Presiden Joko Widodo (kedua kiri) berbincang dengan sejumlah tengku dayah saat meninjau vaksinasi Covid-19 di Pesantren Istiqamatuddin Darul Muarif Desa Lambro Bileu, Kuta Baro, Aceh Besar, Aceh, Kamis (16/9/2021). | ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Kabar Utama

Kemenag Siapkan Juknis Dana Pesantren 

Pelaporan dana pesantren tak masalah selama merupakan bantuan pemerintah.

JAKARTA — Kementerian Agama sedang menyiapkan petunjuk teknis (juknis) terkait pelaporan keuangan pondok pesantren (ponpes). Pendampingan juga akan dilakukan agar pesantren bisa menjalankan aturan pelaporan pendanaan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren. 

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Waryono Abdul Ghofur mengakui, belum semua pesantren memiliki sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni untuk membuat laporan keuangan. "Oleh karena itu, perlu disiapkan semuanya agar tidak ada yang masuk 'hotel prodeo'," kata Waryono kepada Republika, Kamis (16/9). 

Kewajiban ponpes melaporkan pendanaan menjadi salah satu hal yang diatur dalam Perpres 82 Tahun 2021. Sejumlah pimpinan ponpes merasa keberatan karena aturan wajib lapor juga diberlakukan bagi dana yang bukan berasal dari pemerintah, seperti hibah luar negeri dari lembaga nonpemerintah, warga negara asing (WNA), dan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Hal tersebut dinilai bakal memberatkan karena ponpes harus meluangkan lebih banyak waktu dan SDM untuk membuat laporan keuangan kepada pemerintah. 

Waryono berharap juknis yang sedang disiapkan dapat membuat pesantren tak keliru dalam menjalankan kebijakan mengenai pelaporan pendanaan. "Karena memang belum semuanya (belum semua pesantren siap). Pesantren itu macam-macam (kemampuannya)," kata Waryono. 

Waryono dalam wawancara sebelumnya dengan Republika menyampaikan, Perpres 82/2021 merupakan amanat UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. UU tersebut, kata dia, mengamanatkan adanya pengelolaan yang akuntabel dan transparan. "Meskipun dana CSR agar ada laporan kepada menteri (agama)," kata Waryono.

Pengasuh Ponpes Edi Mancoro di Kabupaten Semarang, KH Muhamad Hanif mengakui, Perpres 82/2021 memiliki implikasi positif bagi pesantren. Keberadaan dana abadi pesantren yang diatur dalam perpres menunjukkan keseriusan negara dalam memperhatikan kepentingan pesantren. "Khususnya dalam hal pengelolaan dan apa yang menjadi kebutuhan pesantren," kata dia saat diwawancarai, Rabu (15/9) malam.

Namun, ia mengakui aturan yang mewajibkan pesantren melaporkan penggunaan dana nonpemerintah tidak mudah diterapkan. Menurut dia, menyiapkan SDM untuk kepentingan administrasi bukan perkara yang mudah, tapi sulit dilakukan dalam waktu singkat. 

Karena itu, pria yang akrab disapa Gus Hanif ini menyebut, kesiapan SDM dan persoalan administasi menjadi tantangan dalam pengelolaan pesantren. "Yakni menyiapkan orang atau SDM yang mampu melakukan adaptasi dengan perpres yang sudah diteken Presiden tersebut," katanya.

Sumber pendanaan di Pondok Pesantren Edi Mancoro selama ini berasal dari masyarakat, para santri, serta sumbangan lain yang tidak mengikat, baik dari pemerintah maupun pihak ketiga. Ada juga dana yang sifatnya kerja sama. Menurut Gus Hanif, jika dana tersebut berasal dari masyarakat atau santri, laporannya bersifat internal. 

photo
Prajurit Kesehatan TNI memeriksa tekanan darah santri sebelum mengikuti vaksinasi Covid-19 dalam kegiatan Serbuan Vaksinasi Santri dari Mabes TNI di Pondok Pesantren Girikesumo, Banyumeneng, Mranggen, Demak, Jawa Tengah, Selasa (14/9/2021).  - (ANTARA FOTO/Aji Styawan)

Demikian halnya jika dana tersebut dari pihak ketiga dan pengelola memiliki tanggung jawab melaporkan, tentu bakal dilaporkan sesuai ketentuan atau petunjuk teknis yang dipersyaratkan. "Yang sudah berjalan selama ini seperti itu," katanya.

Menurut Gus Hanif, implikasi positif dan negatif perpres tersebut pasti ada. Karena, pesantren yang selama ini merupakan lembaga mandiri dan telah mengakar di masyarakat harus menjadi terikat secara administratif, seperti sekolah pada umumnya. Pesantren kini harus mempertanggungjawabkan anggarannya kepada negara dengan mekanisme pelaporan ala administrasi kenegaraan. 

"Hal ini tentu akan menjadi tantangan bagi pesantren untuk menyiapkan SDM yang bisa mengelola administrasi pelaporan dan semacamnya," kata dia. 

Kendati demikian, secara umum ia mengapresiasi terbitnya Perpres Nomor 82 Tahun 2021. Perpres tersebut bakal berdampak terhadap kebijakan di daerah. "Sehingga daerah tidak ragu lagi dalam mengalokasikan anggaran untuk mendukung pengelolaan maupun pengembangan pesantren," kata Gus Hanif. 

Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong KH Moh Hasan Mutawakkil Alallah juga mengapresiasi terbitnya Perpres Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren. Perpres tersebut bisa menjadi angin segar karena pemerintah akhirnya menyediakan dana abadi pesantren. 

Meski begitu, ia berharap para pelaksana kebijakan dapat merealisasikan apa yang menjadi keinginan pemerintah dengan cara yang mudah, tidak birokratis, dan tidak menyangkut hal-hal di luar bantuan yang diberikan. Termasuk, kata dia, tidak mencampurkan bantuan yang diterima pesantren dari luar pemerintah.

"Karena kalau itu terjadi, pesantren merasa diintervensi urusan internalnya. Di mana selama ini pesantren tanpa bantuan pemerintah pun sudah bisa mandiri," kata Hasan kepada Republika, Kamis (16/9).

Hasan menegaskan, pesantren sangat siap jika diminta menertibkan manajemen administrasi, termasuk pelaporan penggunaan dana. Hal itu tidak menjadi masalah selama berhubungan dengan bantuan yang digelontorkan pemerintah. Namun, kewajiban mengenai pelaporan dana nonpemerintah, Hasan menilai, perlu dikomunikasikan kembali dengan pihak pesantren. 

"Ini supaya tujuan mulia pemerintah membuahkan kemanfaatan dan kemaslahatan yang mulia juga untuk komunitas pesantren. Pesantren benteng terakhir dari NKRI yang masih orisinal, murni, dan tidak kecampuran macam-macam, termasuk urusan politik," ujarnya.

Hasan berpendapat, dana hibah luar negeri dan program lain di luar pemerintah sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan dana yang digelontorkan pemerintah. Karena itu, ia menilai, pemerintah sebaiknya tidak perlu mengatur hal tersebut. "Kalau memang niat bantu ya sudah dibantu. Kalau harus merambat kepada yang sudah-sudah saya rasa itu berlebihan sekali," kata Hasan. 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat