Pelajar menjalani tes usap PCR di SMPN 1 Cimahi, Jalan Raden Embang Artawidjadja, Kota Cimahi, Kamis (18/11/2021). | REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA

Kabar Utama

Erick: Covid-19 Belum Berakhir

Kebijakan PCR diputuskan secara transparan oleh Presiden dan semua menteri terkait.

JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengingatkan masyarakat tetap waspada dan tidak menganggap Covid-19 telah berakhir. Apalagi saat ini menjelang Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang dipastikan akan membuat mobilitas masyarakat semakin tinggi.

Erick mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan pelajaran besar bagi Indonesia untuk semakin memperkuat persatuan dan gotong-royong. Semua elemen bangsa, pemerintah, dan rakyat harus bersatu padu memperkuat kebersamaan.

"Alhamdulillah saat ini kita membaik, kasus aktifnya semakin rendah terkendali, ini kondisi yang harus kita jaga, tidak boleh euforia bahwa Covid sudah lewat," ujar Erick saat Webinar Majelis Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Kamis (18/11).

Erick mengatakan, fokus utama pemerintah menghadapi Nataru adalah mengendalikan Covid-19 agar tidak merebak seperti sebelumnya. Beberapa strategi adalah memastikan pelonggaran dibarengi pengendalian lapangan yang kuat, peningkatan laju vaksinasi lanjut usia, terutama di daerah.

Kemudian mendorong percepatan eksekusi vaksinasi anak, menertibkan mobilitas pelaku perjalanan internasional dengan aturan prokes ketat, utamanya ke Bali yang akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi G-20.

"Dengan segala kerendahan hati, kami (pemerintah) mengupayakan yang terbaik, tapi tentunya kami akui tidak sempurna karena kesempurnaan milik Allah SWT," ujar Erick.

Pada Rabu (17/11), Presiden Joko Widodo meminta agar jajarannya fokus mengendalikan kenaikan kasus yang terjadi di sejumlah provinsi. Meskipun angka kenaikan masih sedikit, tapi kondisi ini harus dikendalikan sehingga tak menyebabkan lonjakan kasus.

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut, terdapat 29 persen atau 37 kabupaten/kota di Jawa dan Bali yang mengalami peningkatan kasus pada pekan ini. Ketua Bidang Perubahan Prilaku Satuan Tugas Covid-19 Sonny Harry B Harmadi berharap semua pihak betul-betul mematuhi protokol kesehatan selama libur Nataru.

Saat ini, berdasarkan indikator Google Mobility yang memantau pergerakan masyarakat di Jawa-Bali menunjukkan mobilitas masyarakat mulai meningkat secara signifikan.

"Kalau disertai penurunan kedisiplinan protokol kesehatan, bukan tidak mungkin berakibat lonjakan kasus. Jangan sampai lengah," ujarnya, Kamis (18/11). Sonny pun mengingatkan semua pihak bahwa pandemi belum selesai.

Fitnah PCR

Erick Tohir mengatakan, dalam penanganan Covid-19, pemerintah melakukan segala upaya percepatan untuk penyelamatan jiwa manusia. Namun, tetap melakukannya dengan penuh tanggung jawab, baik secara administrasi, hukum, dan jauh dari kepentingan pribadi.

photo
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/3/2021). - (Prayogi/Republika.)

Karena itu, Erick menilai fitnah bisnis polymerase chain reaction (PCR) terhadap dirinya sangat tidak berdasar. Sebab, kebijakan tentang PCR, termasuk penentuan harganya bukan menjadi kewenangan Kementerian BUMN.

"Ada audit BPKP, ini juga ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sesuai dengan tupoksi. Dalam mengambil kebijakan terkait penanganan Covid-19 ini bukan ditentukan oleh Kementerian BUMN ataupun kementerian sendiri-sendiri," ujar Erick.

Erick menyampaikan, kebijakan tes Covid-19 bagi pengguna transportasi pun merupakan keputusan rapat terbatas yang dihadiri Presiden Jokowi, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, dan menteri terkait seperti Menkes, Koordinator PPKM Jawa-Bali, dan lainnya. "Kebijakan itu secara transparan dan saya tidak mungkin mengatur jalannya rapat terbatas agar mendapat kebijakan yang menguntungkan pribadi saya," ucap Erick. 

Sementara, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat banyaknya anomali dalam kebijakan tes PCR dari perspektif perlindungan konsumen. Lembaga ini menilai kebijakan PCR yang diberlakukan pemerintah masih belum prorakyat.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menjabarkan beberapa kebijakan tersebut. Pertama, kewajiban tes PCR untuk penumpang transportasi udara dinilai diskriminatif. Sebab, transportasi udara justru paling aman dari Covid-19 karena pesawat dilengkapi dengan HEPA filter yang menyaring segala bakteri dan virus yang mati dalam hitungan menit.

"Berdasarkan data internasional dari IATA, sektor udara tidak menjadi sarana mentransmisikan pandemi. Penerapan prokes sektor udara paling bagus daripada sektor lainnya," ujar Tulus Abadi dalam webinar UII Yogyakarta, Kamis (18/11).

Selain itu, mobilitas di darat jauh lebih masif, apalagi dengan interkonektivitas jalan Tol Trans Jawa dan bahkan Tol Sumatra. Masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi ataupun bus tidak dibatasi dengan kebijakan pengendalian.

"Jalur darat tidak menggunakan pengendalian apa-apa, padahal mungkin saja mereka positif Covid dan bergerak ke mana-mana. Hal ini yang saya kira menjadi tidak masuk akal diterapkan di sektor udara," kata Tulus.

Kedua, meskipun pemerintah telah menyiapkan laboratorium PCR yang cukup banyak, saat ini 700 lab, tapi tak sebanding dengan geografis indonesia. YLKI banyak menerima pengaduan masyarakat yang harus menunggu berhari-hari karena tes PCR harus dilakukan di luar kota.

Untuk masyarakat yang tinggal di pulau kecil dan ingin bepergian dengan pesawat. Mereka harus menuju ke pulau besar yang menyediakan tes PCR melalui kapal, baru bisa memenuhi persyaratan penumpang pesawat.

Padahal dalam perjalanan yang memakan waktu, ada kemungkinan penumpang terpapar virus korona. Pemerintah kemudian akomodatif dengan membolehkan antigen setelah banyak protes dari masyarakat.

Kedua, dari segi kebijakan penetapan harga, Pemerintah tidak melakukan product knowledge, sehingga masyarakat tidak cukup terinformasi berapa sesungguhnya biaya pokok PCR.

Masyarakat hanya tahu harganya dari tinggi kemudian turun setelah diperintahkan oleh Presiden Jokowi. "Mengapa dengan mudah Presiden perintahkan turun bisa turun? Komponen mana yang harganya bisa turun?" tuturnya.

Mengenai turunnya harga setelah diprotes masyarakat, YLKI menduga pemerintah mungkin tidak akan menurunkan PCR hingga Rp 275 ribu jika publik tidak protes. "Saya yakin kalau publik tidak bicara, tidak akan diturunkan, ini artinya ada anomali. Karena dari segi kebijakan publik itu tidak sehat," ujarnya.

photo
Pelajar menjalani tes usap PCR di SMPN 1 Cimahi, Jalan Raden Embang Artawidjadja, Kota Cimahi, Kamis (18/11/2021). Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Kesehatan Kota Cimahi dan Dinas Pendidikan Kota Cimahi melakukan tes usap PCR secara acak bagi pelajar dan guru di sejumlah sekolah.  - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Ketiga, harga eceran tertinggi (HET) tes PCR di lapangan inkosisten. Implmentasi HET di lapangan kurang efektif, karena masa uji hasilnya terlalu lama 1x24 jam bahkan lebih. Di pesawat ini tidak bisa karena masa uji PCR pesawat yang diperbolehkan yaitu 1x24 jam.

Fenomena ini dimanfaatkan oleh provider dengan marketing 'PCR express atau PCR sameday' dengan harga selangit, mulai dari Rp 600 ribu hingga Rp 1,5 juta. Bahkan menurut Tulus, sampai sekarang masih ditemukan tes PCR di harga Rp 495 ribu dengan klaim paket enam jam selesai.

Keempat, mobilitas masyarakat saat Lebaran bukan kontribusi terbesar melonjaknya kasus positif pada Juni-Juli 2021 yang mengakibatkan pembatasan sosial yang lebih ketat dan PPKM. Hal ini karena gelombang kedua pandemi saat itu lebih dipicu adanya keterlambatan pemerintah menutup penerbangan internasional (khususnya dari India), sehingga varian Delta merebak.

Saat itu banyak pesawat dan kapal yang berasal dari India dan terbukti mereka positif varian Delta. Faktor perjalanan dalam negeri (mudik Lebaran) hanya berkontribusi sekitar 30 persen.

Merujuk pada berbagai anomali ini, lanjut Tulus, YLKI mendesak agar pemerintah mengevaluasi kembali kebijakan mengenai tes PCR. "Audit struktur harga PCR dan mengevaluasi atau membatalkan tes PCR sebagai instrumen perjalanan sangat mendesak. Lalu tertibkan pelanggaran HET tes PCR yang melanggar dan mengelabui konsumen," kata Tulus. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat