Priyantono Oemar | Daan Yahya | Republika

Kisah Dalam Negeri

Volksraad Menyiapkan Stenografer Bahasa Melayu

Pemerintah menjanjikan gaji 600 gulden per bulan untuk kepala Layanan Stenografi Volksraad.

OLEH PRIYANTONO OEMAR

Usulan Achmad Djajadiningrat agar bahasa Melayu bisa digunakan di Volksraad pada 28 Mei 1918 mendapat dukungan 30 anggota dari 38 anggota. Jadi, hanya delapan anggota yang menentangnya. Dari 38 anggota Volksraad itu, sebanyak 15 anggota merupakan orang Indonesia.

Usulan ini kemudian dikirim ke Belanda untuk mendapatkan persetujuan dari Ratu Belanda. Pada 25 Juni 1918 keluarlah dekret kerajaan yang menyetujui penggunaan bahasa Melayu di Volksraad. Pada 9 Juli 1918 pemerintah mengeluarkan perintah agar dekret kerajaan itu diumumkan.

Pasal 15 Tata Tertib Volksraad kemudian berbunyi: Ketua membahas segala hal dalam bahasa Belanda; bahasa ini juga digunakan dalam musyawarah, dengan pengertian bahwa para anggota bebas menggunakan bahasa Melayu jika mereka mau.

Komite Rumah Tangga Volksraad pun mengadakan kursus bahasa Melayu untuk staf kesekretariatan. Kursus ini diadakan mulai 1921. Staf layanan stenografi mengikuti kegiatan ini agar mereka bisa cepat untuk pidato-pidato berbahasa Melayu --jika ada anggota Volksraad yang menggunakan haknya untuk berbahasa Melayu. Sekretaris Volksraad Mr Cohen Stuart juga mengikuti kegiatan ini.

Layanan Stenografi Volksraad dibentuk pada 1919 dengan delapan stenografer. Saat memulai perekrutan, pemerintah menjanjikan gaji sebesar 600 gulden per bulan untuk kepala Layanan Stenografi Volksraad. Kepala layanan ini diberi janji kenaikan gaji dua kali dalam tiga tahun sebesar 100 gulden untuk gaji bulanannya.

 
Layanan Stenografi Volksraad dibentuk pada 1919 dengan delapan stenografer.
 
 

Selain itu, juga diberi kesempatan membuka lowongan magang bagi calon stenografer. Untuk stenografer, pemerintah menjanjikan gaji sebesar 350 gulden per bulan dengan kesempatan naik gaji sembilan kali setiap tahun sebesar 50 gulden untuk gaji bulananya. Sedangkan, mereka yang magang diberi upah 250 gulden per bulan. Jika mereka telah memenuhi syarat menjadi stenografer, akan menerima gaji sebesar 350 gulden.

Pada 1924 ketua Volksraad menyatakan keinginannya untuk meningkatkan jumlah laporan yang disusun layanan stenografi. Tentu saja, membuat laporan cepat sidang-sidang Volksraad merupakan masa-masa yang melelahkan bagi para stenografer.

Mereka harus mengikuti jalannya persidangan. Ketika anggota Volksraad yang kelelahan bisa mencuri waktu untuk pergi minum kopi atau memilih pulang satu jam lebih awal, para wartawan yang kelelahan bisa mencuri waktu untuk pergi ke kamar kecil, para stenografer masih terus bekerja.

Meskipun saat itu pukul sepuluh malam, mereka tetap bekerja. Bekerja dan istirahat sebentar mereka lakukan di tempat duduk mereka. Di saat ada anggota Volksraad yang berbicara cepat, berbicara dengan gugup, berbicara dengan hujan interupsi dari anggota lain, bahkan di saat ada anggota yang berbicara sangat tenang dan pelan, stenografer tetap di kursi mereka.

 “Ada anggota yang berbicara berpacu dengan waktu, ada pula yang mencoba mengisinya dengan 300 kata per menit, ada pula yang berbicara dengan lembut dan tidak dapat dimengerti, dan kadang-kadang anggota akan membentuk lingkaran di sekitar kursi, dan percakapan akan terbang ke sana ke mari,” tulis De Indische Courant menggambarkan suasana persidangan Volksraad yang harus diikuti para stenografer.

 
Ada anggota yang berbicara berpacu dengan waktu, ada pula yang mencoba mengisinya dengan 300 kata per menit, ada pula yang berbicara dengan lembut dan tidak dapat dimengerti.
 
 

Bahkan, ketika ada pertemuan dari pukul 08.00-13.30 tanpa jeda, stenografer juga tetap di kursi mengerjakan tugasnya. Ketika sidang hingga pukul sepuluh malam, laporan harus sudah siap pukul enam pagi. Untuk sidang siang hari, laporan cepat sudah tersedia pada malam hari, pada 1923, untuk dikoreksi oleh anggota-anggota Volksraad.

Laporan singkat yang disiapkan pada malam hari di Volksraad ini melampaui kerja stenografer di parlemen Belanda. Di Belanda, kata Kepala Layanan Stenografi Volksraad NA Jansen, laporan cepat yang dibuat para stenografer dari persidangan siang harinya belum tersedia pada malam harinya.

“Mereka yang berbicara di mimbar memiliki teks pidato, tetapi menuliskan laporan cepat isi pidato mereka dan menyerahkannya setelah mereka selesai berpidato, itu sangat dihargai,” ujar Jansen seperti dikutip Bataviaasch Nieuwsblad, 20 Juni 1923.

Mulai Desember 1921, laporan cepat yang dibuat stenografer juga disediakan untuk pers. Sebelumnya, laporan cepat itu hanya diberikan kepada anggota Volksraad dan pemerintah.

Wartawan peliput Volksraad pada April 1920 membentuk Asosiasi Wartawan Volksraad. Anggotanya tujuh orang, wartawan dari pers putih --sebutan untuk pers Belanda di Hindia Belanda. Mereka pernah berkonflik dengan Layanan Stenografi Volksraad. Lalu, pada Juli 1921 ketua Volksraad menyatakan, pers bisa mendapatkan laporan cepat persidangan yang dibuat oleh Layanan Stenografi Volksraad.

 
Pada Juli 1921 ketua Volksraad menyatakan, pers bisa mendapatkan laporan cepat persidangan yang dibuat oleh Layanan Stenografi Volksraad.
 
 

Namun, hingga 1926, laporan Volksraad yang dikirim ke pers belum ada yang berbahasa Melayu. Tabrani geram. Selain karena pers Indonesia tak pernah diundang, laporan dari Volksraad juga dalam bahasa Belanda. “Djadi apakah ta’ sepantasnja berita-berita Volksraad itoe disiarkannja djoega dalam bahasa Indonesia? Jaitoe bahasa jang sehari-hari diseboetnja bahasa Melajoe-gampang?” tulis Tabrani di Hindia Baroe, 6 Februari 1926.

Untuk layanan stenografi dalam bahasa Melayu, para stenografer yang ditugasi tentu belum sesibuk stenografer bahasa Belanda jika mereka hanya mengerjakan layanan bahasa Melayu. Sebab, hingga 1920, baru dua anggota Volksraad yang menggunakan bahasa Melayu, itu pun hanya pada pidato pertimbangan umum.

Ketika Agus Salim menggunakan bahasa Melayu pada sidang Volksraad pada Juni 1923, tujuannya antara lain juga memperluas layanan stenografi berbahasa Melayu. Dengan demikian, masyarakat Indonesia di luar gedung Volksraad dapat mengetahui apa yang dibicarakan di Volksraad.

Alasan ini pula yang salah satunya juga dikemukakan oleh Achmad Djajadiningrat ketika untuk pertama kalinya berpidato dalam bahasa Melayu pada November 1920.

 
Pada 1924 tercatat ada dua orang Indonesia yang lulus ujian stenografi bahasa Melayu yang diadakan Volksraad.
 
 

Pada 1924 tercatat ada dua orang Indonesia yang lulus ujian stenografi bahasa Melayu yang diadakan Volksraad. Dua orang itu, yaitu Iskandar dan Maamoen Al Rashid. Kecepatan stenografi mereka mencapai 200 kata per menit. Mendekati syarat minimal yang ditetapkan Volksraad, 250 kata per menit.

Pada 1926 diajukanlah usulan kenaikan anggaran untuk layanan stenografi bahasa Melayu. Ini ditujukan untuk pelibatan stenografer berbahasa Melayu di luar persidangan, seperti di perpustakaan dan Komite Rumah Tangga.

Untuk perubahan gaji kesekretariatan Volksraad–termasuk petugas layanan stenografi, diusulkan pada 1934. Kepala Layanan Stenografi diusulkan bergaji 650-825 gulden per bulan, para perevisi 520-700 gulden per bulan, para stenografer 200-600 gulden per bulan. Untuk kepala Komite Rumah Tangga Volksraad, diusulkan sebesar 400-525 gulden per bulan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat