Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo secara resmi membuka Bhayangkara Mural Festival 2021 di Lapangan Bhayangkara, Kompleks Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Sabtu (30/10/2021). Sorotan warganet di medsos jangan membuat polisi kehilangan fok | Mabes Polri

Tajuk

Menyoroti Fokus dan Prioritas Polri

Sorotan warganet di medsos jangan membuat polisi kehilangan fokus dan prioritas.

Sudah lebih dari sebulan kinerja Polri disorot publik. Utamanya, dari kasus-kasus yang mencuat di media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Model kemunculan kasusnya mirip-mirip: Warga yang sebelumnya melapor ke polisi, tapi merasa tidak puas akan penyelesaian atau jalannya kasus.

Warga lalu mengadu di media sosial, diramaikan oleh warganet, kemudian kembali lagi ke polisi dengan janji akan diusut kembali. Atau model kasus oknum polisi yang bertindak semena-mena, kemudian diramaikan warganet, kemudian polisi baru bertindak.

Misalnya, kasus dugaan pemerkosaan di Luwu Timur. Mabes Polri sampai menurunkan tim asistensi dari Bareskrim Polri untuk melihat kembali penanganan kasus itu seperti apa. Dan sampai membuka kemungkinan pemeriksaan ulang saksi-saksi.

Kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan kepala polsek di Parigi terhadap anak terdakwa kasus juga bikin warga geleng-geleng kepala. Kasusnya kini mulai diselidiki, oknum polisi terduga pelaku itu sudah dicopot dari jabatannya.

Di bagian lain muncul kasus polisi membanting mahasiswa yang berdemonstrasi. Aksi bantingan itu dianggap berlebihan karena toh aksi demonstrasi mahasiswa tidak menjurus anarkistis. Kemudian mencuat kasus aparat yang patroli dengan seenaknya mengambil ponsel warga dan memeriksanya. Yang jelas-jelas hal ini dilarang karena melanggar hak milik warga tersebut. Atau bagaimana ketika polisi memburu pelaku mural yang memprotes kebijakan pemerintah.

 
Di satu sisi, ini menunjukkan warga makin terbiasa kritis terhadap perkembangan penegakan hukum yang tidak sesuai keadilan atau menurut mereka kewajaran. 
 
 

Ada beberapa hal yang bisa kita soroti atas kemunculan kasus-kasus ini. Di satu sisi, ini menunjukkan warga makin terbiasa kritis terhadap perkembangan penegakan hukum yang tidak sesuai keadilan atau menurut mereka kewajaran.

Warga menemukan saluran pengaduan yang lebih efektif, yakni di media sosial, yang harus dimonitor aparat terus menerus. Namun di sisi lain ini, menimbulkan bias bahwa polisi hanya akan terlihat bekerja serius apabila kasusnya ramai di medsos.

Kedua, begitu banyaknya kasus yang muncul dan langsung ditanggapi justru memperlihatkan korps polisi bekerja. Polisi harus memanfaatkan kondisi ini sebagai peluang, sebuah kesempatan untuk membuktikan bahwa mereka gerak cepat dan mendengarkan. Terlepas bahwa itu harus diramaikan dulu di medsos.

Ketiga, sorotan warga atas oknum polisi berarti memperlihatkan kepada Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa pembenahan sumber daya Polri mutlak dilakukan. Dan memang ini sudah dijanjikan Kapolri dalam komitmen dan program prioritas yang akan ia lakukan. Pembenahan itu kini harus digelar dengan cepat dan sigap dan dibuktikan, sebab publik amat menyoroti kinerja polisi.

Persoalannya adalah kita cenderung menganggap apa yang muncul di medsos dan keriuhan itu sebagai hal yang benar-benar penting. Padahal, dengan sumber daya polisi yang demikian besar, anggaran yang luar biasa besar, polisi harus membuktikan mereka bisa menuntaskan kasus kasus besar yang luput dari perhatian publik di medsos.

 
Kita tidak ingin muncul kesan, polisi lebih tanggap dan sigap mengurus kasus-kasus di medsos, ketimbang kasus-kasus penting dan besar tersebut. 
 
 

Ada berbagai kasus penting besar yang harus dituntaskan polisi, tapi tidak disorot medsos. Misalkan kasus mafia mafia tanah yang belum tuntas, kasus pungutan liar yang masih meresahkan pengguna infrastruktur ataupun pelaku logistik. Kasus-kasus korupsi, yang masuk ke Bareskrim Polri, tapi penyelesaiannya amat minim. Indonesia Corruption Watch malah memberikan nilai ‘E’ atas kinerja polisi mengusut kasus korupsi ini.

Kemudian berbagai kasus peretasan instansi pemerintah, yang seolah didiamkan. Hanya pada awalnya ramai, tapi saat masuk ke penyidikan senyap. Kasus peretasan data BPJS Kesehatan, kasus peretasan data Presiden, kasus peretasan marketplace, dan lainnya hingga kini belum ada titik terang.

Kita tidak ingin muncul kesan, polisi lebih tanggap dan sigap mengurus kasus-kasus di medsos, ketimbang kasus-kasus penting dan besar tersebut. Aparat tentu harus mengusut dan menuntaskan semua kasus yang masuk.

Ada kasus prioritas, karena kepentingan publiknya amat besar, ada kasus yang tidak prioritas. Jangan sampai dengan sorotan warganet di medsos ini membuat polisi kehilangan fokus dan prioritasnya terhadap kasus-kasus besar yang lain. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat