Pasukan TNI yang tergabung dalam Satgas Tinombala berjalan disekitar perkampungan warga yang menjadi lokasi penyerangan yang diduga dilakukan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora, di Dusun Lewonu, Desa Lemban Tongo | ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Tajuk

Babak Baru di Poso

Kita berharap, pemerintah pusat sigap menyikapi situasi keamanan di Poso pascatewasnya Ali dan Jaka ini.

Satuan Tugas Madago Raya berhasil menewaskan Ali Kalora dan Jaka Ramadhan, Sabtu (19/9). Keduanya adalah buronan teroris. Pemerintah menyebut mereka sebagai gerakan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Gerakan ini, dalam video yang disebarkan bertahun-tahun lalu, sempat menyatakan diri sebagai cabang Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) di Indonesia. Daerah operasi mereka berada di pegunungan di Kota Poso, Sulawesi Tengah.

Sudah bertahun-tahun mereka di sana, dan melakukan teror ke penduduk setempat. Ali alias Ahmad adalah pengganti Santoso sebagai pimpinan MIT. Pada 2016, Satgas Tinombala menembak mati Santoso juga di kawasan pegunungan Parigi Moutong, Poso.

Dengan tewasnya pucuk pimpinan MIT, satgas menyatakan, kekuatan MIT tinggal empat orang. Pengamat intelijen menilai, keempat orang itu tidak memiliki kapasitas mumpuni untuk memimpin gerakan.

Dengan terus-menerus dikejar aparat gabungan dan informasi dari warga, keempatnya disebut bakal tertangkap tidak lama lagi. Atau perlawanan mereka akan semakin lemah.

Kita berharap, aparat dalam waktu singkat bisa menangkap sisa-sisa gerakan MIT. Dengan demikian, dapat memulihkan kondisi keamanan di Poso dan sekitarnya. Kita tahu, warga di sana sudah jenuh dan jengah diteror oleh kelompok ini.

 
Dengan tewasnya pucuk pimpinan MIT, satgas menyatakan, kekuatan MIT tinggal empat orang. 
 
 

Namun, pertanyaan utamanya adalah setelah Santoso dan Ali tewas, apakah teror di Poso ataupun Indonesia akan lenyap? Ini pertanyaan sekaligus harapan. Pemerintah dan aparat keamanan harus bisa menjawab pertanyaan ini. Ada beberapa faktor yang bisa kita cermati untuk menuju jawaban pertanyaan tersebut.

Pertama, selalu ada aktor baru yang muncul atau dimunculkan. Sebelum Mujahidin Indonesia Timur, publik diperkenalkan dengan Jamaah Islamiyah dan Jamaah Ansharut Daulah. Keduanya disebut sebagai pengendali gerakan bom bunuh diri ataupun serangan teror di berbagai kota di Indonesia.

Yang menarik, setelah Afghanistan dikuasai Taliban, pemangku kepentingan pemberantasan terorisme di Indonesia mulai menggiring opini bahwa akan ada pengaruhnya di Indonesia. Pernyataan Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) ataupun Detasemen Khusus Antiteror 88 dalam sebulan terakhir cukup keras menyikapi euforia Taliban di dalam negeri.

Kedua, jejaring teroris Asia Tenggara yang disebut masih aktif. Dalam beberapa kesempatan, menteri pertahanan periode sebelumnya, Ryamizard Ryacudu, menyatakan bahwa masih ada ribuan kombatan eks ISIS, yang kini masuk ke Asia Tenggara.

Kombatan ini disebut berkumpul di Mindanao, Filipina. Kelompok Santoso pernah beberapa kali disebut mendapat bantuan logistik dari jejaring kombatan tersebut. Beberapa anggota MIT juga ada yang merupakan warga asing. Apakah tewasnya Ali akan memunculkan reaksi dari Mindanao?

Faktor ketiga, konflik Poso, yang disebut memicu munculnya Santoso dan kawan-kawan, memiliki genealogi cukup panjang. Disebut merupakan kelanjutan, langsung atau tidak langsung, dari konflik Sampit Kalimantan Barat dan konflik Ambon. Akar permasalahnnya jauh dari konflik agama.

Dalam berbagai literatur disebut akar masalah konflik dan kerusuhan Sampit, Ambon, Poso, adalah kesenjangan ekonomi dan kontestasi politik lokal. Dari sini, aktor-aktor tertentu mengubahnya menjadi konflik Islam melawan Kristen. Kemudian berubah lagi menjadi konflik Islam melawan negara Indonesia.

 
Kita berharap, pemerintah pusat sigap menyikapi situasi keamanan di Poso pascatewasnya Ali dan Jaka ini. 
 
 

Kita berharap, pemerintah pusat sigap menyikapi situasi keamanan di Poso pascatewasnya Ali dan Jaka ini. Sigap dalam artian, segera mungkin pendekatan keamanan yang amat dominan di sana, dapat berganti dengan pendekatan kesejahteraan. Bahan bakar dari gerakan kelompok-kelompok macam ini umumnya hanya dua, suara mereka tidak didengar dan kondisi perekonomiannya jelek.

Mendengar ketidakpuasan publik, mempercepat pembangunan di Poso dan kawasan sekitarnya, serta membangkitkan perekonomian lokal menjadi salah satu faktor penting. Tidak lupa juga menggenjot kualitas pendidikan dan sumber daya manusia.

Dengan begitu, tidak ada celah bagi warga di sana untuk mendukung ataupun bergabung dengan gerakan sejenis. Kita berharap dan berdoa, peristiwa ini membuka babak baru kehidupan warga di Poso dan sekitarnya. Semoga.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat