Lansia dinilai lebih memiliki kematangan menyerap kearifan Islam

 

AHMAD BUKHORI SUSANTO; Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam UMM 

Populasi usia lanjut terus meningkat di seluruh dunia. Perhatian negara-negara pada faktor-faktor yang dapat dimodifikasi untuk meningkatkan kesehatan kehidupan di kemudian hari juga terus dibicarakan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Bab I Pasal 1 ayat 2 disebutkan, maksud dari lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan masa lanjut usia menjadi empat golongan, yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Dilansir dari WHO Ageing and health (4-10-2021) adanya bukti yang menunjukkan proporsi kehidupan yang baik secara umum tetap konstan dalam kesehatan dan menyiratkan tahun-tahun ke depan akan berada dalam kesehatan yang buruk. Asumsi itu implikasinya akan menjadi nyata, bahkan lebih negatif bagi orang tua dan masyarakat bila penurunan kapasitas fisik dan mental mendominasi. Hal tersebut direspon oleh seluruh pihak di belahan dunia mana pun dalam bentuk pranata ataupun gagasan dengan berbagai konsepnya.

Sebagaimana dicatat, penuaan positif (positive ageing) adalah salah satu konsep yang telah berkembang dalam perdebatan akademis dan publik dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah penelitian dilakukan maupun makalah ditulis untuk mengeksplorasi konsep penuaan positif sebagai ancangan terhadap kesehatan dan kesejahteraan yang menggabungkan berbagai faktor dalam kehidupan orang dengan lanjut usia (lansia). Faktor-faktor ini mendorong pemahaman yang lebih bahwa lansia sebagai individu yang utuh dan bukan sekadar serangkaian masalah kesehatan dengan segala promosinya. Salah satu faktor yang kurang (kalah) mendapat perhatian dalam penelitian tentang penuaan positif adalah peran agama ataupun spiritualitas.

Lembaga layanan Pusat Penuaan Positif (Centre for Positive Ageing) menyatakan; penuaan positif' menunjukkan aspirasi individu dan komunitas untuk merencanakan, mendekati dan menjalani perubahan dan tantangan hidup seiring dengan bertambahnya usia dan menjelang akhir hidup, dengan cara yang produktif, aktif dan memuaskan. Fokusnya mencakup gagasan untuk memanfaatkan peluang, inovasi, dan penelitian sebaik-baiknya yang mempromosikan rasa kemandirian, martabat, kesejahteraan, kesehatan yang baik, dan memungkinkan partisipasi mereka dalam masyarakat.

Saat seseorang sudah masuk ke fase dewasa maka tiba saatnya memasuki fase lansia. Seiring bertambahnya usia maka akan bertambah pula wawasan tentang kebahagian dan keilmuan akan hidup. Peningkatan religiusitas atau spiritualitas lansia sering kita jumpai di lingkungan masyarakat melalui aktivitas keagamaan seperti kegiatan pengajian, salat berjemaah, kegiatan rutinan dan lain-lain. Secara garis besarnya ciri-ciri keberagamaan pada lansia sudah mulai mantap dan mulai timbul rasa wawas diri menghadapi kematian. Psikolog Inggris, Robert H Thouless menjelaskan dalam penelitiannya bahwa pengakuan terhadap realitas kehidupan akhirat baru muncul sampai 100 persen setelah usia 60 tahun ke atas.

Indonesia saat ini tengah menghadapi era bonus demografi, di mana jumlah penduduk produktif lebih banyak daripada penduduk tidak produktif. Para pemimpin, pemerintah dan pemangku kepentingan lain yang berpengaruh terhadap sistem kesehatan jasmani dan rohani hendaknya mempertimbangkan ketika orang mulai menderita efek negatif dari penuaan. "Perlu diingat, menjadikan lansia sejahtera lahir dan batin bukan hanya tugas dan tanggung jawab pemerintah melainkan juga masyarakat termasuk organisasi sosial, organisasi profesi, akademi, LSM dan kelompok masyarakat lainnya.", kata Menteri Sosial Tri Rismaharini menyambut peringatan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN), di Bekasi (29/05/2021).

Jika dicermati di sekitar kita berbagai program pemenuhan kebutuhan kesehatan jasmani lebih banyak daripada kesehatan mental (rohani). Celah ini dilirik beberapa kelompok atau masyarakat untuk menyelenggarakan aktivitas keagamaan. Sekretaris Dirjen Pendidikan Islam memperkenalkan istilah PAUL (Pendidikan Agama Usia Lanjut) pada sebuah acara di Perguruan Tinggi (2018). Gayung bersambut, rancangan dan gagasan bermunculan terwujud. Di antaranya Pesantren lansia setiap Ramadan di Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Peterongan, Jombang. Pesantren usia lanjut (harian) di Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat di Dusun Gedong, Banyubiru, Kabupaten Semarang. Perguruan tinggi pun turut menaruh perhatian  terhadap kajian lansia dengan mendirikan Pusat Studi Insan Usia Lanjut-UNY, CAS: Center for Ageing Studies-UI,  Unit Kajian Lanjut Usia (Lansia) STKS Bandung, Pusat Pemberdayaan Perempuan Anak dan Lanjut Usia Universitas Andalas.

Secara global sebenarnya terdapat banyak studi yang serupa sebagai tawaran program solutif berbalut spiritual maupun keagamaan. Amerika dan Eropa Barat memberikan gambaran bagaimana agama dan spiritualitas, mempunyai keterkaitan dengan kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas hidup, terutama yang berkaitan dengan cara orang menghadapi masa buruknya kesehatan dan tantangan lain dihadapi. Layanan perawatan khusus untuk seseorang yang mengalami gangguan kesehatan fisik maupun mental tertentu agar bisa mendapatkan harapan positif (terapi okupasi) misalnya, --awalnya-- mencakup agama dan spiritualitas menjadi metode holistik untuk tubuh, pikiran dan jiwa individu. Saat ini di Inggris, penggabungan kebutuhan agama dan spiritual di National Health Service (NHS) terjadi meski bersifat sporadis. Sementara itu di Skotlandia, staf NHS diwajibkan untuk menghormati martabat, kemanusiaan, individualitas, keragaman budaya, keyakinan, dan kepercayaan dalam masyarakat, sekaligus mengindahkan iman, harapan, dan kasih sayang dalam proses penyembuhan fisik dan mental.

Lebih dari seribu tahun sebelum psikologi Barat dibangun, bahasa psikologis Al-Qur'an telah mendahului. Psikologi Islam atau 'ilmu nafs adalah studi filosofis tentang jiwa atau pikiran dari perspektif Islam, yang membahas psikologi, ilmu saraf, filsafat budi, psikiatri dan psikoneuroimunologi. Penggunaan multidimensi kata atau istilah dalam bahasa Arab, terkadang tidak mudah untuk diterjemahkan ke dalam satu kata tertentu, tetapi kata nafs secara leksikal mengacu pada jiwa, hati atau pikiran. Nafs digunakan untuk menunjukkan diri kita sendiri atau digunakan sebagai sinonim dari libido (Freud, 1900-an). Al-Qur'an menggambarkan emosi yang merusak dan pengkondisian yang berbahaya sebagai nafs al-ammara atau diri yang memerintah. Al-Qur'an memberikan tuntunan untuk membantu mengatasi gejolak batin yang bisa kita alami, yang disebabkan oleh nafs al-ammara dan mewujudkan diri penuh damai atau nafs al-mutmainna.

Mindfulness adalah konsep modern, yang menekankan keadaan mental kesadaran, fokus dan kebahagiaan. Al-Qur'an menggunakan teknik yang disebut Alif-Lam-Mim untuk memperkuat nafs al-lawwama (diri yang menuduh) dan membantu mewujudkan keadaan yang lebih damai. Terapi perilaku kognitif (CBT) dalam tekniknya mengeksplorasi hubungan antara pikiran, emosi dan perilaku, yang bertujuan untuk meringankan penderitaan dengan mendorong orang untuk mengembangkan kognisi dan perilaku yang lebih adaptif. CBT adalah metode psikoterapi yang paling banyak diteliti dan didukung secara empiris.  CBT pada akhirnya bertujuan untuk mengajari orang untuk membantu diri sendiri bagaimana mengubah pola kognitif dan perilaku maladaptif. Atau seperti yang dikatakan Al-Qur'an, melawan pemikiran negatif untuk menuju ketenangan; jiwa positif.

Pembinaan religiusitas lansia sangatlah berdampak pada aspek keyakinan, pengetahuan, perilaku dan emosi/perasaan. Masa tua bukanlah momen untuk menyurutkan langkah dalam belajar untuk terus mencari ilmu agar kehidupan menjadi lebih baik. Masa tua yang merupakan fase akhir dalam kehidupan masih menjadi momentum untuk kebahagiaan nisbi menuju kebahagian abadi.

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat