Di luar dugaan, Nabi SAW tidak menawarkan satu pun dari buah tersebut kepada mereka. Tangan beliau terus mengambil setiap butir anggur itu. | Islam Digest/Republika

Kisah

'Wahai Nabi, Mengapa Engkau Makan Sendirian?'

Mencela makanan merupakan tanda keangkuhan dan kemewahan.

OLEH HASANUL RIZQA

Pada suatu siang yang terik, seorang petani miskin menghampiri Nabi Muhammad SAW. Waktu itu, Rasulullah SAW sedang duduk-duduk bersama beberapa sahabatnya. Mereka berteduh di bawah rindang pohon kurma.

Begitu melihat seseorang mendekat, Nabi SAW berdiri dari tempatnya. Dengan ramah, beliau menjawab salam lelaki tersebut. Kemudian, petani itu dipersilakannya duduk.

Rupanya, orang itu membawa sekantong kecil yang penuh buah anggur. Ia pun menyerahkan buah-buahan itu kepada Nabi SAW. “Wahai Rasulullah,” katanya, “terimalah pemberianku yang tidak seberapa ini. Aku membawanya dari kebun tempatku bekerja.”

Beliau menerima hadiah tersebut dengan khidmat sambil mengucapkan terima kasih. Setelah duduk kembali, Rasul SAW menaruh sekantong buah itu di atas meja. Sebutir anggur lalu diambilnya, untuk kemudian dimakan oleh beliau.

Para sahabat yang hadir menatap makanan itu dengan penuh harap. Di luar dugaan, Nabi SAW tidak menawarkan satu pun dari buah tersebut kepada mereka. Tangan beliau terus mengambil setiap butir anggur itu.

Setiap memakannya, wajah Rasulullah SAW tampak berbinar. Bibirnya juga tersenyum. Melihatnya, petani miskin itu menjadi sangat senang. Apalagi, beliau menghabiskan seluruh anggur pemberiannya tanpa sisa.

 
Di luar dugaan, Nabi SAW tidak menawarkan satu pun dari buah tersebut kepada mereka. Tangan beliau terus mengambil setiap butir anggur itu.
 
 

Si pemberi merasa bahagia karena melihat Nabi SAW dengan lahap menghabiskan hadiahnya. Ia berpikir, anggur itu pastilah terasa sangat nikmat. Begitu enaknya, sampai-sampai beliau “lupa” menawarkan buah tersebut kepada para sahabat yang lain.

Sesudah itu, si petani pamit. “Aku harus kembali ke kebun, ya Rasulullah! Terima kasih telah menerima hadiah anggur dariku,” katanya.

Maka, pergilah lelaki itu dengan hati yang lapang. Bukan main sukacitanya, sebab ia melihat sendiri bagaimana sosok semulia baginda Nabi SAW menikmati pemberiannya yang hanya sekantong buah anggur.

 
Sesudah petani itu menjauh dari pandangan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW. Mereka merasa sangat heran.
 
 

Sesudah petani itu menjauh dari pandangan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW. Mereka merasa sangat heran. Sebab, jarang-jarang beliau berbuat begitu. Biasanya, Nabi SAW membagikan apa saja hadiah yang diterimanya kepada kaum Muslimin yang membutuhkan.

Apalagi, mereka yang membersamainya saat itu sedang agak lapar. Di tengah terik matahari siang, tentu mulut akan terasa segar kalau mengunyah beberapa butir anggur.

“Ya Rasulullah,” kata seorang dari mereka memberanikan diri, “mengapa engkau makan sendirian buah anggur tadi? Mengapa sama sekali engkau tidak menawarkannya kepada kami?”

Rasulullah SAW tersenyum. Beliau lalu menjelaskan kepada mereka, “Aku memakan semuanya karena anggur-anggur itu terasa masam. Jika menawarkannya kepada kalian, aku khawatir nanti wajah kalian akan menunjukkan kesan tidak suka. Bila sampai begitu, tentu perasaan lelaki tadi akan tersinggung.”

Begitulah akhlak mulia Nabi SAW. Dari kisah tersebut, setidaknya kita dapat memetik beberapa hikmah. Pertama, jadilah seorang Muslim yang menghargai perbuatan baik orang lain. Walaupun tidak sesuai harapan, ikhtiarnya untuk berbagi kebaikan patut diapresiasi.

Kedua, jangan mencela makanan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, diterangkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah satu kali pun mencerca makanan. Jika suka, beliau akan memakannya. Bila tidak suka, sajian itu tidak dicicipinya.

 
Rasulullah SAW tidak pernah satu kali pun mencerca makanan.
 
 

Nabi SAW pun mengonsumsi apa saja yang disediakan untuknya selama itu halal dan baik. Perkara selera tidak sampai menyusahkannya. Jabir berkata, “Rasulullah SAW pernah menanyakan lauk pauk kepada keluarganya, tetapi mereka menjawab, ‘Kami hanya mempunyai cuka.’ Lantas, beliau memintanya dan makan dengannya seraya bersabda, ‘Lauk yang paling lezat adalah cuka, lauk yang paling lezat adalah cuka.’

Imam Nawawi dalam Riyadh ash-Shalihin mengatakan, “Mencela makanan merupakan tanda keangkuhan dan kemewahan.” Seorang Muslim tentunya harus menghindari sifat sombong. Makan dan minum apa adanya dan sewajarnya, itu juga menjadi tanda syukur ke hadirat Allah SWT.

Ketiga, menjaga martabat sesama Muslimin. Dalam cerita di atas, Rasulullah SAW memakan semua anggur masam itu bukan lantaran tamak atau rakus. Beliau hanya ingin mencegah para sahabat untuk menunjukkan wajah tidak suka terhadap anggur pemberian itu.

Bayangkan bila beberapa orang mencicipi buah tersebut lalu secara refleks menampilkan kesan tidak suka. Tentu, si pemberi tidak hanya akan merasa heran. Boleh jadi, harga dirinya akan tersinggung. Dalam pikirannya, orang-orang akan mengira dirinya sengaja memberikan hadiah yang jelek kepada sosok semulia Nabi SAW.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat