Petugas membersihkan pajangan diorama di Museum Sumpah Pemuda, Jakarta, Rabu (27/10/2021). Museum dengan koleksi foto dan benda-benda bersejarah dalam pergerakan nasional tersebut berbenah menyambut peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober | ANTARA FOTO/ Reno Esnir

Opini

Indeks Pembangunan Pemuda

Kini, banyak kaum muda yang sumpek karena terbatasnya ruang kreativitas.

BIMO JOGA SASONGKO, Ketua Umum IABIE, Lulusan North Carolina State University

Peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP)  ke-93, pada 28 Oktober 2021 ini bertema ‘’Bersatu Bangkit dan Tumbuh’’. Pertumbuhan itu bisa diukur dengan Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) yang terdiri atas beberapa domain. Yakni, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, lapangan dan kesempatan kerja, partisipasi dan kepemimpinan, serta gender dan diskriminasi. Selama pandemi Covid-19, IPP turun terutama domain pendidikan, kesempatan kerja atau berusaha, dan kesehatan. 

IPP menjadi salah satu indikator keberhasilan prioritas nasional ketiga, yaitu meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing, seperti ditetapkan melalui Peraturan Presiden No 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.

Sebelum pandemi, pengukuran IPP 2019 naik dari  48,67 pada 2015 menjadi 51,50 pada 2018 yang terjadi di kelima domain. Domain untuk mengukur IPP sebaiknya ditambah, yaitu budaya inovasi dan kreativitas karena daya saing pemuda ditentukan inovasi dan daya kreativitas. Menumbuhkan budaya inovasi di kalangan pemuda menjadi PR Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

 
Perlu membangun optimisme kebangsaan agar para pemuda mampu mewujudkan mimpi bangsa Indonesia. Proyeksi tentang Indonesia yang akan menjadi bangsa besar dan maju pada 2030 telah dibuat McKinsey Global Institute.
 
 

Data demografi Indonesia menunjukkan, pemuda sesuai UU tentang kepemudaan dengan rentang  usia antara 16-30 tahun, berjumlah 24,5 persen dari total penduduk Indonesia. BRIN perlu strategi dan program khusus untuk mengasah daya inovasi pemuda. Agar, jumlah tersebut nantinya tidak menjadi beban sejarah hingga berubah menjadi bencana sosial. Kini, banyak kaum muda yang sumpek karena terbatasnya ruang kreativitas dan kepedulian untuk menumbuhkan budaya inovasi dan daya kreativitas.

Ada tiga karakter dan kapasitas yang perlu dikapitalisasi. Pertama, diperlukan generasi muda yang memiliki kualitas integritas dan kepribadian teguh. Kedua, kapasitas intelektual dan daya kreativitas mumpuni. Ketiga, kepemimpinan yang peduli dan profesional.

Perlu membangun optimisme kebangsaan agar para pemuda mampu mewujudkan mimpi bangsa Indonesia. Proyeksi tentang Indonesia yang akan menjadi bangsa besar dan maju pada 2030 telah dibuat McKinsey Global Institute.

Berbagai indikator dikemukakan mereka, seperti pusat-pusat pertumbuhan ekonomi mulai tersebar di luar Pulau Jawa. Prediksi di atas terwujud jika postur SDM, terutama pemuda diberi kesempatan belajar sejak dini di pusat-pusat keunggulan iptek dan inovasi dunia.

Pakar proses kreativitas, Daniel L Pink menyatakan, bila ingin maju harus melengkapi kemampuan teknologi kita dengan hasrat untuk mencapai tingkat “high concept” dan “high touch”.

 
Bonus demografi analoginya seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, merupakan potensi strategis bagi sebuah negara untuk melakukan percepatan pembangunan ekonomi dengan dukungan ketersediaan SDM usia produktif dalam jumlah signifikan.
 
 

High concept adalah kemampuan menciptakan keindahan artistik dan emosional, mengenali pola-pola dan peluang, menciptakan narasi indah dan menghasilkan temuan atau inovasi yang belum disadari orang lain. Sedangkan high touch merupakan kemampuan berempati, memahami esensi interaksi manusia, dan menemukan makna. Dalam konteks di atas, diperlukan inovasi teknologi yang merupakan aspek high-tech yang mendorong high concept dan high touch.

Mulai 2020 sampai 2035, Indonesia menikmati era langka yang disebut  bonus demografi. Jumlah usia produktif diproyeksikan berada pada grafik tertinggi dalam sejarah bangsa ini, yaitu mencapai 64 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Bonus demografi analoginya seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, merupakan potensi strategis bagi sebuah negara untuk melakukan percepatan pembangunan ekonomi dengan dukungan ketersediaan SDM usia produktif dalam jumlah signifikan.

Namun, jika salah kelola, bukan bonus yang didapat, melainkan bisa menimbulkan malapetaka sosial. Rasio sederhana bonus demografi dapat digambarkan, di setiap 100 penduduk Indonesia, terdapat 64 orang berusia produktif, sisanya 46 orang usia anak-anak dan lansia.

Rasio usia produktif di atas 64 persen sudah cukup bagi Indonesia bergerak menjadi negara maju. Itu rasio usia produktif terbaik Indonesia yang berlangsung dari 2020 dan akan berakhir 2035.

 
Masalah kebudayaan menjadi strategis bagi perjalanan bangsa ke depan. Terutama usaha menumbuhkan budaya inovasi di kalangan pemuda. Karena itu, perlu strategi kebudayaan yang fokus terhadap budaya inovasi.
 
 

Peringatan Sumpah Pemuda kali ini, masih diwarnai maraknya penyakit sosial yang melibatkan pemuda. Tak bisa dimungkiri, semakin banyak pemuda teralienasi dari tantangan zaman karena pemerintah kurang memberikan fasilitas memadai untuk berkarya.

Perlu strategi membangun ruang kreatif memadai. Negeri ini membutuhkan banyak tokoh muda inovator di segala macam disiplin ilmu dan keanekaragaman budaya. Baik inovasi tingkat dunia maupun lokal yang memiliki arti strategis.

Masalah kebudayaan menjadi strategis bagi perjalanan bangsa ke depan. Terutama usaha menumbuhkan budaya inovasi di kalangan pemuda. Karena itu, perlu strategi kebudayaan yang fokus terhadap budaya inovasi.

Menumbuhkan budaya inovasi jangan hanya seremonial. Kegiatan inovatif sebaiknya dilakukan masyarakat dalam bentuk bervariasi. Budaya inovasi di negeri ini akan membaik jika daya kreativitas pemuda ditumbuhkan dengan berbagai infrastruktur dan insentif.

Dalam persaingan global, diperlukan bermacam right brain training untuk menumbuhkan kreativitas. Budaya inovasi dengan titik berat proses kreatif dan inovatif sebaiknya menjadi program utama BRIN, yang bersenyawa dengan kurikulum di sekolah. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat