Karyawan melintasi layar monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (11/6/2021). Tidak ada istilah passive income dalam investasi karena setiap orang harus siap menanggung risiko. | ANTARA FOTO/RENO ESNIR

Khazanah

Passive Income dalam Pandangan Islam

Tidak ada istilah passive income dalam investasi karena setiap orang harus siap menanggung risiko.

 

 

OLEH UMAR MUKHTAR

Istilah passive income alias pendapatan pasif tentu sudah tidak asing lagi, terutama bagi mereka yang aktif dalam dunia investasi. Namun, bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini?

Dosen hukum ekonomi syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, AH Azharuddin Lathif, menerangkan, Islam tidak mengenal istilah passive income. Sebab, kompensasi atau pendapatan atau keuntungan itu harus setara dengan kesulitan yang dilakukan atau sesuatu yang dikerjakan.

"Seseorang diam lalu menerima keuntungan, itu tidak ada. Contoh ekstremnya, ada yang menyebutkan di surga itu nanti mendapat passive income. Padahal sebenarnya bukan itu. Anda di surga karena sudah kerja habis-habisan di dunia, maka Allah memberikan kompensasinya di akhirat karena di dunia belum tentu mendapat kompensasi," ujar dia kepada Republika, Kamis (16/9).

Untuk memperoleh keuntungan, Azharuddin menerangkan, harus ada usaha yang dilakukan. Kalau hanya berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa tetapi mendapat kompensasi berupa keuntungan finansial, itu tidak sesuai dengan prinsip syariat.

Dalam Islam, ada kaidah fikih yang bisa menjadi pijakan, yakni al-ghunmu bil-ghurmi, yang berarti profit datang bersama risiko. Dengan kata lain, risiko juga menyertai manfaat.

Kaidah lainnya ialah al-kharaj bi al-dhaman, yang berarti hasil usaha itu muncul bersama biaya. Ini artinya, jika Anda ingin memperoleh keuntungan, harus siap juga menanggung kerugian.

"Perspektif syariah itu justru melawan paradigma passive income karena membuat orang malas, yang selalu inginnya menyalurkan investasi, tetapi tidak mau rugi. Kalau kita mau untung, justru harus siap rugi. Itu prinsip syariah," ujar dia.

 
Kalau kita mau untung, justru harus siap rugi. Itu prinsip syariah
 
 

Misalnya, ketika seseorang menanamkan modal ke orang lain kemudian memperoleh keuntungan dari sana, sebetulnya yang diperoleh oleh investor itu bukan passive income. Sebab, ketika menginvestasikan uangnya, berarti ada risiko kerugian yang harus siap ditanggung.

"Umpamanya, kalau saham lagi bagus, saya memang untung. Tetapi, kalau sahamnya lagi jelek, saya siap rugi. Ini sesuai dengan kaidah di dalam syariat. Jadi, dalam perspektif Islam, tidak ada investasi yang pasti menghasilkan keuntungan atau tidak pernah rugi," ujar Azharuddin.

Dia kembali mengambil contoh lain, yakni sukuk pendapatan tetap dan pendapatan tidak tetap. Keduanya memiliki potensi kerugian dan tidak bebas risiko. Jika kemudian mendapat keuntungan, keuntungan tersebut selaras dengan risiko yang dihadapi.

"Kalau Anda berinvestasi lalu hasil keuntungannya dianggap passive income, menurut syariat itu tidak tepat. Karena prinsipnya, orang kalau mau mendapat untung ya harus siap menanggung rugi," ujar direktur Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Institute itu.

Azharuddin mengakui, keuntungan memang selalu ada potensinya dan bisa diproyeksikan. Namun, pertanyaannya kemudian, apakah keuntungan yang telah diproyeksikan itu pasti terjadi dan kerugian pasti bisa dihindari? Gaya ekonomi kapitalis memang menghendaki demikian, yaitu kepastian memperoleh keuntungan dan tidak mau rugi.

"Kalau di syariah itu nggak bisa. Seseorang yang mendapat keuntungan harus siap menanggung risiko, termasuk dalam akad jual-beli," ujarnya.

Sekalipun sukuk negara, seperti surat berharga syariah negara (SBSN), tetap saja ada risiko karena ada kemungkinan negara gagal bayar. Terlebih, sukuk korporasi, yakni sukuk yang diterbitkan perusahaan.

"Jadi, menurut syariah, tidak ada istilah passive income dalam investasi karena setiap orang harus siap menanggung risiko meskipun risiko itu bisa dimitigasi dengan cara memilih portofolio yang relatif aman," katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat