Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/9/2021). | Prayogi/Republika.

Khazanah

Mendibudristek Siap Terima Masukan

Permendikbud 30/2021 diklaim telah berlandaskan norma agama.

 

 

JAKARTA – Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim kembali bersuara mengenai Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Menurut dia, aturan tersebut telah memperhatikan norma-norma agama dan kebangsaan.

“Saya rasa ada satu hal yang perlu diluruskan bahwa Kemendikbud sama sekali tidak mendukung sesuatu apa pun yang tidak berlandaskan pada norma agama. Permen 30 ini sudah berlandaskan dan memperhatikan norma-norma agama,” ujar Mendikbudristek dalam webinar bertajuk “Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual”, Jumat (12/11).

Menurut dia, target Permendikbudristek 30/2021 adalah untuk melindungi ratusan ribu korban kekerasan seksual sekaligus mencegah terjadinya kontinuasi kejahatan tersebut di lingkup pendidikan. Dia menjelaskan bahwa setelah beleid tersebut diterbitkan, banyak sekali pihak yang mendukung dan mengkritik.

Ia pun mengapresiasi pihak yang pro dan kontra terhadap Permendikbudristek 30/2021 ini. Pihaknya juga telah memonitor dan menyerap masukan-masukan dari beragam kalangan, termasuk akademisi.

“Kami akan menggunakan beberapa bulan ke depan ini untuk jalan (menjalankan Permendikbudristek 30/2021—Red), bersama-sama dengan menyerap masukan dari kalangan ormas, mahasiswa, dosen, dan tentunya perguruan tinggi,” ujar dia.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (republikaonline)

Pada forum yang sama, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kembali menegaskan dukungan terhadap Permendikbudristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. “Ketika saya bertemu dengan Mas Menteri Nadiem, saya langsung iyakan. Pasti saya memberikan jaminan Kementerian Agama akan memberikan dukungan sepenuhnya," ujar Menag.

Menurut dia, dukungan itu diberikan karena Kemenag juga memiliki komitmen untuk terus mengembangkan moderasi beragama sebagai solusi untuk menghadapi problem keagamaan dan kebangsaan yang ada saat ini.

Ia menerangkan, definisi moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengaktualisasikan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membawa kemaslahatan umum berlandaskan prinsip yang adil, berimbang, taat pada konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.

Karena itu, menurut dia, perlindungan terhadap sivitas akademika dalam konteks kekerasan seksual adalah bagian dari implementasi moderasi beragama. Selain itu, menurut dia, Permendikbudristek 30/2021 juga bagian dari aktualisasi esensi ajaran agama, yaitu melindungi martabat kemanusiaan.

Oleh karena itu, Menag menegaskan tidak ada alasan untuk tidak memberikan jaminan dan kehormatan atas perlindungan manusia apa pun jenis kelaminnya, agama, ras, suku, golongan maupun latar belakang yang lain dari tindakan-tindakan yang merendahkan penghormatan sebagai manusia di tempat mana pun. “Tak terkecuali di lingkungan perguruan tinggi,” ujar dia.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Kementerian Agama RI (kemenag_ri)

Wakil Ketua Majelis Diklitbang PP Muhammadiyah Khudzaifah Dimyati menyatakan, Muhammadiyah mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Namun, kata dia, terdapat problem formil maupun muatan materiel dalam poin-poin yang disebutkan dalam permendikbudristek tersebut.

“Mencegah dan memberantas kejahatan seksual di ranah pendidikan tentunya sangat kami dukung dan kami mengapresiasi langkah Kemendikbud yang baik ini. Tapi, langkah formil dan materiel ini yang bermasalah,” kata dia saat dihubungi Republika.

Misalnya, Khudzaifah menjabarkan, dalam pasal 1 disebutkan tentang basis ketimpangan relasi kuasa, yakni inferior dengan superior, yang dalam hal ini mengandung pandangan yang menyederhanakan masalah pada satu faktor saja. Dalam pasal 5 beleid tersebut pun terdapat frasa sexual consent yang menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat