Santri mengikuti kajian kitab kuning di Pesantren Nasyirul Ulum, Pamekasan, Jawa Timur, Rabu (8/5/2019). Risalah al-Amin sangat kaya akan mutiara hikmah dari pemikiran sufistik. | ANTARA FOTO

Kitab

Petunjuk Sufi Imam Syadzili

Risalah al-Amin sangat kaya akan mutiara hikmah dari pemikiran sufistik.

OLEH MUHYIDDIN

Tasawuf merupakan salah satu ajaran keislaman. Ilmu tasawuf mencakup banyak hal. Di antaranya ialah akhlak, budi pekerti, hati yang bersih, serta—yang terutama—hubungan antara seorang hamba dan Tuhannya.

Dalam terminologi kaum sufi, keadaan ketika seseorang merasa tersambung atau dekat dengan Allah SWT diistilahkan sebagai wusul.

Untuk bisa merasakan wusul, seorang hamba Allah mesti terlebih dahulu membersihkan dan membuka mata hati ('ainul bashirah). Karena itu, perlu berbagai latihan dan arahan dari ahlinya, yakni para mursyid tasawuf.

Tatkala tabir 'ainul bashirah dari seseorang sudah tersingkap, ia pun akan terbawa menuju pengalaman spiritual tertinggi, yaitu keyakinan yang sungguh-sungguh (haqqul yaqin).

Untuk menjalani laku tasawuf, seseorang memang perlu guru yang bisa membimbingnya. Akan tetapi, ajaran-ajaran sufi—semisal wusul'ainul bashirah, atau haqqul yaqin—bisa diketahui dengan cara membaca risalah tentangnya. Salah satu kitab yang bisa menjadi rujukan dalam hal ini ialah Risalah al-Amin fi al-Wushul li Rabb al-‘Alamin.

Itulah salah satu karya monumental dari Syekh Abu Hasan asy-Syadzili. Edisi bahasa Indonesianya telah diluncurkan Penerbit Turos. Judulnya ialah Risalah al-Amin: Wejangan yang Mengantarkan Kita Sampai kepada-Nya.

Buku tersebut menjelaskan secara lengkap ajaran tasawuf yang dikonsep Imam asy-Syadzili. Penulis kitab ini lahir di Desa Ghumarah, Maroko, pada tahun 1197. Pendiri Tarekat Syadziliyah itu meninggal dunia di Humaitsara, Mesir, dalam usia 61 tahun. Secara nasab, tokoh tersebut masih keturunan Nabi Muhammad SAW, yakni melalui garis Hasan bin Ali bin Abi Thalib.

Adapun nama Syadziliyyah dinisbatkan pada Syadzilah, yakni sebuah desa di Afrika Utara. Kampung itu menjadi tempatnya menuntut ilmu-ilmu agama. Semakin dirinya tumbuh dewasa, penguasannya akan ilmu kian bertambah. Masyarakat setempat pun memosisikannya sebagai guru dan panutan. Hari-harinya diisi dengan mengajar, mengkaji ilmu, dan menulis.

Risalah al-Amin bisa dikatakan merangkum ajaran tasawuf sang mursyid. Kitab ini terdiri atas 60 bab. Dalam pendahuluan buku itu, Imam asy-Syadzili menyinggung tentang jalan yang ditempuh seorang salik untuk menuju Allah SWT.

Ada empat tahapan untuk itu. Apabila keempatnya bisa dilalui, maka sang salik layak tergolong sebagai ash-shiddiqin. Mengutip Ibnu Katsir, istilah itu berarti ‘orang yang jujur dalam iman'.

Kalau “hanya” bisa melalui tiga dari empat fase tersebut, salik itu bisa disejajarkan dengan para wali Allah yang dekat dengan-Nya. Adapun penempuh dua dari keempat tahapan itu, maka mereka termasuk para syuhada yang bertakwa.

Akhirnya, orang yang cuma mampu menempuh satu dari keempat jalan tersebut, maka dirinya termasuk jajaran hamba-hamba Allah yang saleh.

Apa saja keempat hal itu? Pertama, zikir yang berlanjut menjadi amal saleh. Buahnya adalah cahaya. Kedua, merenung yang hasil perenungannya berkembang menjadi sabar. Buahnya ialah ilmu.

Ketiga, fakir yang memunculkan rasa syukur. Buahnya adalah diri yang semakin gemar bersyukur. Terakhir adalah cinta. Ini terwujud dalam pribadi yang tidak larut dalam dunia dan seisinya. Hasilnya adalah sampai kepada Dia yang dicintai.

 
Sangat banyak pembahasan menarik yang dijelaskan Imam as-Syadzili dalam karyanya ini.
 
 

Sangat banyak pembahasan menarik yang dijelaskan Imam as-Syadzili dalam karyanya ini. Di antaranya adalah pembahasan tentang enam pangkal keburukan dalam perspektif tasawuf. Menurut sang imam, sumber keburukan dalam diri manusia itu ada enam perkara.

Pertama, mengubah kehendak baik menjadi buruk. Kedua, perasaan bergantung pada Allah berubah menjadi rasa ketergantungan kepada makhluk. Ketiga, prasangka baik kepada Allah dan kedermawanan-Nya menjadi prasangka buruk terhadap-Nya dan juga Rasul-Nya.

Keempat, keinginan tersembunyi. Kelima, mencintai dunia. Terakhir, dorongan untuk selalu mengikuti hawa nafsu.

Masih menurut sang mursyid, benteng hati dari keburukan ada empat perkara. Mereka ialah terhubungnya hati dengan Allah. Kemudian, diri yang cenderung membenci dunia. Mata yang tidak digunakan untuk melakukan hal-hal yang diharamkan Allah. Terakhir, tidak melangkahkan kaki kecuali ke arah yang mengharapkan ridha Allah Ta’ala.

Nasihat-nasihat Imam asy-Syadzili dalam karyanya ini juga sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya, ia memberikan nasihat tentang cara berteman dengan seseorang.

 
Sebaiknya seseorang tidak berteman dengan mereka yang lebih mementingkan diri sendiri dibandingkan orang lain.
 
 

Dalam petuahnya, sebaiknya seseorang tidak berteman dengan mereka yang lebih mementingkan diri sendiri dibandingkan orang lain. Sebab, manusia dengan karakter egoistik demikian tidak pantas didekati.

Dia juga mengingatkan agar tidak berteman dengan orang yang lebih mementingkan temannya dibanding dirinya sendiri. Sebab, temannya itu tidak akan hidup selamanya. Maka, yang terbaik ialah berupaya berteman dengan orang yang lebih mementingkan Allah saja. Jika mengingatkan temannya, maka itu dilakukannya dalam rangka beribadah kepada-Nya.

Imam asy-Syadzili menjelaskan siapa saja orang yang, insya Allah, akan memperoleh kebajikan dari-Nya. Pertama ialah mereka yang meninggalkan maksiat secara zahir. Kedua, orang yang meninggalkan cinta kepada dunia secara batin.

Ketiga, hamba Allah yang selalu berusaha menjaga anggota tubuhnya dari dosa. Adapun kebaikan-kebaikan dari Tuhan ialah bertambahnya ilmu, iman, dan makrifat.

“Allah akan menyediakan malaikat penjaga untuknya. Allah akan mengumpulkannya ke dalam para saksi dan dalam sirr-Nya. Allah akan memegang tangannya untuk menjaga dan memuliakan seluruh urusannya,” tulis habib dari Maroko itu.

Penulis Risalah al-Amin ini menuturkan sebuah kisah. Pernah suatu ketika, dirinya bertemu dengan seorang laki-laki yang meminta wejangan. Maka, nasihat yang disampaikannya ialah agar orang itu tidak menjadikan maksiat sebagai tempat tinggal. Jangan pula menjadikan dunia dan cinta-kepada-dunia sebagai berhala.

 
Nasihat yang disampaikannya ialah agar orang itu tidak menjadikan maksiat sebagai tempat tinggal.
 
 

Selain itu, Imam asy-Syadzili juga berpesan kepada laki-laki tersebut untuk meninggalkan hawa nafsu. Selalu memohon pertolongan kepada Allah. Sebab, hanya Dia-lah sebaik-baik pelindung dan penolong.

“Engkau harus mendapatkan hakikat dalam iman dan penyaksian dalam kebaikan. Ikatlah semua itu dengan ilmu, maka engkau akan mendapatkan karunia yang lebih. Pintalah anugerah dari Allah, jangan mengharap apa pun, kecuali dari Allah,” jelasnya.

Dalam Alquran juga telah ditegaskan bahwa tidak ada Tuhan lain selain Allah. “Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Mahatinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya)” (QS an-Naml: 63).

Risalah al-Amin sangat kaya akan mutiara hikmah dari pemikiran sufistik Imam asy-Syadzili. Dalam karyanya ini, sang penulis telah mengajarkan banyak hal kepada khalayak. Karena itu, buku setebal 328 halaman ini dapat menjadi rujukan untuk selalu hidup dengan mengingat Allah. Implikasinya ialah memperbanyak zikir, tobat, dan ketaatan kepada-Nya.

Selain itu, Imam asy-Syadzili juga menjelaskan tentang tema-tema berat yang sering diulas dalam ilmu tasawuf, seperti derajat para wali Allah, mahabbah, makrifat, mata batin, rahasia ilahi. Bahkan, ia juga menjelaskan tentang sufi dan tasawuf itu sendiri.

 
Tasawuf berarti melatih jiwa untuk lebih menghamba kepada Allah saja.
 
 

Menurut dia, tasawuf berarti melatih jiwa untuk lebih menghamba kepada Allah saja. Jiwa manusia, melalui jalan salik, dikembalikan agar patuh kepada hukum-hukum Ilahi. Sedangkan sufi itu mempunyai empat sifat. Pertama, berakhlak dengan akhlak Allah.Kedua, selalu menaati perintah-perintah Allah.

Ketiga, tidak mengikuti hawa nafsu lantaran malu kepada Allah. Terakhir, selalu bermunajat dengan benar-benar berkeinginan “lebur” bersama Allah.

Kitab Risalah al-Amin ini merupakan salah satu karya Imam asy-Syadzili yang sangat tepat dibaca jika Anda ingin berkenalan dunia sufistik. Buku ini dapat dijadikan pegangan bagi siapapun yang ingin menapaki jalan panjang menuju Allah SWT. Apalagi, gaya bahasanya sangat enak untuk dibaca. Begitu pula dengan kualitas terjemahannya.

Tema-tema tasawuf biasanya sangat sulit untuk dicerna oleh kalangan awam. Namun, buku ini mampu menyajikan banyak hikmah yang bisa dipelajari dengan mudah. Kendati demikian, pembaca tetap harus lebih berhati-hati dalam menapaki jalan terjal untuk sampai kepada-Nya. Jika ada pembahasan yang tidak dipahami, sebaiknya bertanya lebih lanjut kepada seorang guru atau ulama. 

photo
Buku terjemahan bahasa Indonesia dari karya Imam asy-Syadzili yang diterbitkan Turos. - (DOK PRI)

DATA BUKU

Judul : Risalah al-Amin: Wejangan yang Mengantarkan Kita Sampai Kepada-Nya

Judul Asli: Risalah al-Amin fi al-Wushul li Rabb al-‘Alamin

Penulis : Abu Hasan asy-Syadzili

Penerjemah : Ali Rohmat

Penerbit : Darul Haqiqah / TuROS Pustaka

Tebal : 328 halaman

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat