Muhammad Lasri (73) saat mencari sampah plastik untuk dijual kembali di Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (22/11). Pencemaran sampah plastik dari limbah rumah tangga yang mengalir ke perairan teluk Jakarta dapat membahayakan kehidupan kehidupan biota laut d | Republika/Putra M. Akbar

Jakarta

Pencemar Paracetamol di Teluk Jakarta akan Dikenai Sanksi

Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta telah mengambil sampel air laut Teluk Jakarta di Ancol dan Muara Angke.

JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, akan menyiapkan sanksi terhadap pelaku pencemar Parasetamol di Teluk Jakarta. Namun demikian, dia mengaku akan menunggu hasil uji laboratorium air Muara Angke dan Ancol soal kandungan Parasetamol dari Dinas Lingkungan Hidup DKI selama 14 hari ke depan.

"Tentu ada sanksinya ya, ada peraturannya. Sekali lagi kita tunggu dulu ya hasil penelitiannya," ujar Riza saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (4/11).

Dia melanjutkan, solusi sementara sejauh ini adalah penelitian dari sampel yang diambil oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Dengan cara itu, lanjut Riza, pihaknya akan mengetahui sejauh mana kandungan Parasetamol yang ada di teluk. "Dan, yang paling penting ini menjadi pelajaran kita semua untuk berhati-hati dan lebih waspada," katanya.

Ditanya dugaan awal penyebab pencemaran, pihaknya mengaku belum mengetahui. Jika nantinya ada unsur kesengajaan, lanjut Riza, pihaknya akan melayangkan sanksi nyata. "Jadi mari kita jaga lingkungan hidup kita agar ekosistemnya baik terpelihara, karena tidak menyangkut ekosistem laut saja, tapi juga kehidupan kita bersama," tuturnya.

Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta telah mengambil sampel air laut di Ancol dan Muara Angke. Pengambilan sampel itu, menyusul kabar adanya kandungan Parasetamol dengan konsentrasi cukup tinggi di Teluk Jakarta.

"Pengambilan sampel ini untuk memastikan apakah pencemaran tersebut masih berlangsung sampai saat ini," kata Kepala Seksi Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Yogi Ikhwan dalam keterangannya, Senin (4/10).

Langkah itu, Yogi mengatakan, perlu diambil mengingat sampel pada riset menyoal kandungan tersebut, dilakukan pada 2017-2018 silam. Menurut Yogi, sampel air laut terbaru dari Ancol dan Muara Angke dibawa ke Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk diuji laboratorium selama 14 hari.

“Pengambilan sampel dilakukan untuk mengetahui apakah pencemaran masih berlangsung, mengindentifikasi sumber pencemarannya, sehingga akan ada langkah yang diambil untuk menghentikan pencemaran tersebut,” ungkap Yogi.

DLH DKI Jakarta memang selalu melakukan pemantauan kualitas air laut enam bulan sekali. Parameter yang digunakan, kata dia, berdasarkan 38 parameter baku yang mutunya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Namun, diakuinya, parameter kontaminan jenis Parasetamol tidak diatur secara spesifik di beleid tersebut. Meski demikian, dia mengaku akan tetap berkomitmen mendalami sumber pencemaran lingkungan tersebut. "Dan, mengambil langkah untuk menghentikan pencemaran tersebut," jelas Yogi.

Sebelumnya, dilaporkan ada pencemaran parasetamol dengan konsentrasi tinggi di Teluk Angke dan Ancol, Jakarta Utara. Temuan itu, berdasarkan pada studi berjudul Konsentrasi Tinggi Paracetamol di Wilayah Perairan Teluk Jakarta, Indonesia yang ditulis peneliti Oseanografi LIPI Wulan Koagouw dan beberapa peniliti lain.

Hasilnya, menunjukkan jika wilayah perairan tersebut telah terkontaminasi, dan beberapa kandungannya adalah senyawa dari obat-obatan. Menyoal kandungan yang ada di perairan tersebut, dikatakan telah melewati batasan paramater dari standar kualitas air laut di Indonesia. 

Sebagai informasi, kandungan parasetamol yang terkandung di Angke mencapai 610 nanogram per liter. Sedangkan, di Ancol kandungannya mencapai 420 nanogram per liter.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Dinas Lingkungan Hidup DKI (dinaslhdki)

Tim Peneliti Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wulan Koagouw, menjelaskan, dalam studi yang dilakukannya di Teluk Jakarta, tidak hanya meneliti kandungan Parasetamol, tetapi juga obat-obatan yang termasuk dalam contaminant of emerging.

Menurut Wulan, sebagai obat yang digunakan mayoritas orang tanpa perlu resep dokter, Parasetamol tentu mudah didapat di Jakarta dan Indonesia. Dengan tingkat penggunaan yang masif di Jakarta dan Indonesia, kata dia, hal itu akan menjadi dasar pengaruh pada pendeteksian Paracetamol secara umum, termasuk yang diteliti dalam studinya berjudul "Long-term exposure of marine mussels to paracetamol” dalam jurnal Environmental Science & Marine Pollution pada 2021.

"Jadi saya ingin tahu di Indonesia apakah terdeteksi Parasetamol. Sebenarnya simpel sekali (studi) pada saat itu. Saya hanya penasaran ingin tahu apakah Parasetamol itu terdeteksi atau tidak, ternyata terdeteksi," kata Wulan dalam diskusi di Jakarta, Senin (4/10).

Wulan menampik, jika awal mula penelitian yang dilakukannya adalah untuk meneliti Parasetamol. Sebaliknya, dia menilai penelitian awal dilakukan untuk meneliti obat lainnya yang belum digunakan di Indonesia, meski dia belum mengetahui lebih jauh apakah tujuan utamanya telah tersedia di Indonesia atau belum.

"Tetapi, kalau misalnya saya punya funding yang gede, punya waktu yang lama, saya punya resource-nya, tentu saja saya akan mau untuk meneliti kemungkinan selain parasetamol," tutur Wulan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat