Kegiatan santri Pesantren Sidogiri sebelum pandemi Covid-19. | ANTARA

Khazanah

Pesantren Sidogiri dan Insentif Guru Madrasah

Pesantren Sidogiri dikenal memiliki kemandirian ekonomi yang luar biasa.

JAKARTA – Sebanyak 34 perwakilan pesantren dari 20 provinsi di Indonesia mengikuti pelatihan kemandirian ekonomi pesantren angkatan ke-2 yang dihelat di pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Pelatihan yang memadukan metode ruang kelas dan studi lapangan tersebut dilaksanakan selama enam hari sejak 27 September - 2 Oktober 2021.

Pelatihan tersebut diselengarakan oleh Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag).

Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, Imam Syafei, mengingatkan pentingnya melatih nalar kreatif dan inovatif dalam membangun unit bisnis pesantren. Supaya pesantren mampu maju dan kompetitif.

"Di abad ke-21 ini ada dua kompetensi yang sangat dibutuhkan yaitu inovasi dan kreativitas. Semua lembaga, organisasi, maupun perusahaan, mereka yang mampu bertahan maju dan bisa berkembang adalah mereka yang terus melakukan inovasi. Sebaliknya banyak perusahaan bangkrut, lembaga tutup, organisasi redup, semuanya karena mereka berhenti berinovasi," kata Imam melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Kamis (30/9).

Menurutnya, tiga hal yang memastikan bahwa seseorang sudah berinovasi, yakni ketika melakukan sesuatu sebagai yang pertama (the first), yang terbaik (the best), atau melakukan sesuatu yang berbeda (the different). Pertama ciptakan sesuatu yang belum pernah dilakukan orang lain.

Kalau tidak bisa melakukan yang pertama dan ternyata sudah dilakukan orang lain, pastikan yang dilakukan adalah yang terbaik. Kalau tidak bisa melakukan yang pertama dan yang terbaik, pastikan yang dilakukan adalah berbeda.

Menurutnya, orang kreatif akan mampu menangkap dan mengembangkan potensi yang bahkan tidak diperhatikan orang lain. Semua itu juga harus didukung oleh keberanian untuk memulainya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Santri Sidogiri (santrisidogiri)

Pelatihan kemandirian ekonomi pesantren pada dua hari pertama dilakukan di dalam ruangan dengan pembekalan teknis. Menginjak hari ketiga, peserta pelatihan melakukan studi dan observasi lapangan ke lingkungan pondok pesantren Sidogiri yang berlokasi di Kecamatan Kraton, Pasuruan.

Kepala Subdirektorat Pondok Pesantren Kemenag, Basnang Said, yang mendampingi pelatihan ini mengungkapkan bahwa pelatihan tersebut adalah rangkaian tindak lanjut dari program kemandirian pesantren. Ini merupakan program prioritas Kemenag di bawah Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.

Dikatakan Basnang, dipilihnya Pasuruan sebagai lokasi pelatihan bukan tanpa sebab. Karena keberadaan pesantren Sidogiri yang telah terbukti berhasil mengembangkan ekonomi pesantren diharapkan menjadi mentor sekaligus mitra usaha bagi pesantren-pesantren peserta pelatihan.

"Pelatihan ini bukan saja untuk memberikan bekal teknis bagi calon para pengelola usaha di pesantren, lebih dari itu untuk membuka dan membangun jejaring bisnis antar pesantren," kata Basnang.

Ia menerangkan, studi lapangan tersebut lebih spesifik untuk mempelajari secara langsung dua unit usaha di Sidogiri, yakni Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Sidogiri dan Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil Usaha Gabungan Terpadu (BMT-UGT) Sidogiri. Keduanya merupakan unit bisnis yang berbasis pesantren, berdiri sendiri, namun saling menopang.

"Dalam skema Peta Jalan Kemandrian Pesantren yang telah kami susun, ada empat tipologi pesantren berdasarkan besaran unit usaha yang dimiliki, namun semuanya belum mencapai tahap ekspansif. Setelah kunjungan ini kami harapkan pesantren Sidogiri bisa menjadi salah satu mentor atau lokomotif penggerak untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki pesantren lainnya," ujarnya.

Sekretaris Kopontren Sidogiri, Munjil Anam, menyambut baik ikhtiar yang dilakukan Kemenag dalam membangun ekosistem ekonomi pesantren. Kopontren Sidogiri sebagai badan usaha milik pondok pesantren memiliki visi dan semangat yang sama dengan pesantren lain. Menurutnya bukan hal mustahil potensi ekonomi yang dimiliki pesantren akan dapat dikembangkan dengan lebih baik jika dilakukan secara berjamaah.

"Semangat kami adalah menggandeng dan menggendong. Jadi konsep yang kami terapkan adalah bersinergi dengan masyarakat, bersinergi dengan pesantren, dan pelaku usaha lain," kata Munjil.

Diceritakan Munjil, sejak berbadan hukum resmi pada tahun 1997, Kopontren Sidogiri telah berhasil mengembangkan berbagai unit bisnis. Saat ini Kopontren Sidogiri memiliki empat anak perusahaan (PT) sebagai operator bisnis dari beberapa lini usaha.

Empat perusahaan yang didirikan oleh Kopontren Sidogiri yakni PT Sidogiri Mitra Utama yang bergerak dalam sektor distribusi, toko retail, dan grosir dengan brand Toko Basmalah. PT Sidogiri Mandiri Utama pada sektor manufaktur yang memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek Santri. PT Sidogiri Pandu Utama pada sektor jasa pengembangan SDM dan infrastruktur IT. PT Sidogiri Fintech Utama sebagai perusahaan yang bergerak pada sektor pembayaran digital (Digital Payment) dengan produk utama uang elektronik e-maal.

Insentif guru non-PNS madrasah

Kabar gembira buat para guru nonpegawai negesi sipil (non-PNS) madrasah. Pemerintah memberikan insentif kepada mereka dan akan cair dalam waktu dekat.

"Surat perintah pembayaran dana sudah terbit. KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) akan segera menyalurkan anggaran yang sudah teralokasi di RKAKL Kementerian Agama ke rekening bank penyalur insentif guru madrasah bukan PNS,” kata Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas seperti dilansir laman resmi Kementerian Agama (Kemenag), Senin (27/9).

"Kami perkirakan, semoga akhir September atau awal Oktober 2021, dana ini sudah bisa masuk ke rekening guru bukan PNS penerima insentif," kata dia.

Menurut Menag, insentif ini diberikan kepada guru bukan PNS di raudlatul athfal (RA), madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs), dan madrasah aliyah (MA). Insentif ini bertujuan memotivasi guru bukan PNS untuk lebih berkinerja dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Dengan begitu diharapkan terjadi peningkatan kualitas proses belajar-mengajar dan prestasi belajar peserta didik di RA dan madrasah.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, M Ali Ramdhani, menambahkan, insentif akan diberikan kepada guru yang memenuhi kriteria. Total kuota yang ada, telah dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah guru di setiap provinsi. Jawa Timur, misalnya, menjadi provinsi dengan kuota terbanyak, karena jumlah guru madrasah bukan PNS di sana juga paling banyak.

Sebelumnya, lanjut Ramdhani, anggaran insentif guru ada di daerah. Namun, untuk tahun 2021, pencairan insentif dilakukan secara terpusat, melalui anggaran Ditjen Pendidikan Islam.

"Tunjangan insentif bagi guru bukan PNS pada RA/madrasah disalurkan kepada guru yang berhak menerimanya secara langsung ke rekening guru yang bersangkutan," katanya.

Mengingat keterbatasan anggaran, insentif ini hanya diberikan kepada guru madrasah bukan PNS yang memenuhi kriteria dan sesuai dengan ketersediaan kuota tiap-tiap provinsi. Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Kemenag, M Zain, menyebutkan sejumlah kriteria tersebut. Di antaranya, aktif mengajar di RA, MI, MTs, atau MA/MAK dan terdaftar di program Simpatika (Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Agama).

Kriteria lainnya, belum lulus sertifikasi, memiliki nomor PTK Kementerian Agama (NPK) dan/atau nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK).

“Diprioritaskan bagi guru yang masa pengabdiannya lebih lama dan ini dibuktikan dengan surat keterangan lama mengabdi," katanya.

Selain itu, kata dia, belum usia pensiun (60 tahun).  "Ini akan diprioritaskan bagi guru yang usianya lebih tua," kata M Zain.

Zain juga menuturkan, insentif bagi guru madrasah non-PNS bertujuan meningkatkan motivasi, kinerja, dan kesejahteraan mereka. Sebab, bagaimanapun, peran guru non-PNS madrasah sangat penting.

"Karena sejauh ini guru PNS belum mampu memenuhi kebutuhan proses pembelajaran siswa-siswi madrasah yang sudah mencapai sekitar 10 juta orang, dan hampir 84 persen guru madrasah adalah non-PNS," kata dia kepada Republika, Selasa (28/9).

Adapun besaran insentif yang akan diterima setiap guru non-PNS, yaitu sebesar Rp 2 juta. Besaran ini adalah hasil rincian dari Rp 250 ribu per bulan dikali delapan bulan. Zain mengatakan, besaran tersebut sesuai dengan ketersediaan anggaran. "Awalnya Rp 200 ribu per bulan, sejak 2018 naik menjadi Rp 250 ribu," kata dia.

Terkait hal ini, pengamat pendidikan Islam dari Udniversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah, mengatakan, kesejahteraan guru, baik ASN maupun non-ASN, merupakan amanah UUD. Karena itu, kesejahteraan merupakan hak seorang guru.

"Pemerintah belum maksimal menyejahterakan guru. Di antaranya, belum semua tersertifikasi. Pemerintah daerah (pemda) juga belum, karena masih banyak yang anggaran pendidikannya di bawah 20 persen," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (28/9).

Sejauh ini, kata dia, banyak guru honorer dan non-ASN yang gajinya di bawah Rp 1 juta. Kebanyakan madrasah negeri hanya mengandalkan dana BOS. Di sisi lain, sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) madrasah swasta kecil, bahkan ada yang gratis. Kondisi tersebut, kata dia, kemudian berdampak terhadap gaji para guru honorer (non-PNS).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat