Petugas menyuntikkan vaksin Covid-19 kepada warga binaan sosial di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya II, Cipayung, Jakarta, Selasa (14/9/2021). Sebanyak 180 warga binaan yang sebagian besar merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mengikuti vaksinasi | ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Nasional

Kecemasan Naik Selama Pandemi

Kemenkes upayakan seluruh puskesmas dapat melayani kesehatan jiwa.

JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan angka gangguan kecemasan yang dialami oleh masyarakat mengalami kenaikan 6,8 persen selama masa pandemi Covid-19. Hal itu terungkap dalam penelitian terakhir yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Subkoordinator Substansi Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Kemenkes, dr Juzi Delianna mengatakan, selain angka gangguan kecemasan, angka gangguan depresi ikut mengalami peningkatan 8,5 persen. "Apabila melihat proyeksi jumlah penduduk di Indonesia, hal tersebut benar-benar membutuhkan penanganan yang serius," kata Juzi dalam bincang-bincang Kesetaraan dalam Kesehatan Jiwa untuk Semua yang diikuti secara daring, Jumat (8/10).

Berdasarkan data Kemenkes sepanjang 2020, sebanyak 18.373 jiwa mengalami gangguan kecemasan, lebih dari 23 ribu mengalami depresi, dan sekitar 1.193 jiwa melakukan percobaan bunuh diri. Menurut dia, peningkatan persentase gangguan kecemasan dan depresi dapat meningkat karena pasien kembali mengalami fase kekambuhan selama pandemi.

Berdasarkan data milik Persatuan Dokter Kesehatan Jiwa Indonesia (PDKJI) dalam lima bulan pertama pandemi Covid-19 disebutkan masalah psikologis terbanyak ditemukan pada usia 17 sampai 29 tahun dan penduduk lanjut usia (lansia) yang berusia di atas 60 tahun.

Juzi menjelaskan, pemikiran bunuh diri paling banyak dilakukan pada penduduk usia produktif. Sebanyak 15 persen memikirkan untuk mati setiap hari dan 20 persen memikirkan untuk mengakhiri hidup dalam beberapa hari dalam sepekan.

“Dari data tersebut menunjukkan, satu dari lima orang memiliki pemikiran tentang lebih baik mati,” kata Juzi.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kemenkes, Celestinus Eigya Munthe mengatakan, untuk mengatasi masalah tersebut, pihaknya telah mengupayakan agar seluruh puskesmas dapat melakukan pelayanan kesehatan jiwa.

Namun kurang lebih dari 10 ribu puskesmas di seluruh Indonesia, baru sekitar 6.000 puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa. “Sehingga layanan kesehatan jiwa yang seharusnya dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan primer masih belum dapat kita laksanakan seluruhnya di seluruh rumah sakit,” katanya.

Lindungi penyintas

Dokter spesialis jiwa di Rumah Sakit Lapangan Indrapura (RSLI) Surabaya, dr Ni Kadek Ratnadewi mengungkapkan, para penyintas Covid-19 masih sangat rawan mengalami gangguan psikis atau mental. Sebab, masih ada penyintas Covid-19 yang mendapat penolakan dari masyarakat, terutama para pekerja migran (PMI) yang baru kembali ke kampung halaman.

Penolakan tersebut, mengganggu mental para penyintas karena tidak segera berkumpul dengan keluarga. "Apalagi yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan mengharuskan diisolasi minimal 14 hari," kata Kadek di Surabaya, Jumat (8/10).

Menurut dia, diperlukan pendampingan khusus bagi para penyintas tersebut. Kadek mengaku, pihaknya telah melakukan terapi psikis dan konsultasi setelah mereka menjalani perawatan di RSLI Surabaya.

Penyintas yang mengalami gangguan psikis ringan diberikan psikotherapy. Sementara yang psikis berat dibantu dengan tambahan farmakoligi. Selain itu, relawan pendamping memberikan program bertajuk 'Teman Curhat'.

"Sesuai keinginan dasar mereka saat ingin pulang ke kampung halaman, melalui penangan psikologis pasien, kami berharap mereka segera bangkit, pulih, dan kembali ke keluarganya dengan selamat," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat