Panitia peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menyiapkan buah dan berbagai menu makanan tradisional khas Aceh untuk tamu undangan di Masjid Jamik Lueng Bata, Banda Aceh, Aceh, Selasa (19/10/2021). | ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/aww.

Opini

Maulid Nabi, Spirit Keteladanan

Bentuk keteladanan untuk penguatan spiritual perlu kita hidupkan.

AMIRSYAH TAMBUNAN, Sekjen MUI

Muhammad Rasulullah SAW mempunyai visi kerasulan untuk mewujudkan  Islam sebagai rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil 'alamin). Visi tersebut sangat relevan dengan misi Rasulullah membawa risalah  untuk menjadi contoh baik semua makhluk di bumi.

Hal ini bukan sekedar ranah teori  tapi telah ditransformasikan dalam spirit keteladanan dalam berbagai dimensi kehidupan Muhammad. Dewasa ini, banyak makhluk di bumi kehilangan keteladanan baik dalam aspek humanis-sosiologis maupun aspek spritual.

Dalam aspek spiritual bukan sekadar fondasi untuk memberikan contoh keteladanan, melainkan juga sebagai nilai transendental untuk  mengimplementasikan keteladanan Rasulullah berdasarkan Alquran dan dan As-Sunnah.

Karena itu, keteladanan bersifat teori maupun praktik harus sejalan. Allah membenci orang yang pandai berbicara (berteori) tapi tidak beraksi dalam bentuk amal (QS 61:2-3). Agar spririt keteladanan berjalan baik, maka keimanan harus integral dengan amal saleh.

 
Dalam aspek spiritual bukan sekadar fondasi untuk memberikan contoh keteladanan, melainkan juga sebagai nilai transendental untuk  mengimplementasikan keteladanan Rasulullah berdasarkan Alquran dan dan As-Sunnah.
 
 

Artinya, aktivitas spiritual Islam tidak semata berorientasi pada dirinya sendiri tapi yang penting berdampak bagi transformasi perbaikan  masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

Keteladanan spiritual

Dalam sejarahnya, Nabi pernah mengingatkan seorang sahabat yang hanya menekankan spiritual berzikir dan berdoa (iktikaf) di dalam masjid, sementara keluarga dan masyarakatnya tidak diperhatikan. Artinya harus ada keseimbangan zikir dengan pikir (QS:3:190-191).

Keteladanan spiritual Nabi Muhammad  dalam sejarah kemanusiaan semesta telah diaktualisasikan dalam berbagai dimensi kehidupan. Beliau adalah sosok pemimpin  yang tiada bandingnya  dengan  tokoh di permukaan bumi.

Cerminan akhlak yang mulia patut menjadi teladan segenap umat manusia di alam semesta. Qudwah hasanah beliau diakui bukan sebatas di kalangan dunia Islam, tapi juga  seluruh penjuru dunia.

Dalam konteks kekinian, peringatan maulid Nabi 12 Rabiul Awal 1443 H bertepatan dengan  19 Oktober 2021 merupakan memomentum penguatan spiritual di tengah “miskinnya keteladanan”.

Timbul pertanyaan seperti apa keteladanan spiritual Islam di kalangan umat sekarang? Pada hakikatnya maulid Nabi bukan sekadar perayaan bersifat seremonial  tetapi harus mampu memperkuat kembali sosok dan perilaku (akhlak) beliau yang mulia itu.

Sejarah perayaan Maulid Nabi yang populer di kalangan umat Islam adalah yang dilakukan Salahuddin al-Ayyubi, panglima pasukan Islam pada Perang Salib, untuk mengembalikan semangat umat Islam berjuang sungguh-sungguh (jihad) di jalan kebenaran.

 
Dalam konteks kekinian, peringatan maulid Nabi 12 Rabiul Awal 1443 H bertepatan dengan  19 Oktober 2021 merupakan memomentum penguatan spiritual di tengah “miskinnya keteladanan”.
 
 

Menghadirkan kembali sejarah kehidupan Nabi tersebut, semangat kejuangan pasukan Islam kembali tumbuh dan berhasil menaklukkan musuh.

Maka kalau perayaan Maulid Nabi di kalangan mazhab suni seperti di Indonesia tidak banyak dipersoalkan keabsahan hukumnya, tentu karena kegiatan ini dinilai dapat membawa hikmah berupa meningkatkan semangat keteladanan baru umat dalam upaya membangkitkan  nilai-nilai spiritual.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad dapat disebut sebagai ibadah aktual (ghairu-mahdhah) yang baik dan positif (bid’ah hasanah).

Penguatan spiritual  dari perayaan Maulid Nabi, satu hal yang tak perlu dikritisi karena praktik perayaan yang sudah mentradisi di Indonesia. Di tempat-tempat tertentu, terutama yang dianggap keramat, praktik Maulid Nabi sudah banyak yang melenceng dari ajaran Islam.

Sayangnya, aktivitas tersebut belum dapat memberikan keteladanan kepada semua umat manusia. Ironinya spiritual yang ditampilkan  penuh mistik, dan cenderung menjebak umat kepada sistem kepercayaan animisme atau dinamisme.

Yakni, dengan mengakui kekuatan magis benda-benda tertentu seperti keris, binatang, kuburan, dan sebagainya.  Harus dibedakan aspek sosiologis  dengan ibadah, karena  ekspresi budaya lokal merupakan bagian dari kearifan lokal.

 
Sayangnya, aktivitas tersebut belum dapat memberikan keteladanan kepada semua umat manusia. Ironinya spiritual yang ditampilkan  penuh mistik, dan cenderung menjebak umat kepada sistem kepercayaan animisme atau dinamisme.
 
 

Namun, dalam konteks akidah yang bernilai spiritualitas semacam itu bertentangan dengan konsep tauhid yang diajarkan Nabi  karena selain tidak manusiawi juga bisa membuat  umat lalai dari kepercayaan terhadap kekuasaan mutlak Allah SWT.

Padahal ada penegasan dalam Alquran bahwa orang beriman yang dikehendaki Allah adalah yang tidak membedakan satu sama lain di antara rasul-rasul Allah (QS 2:285).

Ditegaskan pula, Muhammad adalah manusia biasa, hanya saja beliau mendapat kehormatan sebagai penerima wahyu dari Tuhan (QS 18:110) yang ditujukan untuk memperbaiki akhlak segenap umat manusia dan membawa rahmat bagi semesta.

Selain itu, ALquran juga melarang dengan tegas pelecehan agama lain, apalagi dengan menghina Tuhan yang disembah umat lain (QS 6:108). Maulid Nabi untuk membangkitkan semangat kejuangan, keteladanan dengan cara-cara yang sejalan dengan semangat spiritualitas Islam.  

Menyikapi kondisi pandemi Covid 19 saat ini di berbagai belahan dunia banyak yang kehilangan keteladanan dalam mengatasi berbagai krisis. Mulai dari krisis kepercayaan, dekadensi moral semua aspek telah membuat manusia kehilangan pijakan.

Maka penting menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan dalam berbagai aktivitas keagamaan, terutama dalam penguatan spiritual, untuk tidak terjebak pada bentuk keteladanan simbolis yang sering  tidak sejalan dengan misi kerasulan Muhammad.

 
Maka penting menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan dalam berbagai aktivitas keagamaan, terutama dalam penguatan spiritual.
 
 

Bentuk keteladanan untuk penguatan spiritual perlu kita hidupkan, antara lain, pertama, konteks kesejarahan umat Islam dengan umat pemeluk agama lain telah memberikan contoh dalam membangun kesadaran spiritual yang kolektif hidup berdampingan, kehidupan bersama yang toleran sebagaimana dicontohkan Rasulullah dalam Piagam Madinah.  

Kedua, aspek pluralitas yakni pemeluk agama yang beragam. Memang, misi Nabi mengajak segenap umat agar mengikuti agama yang beliau bawa.  Sampai hari wafatnya Nabi, masih banyak penduduk Arab belum memeluk Islam, bahkan di antaranya ada yang termasuk keluarga dekat beliau.

Ketiga, keteladanan  beliau tidak memusuhi, tapi bersahabat, termasuk dengan yang membenci beliau. Dalam Piagam Madinah sebuah memorandum of understanding (MoU) antara umat Islam dengan non-Muslim yang menjadi konstitusi mengikat dan harus ditaati bersama.

Pengingkaran terhadap konstitusi ini yang dilakukan kalangan musyrikin Quraisy telah menyebabkan terjadinya pertempuran antara mereka dengan kaum Muslimin.

Berkaca dari keteladanan Nabi tersebut, dikaitkan dengan kenyataan adanya  praktik menyimpang dalam kehidupan keagamaan, kiranya perlu dibangkitkan " keteladanan spiritualitas” yakni setiap aktivitas keagamaan baik ibadah mahdah maupun ammah atau muamalah--berpijak dari akhlak Nabi SAW sebagai pembawa sekaligus personifikasi misi Islam di pentas sejarah kemanusiaan.  

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat