Pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) Yudi Purnomo menunjukan kartu identitas pegawai saat meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (16/9/2021). | Republika/Thoudy Badai

Kabar Utama

Pegawai KPK yang Dipecat Tempuh Jalur Hukum

Presiden Jokowi dinilai masih punya celah untuk menganulir keputusan pimpinan KPK.

JAKARTA -- Ketua Wadah Pegawai KPK nonaktif, Yudi Purnomo mengungkapkan, puluhan pegawai yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) akan tetap menempuh jalur hukum. Hal itu menyusul keputusan pemecatan terhadap 51 pegawai KPK oleh pimpinan lembaga antirasuah tersebut.

"Walaupun sampai sekarang kami belum mendapatkan SK pemberhentian, tapi setelah nanti mendapatkan kami akan melakukan perlawanan hukum," kata Yudi Purnomo dalam keterangan, Kamis (16/9).

Yudi mengatakan, upaya hukum dilakukan karena keputusan yang diambil pimpinan KPK tidak sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Dia menilai bahwa pimpinan KPK seperti berlawanan dengan perintah presiden yang menyebutkan bahwa TWK bukan sebagai patokan pegawai KPK dapat beralih menjadi ASN.

Yudi berharap, Presiden Jokowi segera mengambil sikap mengenai permasalahan pegawai KPK yang diberhentikan karena proses TWK. Menurutnya, hanya Jokowi sebagai panglima tertinggi yang dapat memberhentikan atau tidak 51 Pegawai KPK tersebut.

photo
Pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) Yudi Purnomo membawa pulang perlengkapan milkinya berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (16/9/2021). KPK akan memberhentikan sebanyak 56 pegawai KPK yang tidak lulus TWK dalam proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 30 September mendatang. Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

"Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan. Mengapa para pejuang antikorupsi, penyidik, penyelidik dan pegawai lainnya yang selama belasan tahun ini telah memberantas korupsi, tapi pada kenyataannya malah diberhentikan dengan alasan TWK. Padahal arahan Presiden pada Mei yang lalu sudah jelas bahwa 75 orang pegawai KPK ini tidak boleh diberhentikan," katanya.

KPK pada Rabu (15/9) mengumumkan pemecatan 51 pegawai yang dinilai tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan TWK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan. Pemberhentian tersebut berlaku efektif per 1 Oktober 2021.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, lembaganya memiliki waktu dua tahun untuk melakukan peralihan status seluruh pegawai menjadi ASN. Dia mengeklaim, bahwa KPK hanya melaksanakan amanat undang-undang. “Jadi tidak ada istilah percepatan atau perlambatan sesuai keputusan saja," singkatnya.

Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) Eko Riyadi mengatakan, kehadiran KPK sejak awal berdirinya mendapatkan dukungan dari masyarakat sipil. Hal itu karena KPK menjadi kekuatan pemberantasan korupsi yang selama ini disuarakan publik dan kekuatan masyarakat sipil.

Namun saat ini ia melihat pimpinan KPK dengan penuh percaya diri mengabaikan suara publik dan aspirasi masyarakat sipil, bahkan rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman RI soal TWK. Tanpa menunggu sikap Presiden, pimpinan KPK langsung memberhentikan para pegawainya yang tak lolos TWK.

"Suara publik diabaikannya, suara lembaga independen Komnas HAM dan Ombudsman RI diacuhkannya," kata Eko kepada wartawan, Kamis (16/9).

Masih ada celah

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meyakini masih ada celah bagi Presiden Jokowi untuk mendengarkan rekomendasi Komnas HAM dan mengambil sikap soal polemik TWK pegawai KPK. Walaupun pimpinan KPK saat ini sudah memutuskan pemecatan 51 pegawai KPK per 1 Oktober 2021.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, Presiden masih berwenang dan bisa mengambil langkah untuk menyelesaikan persoalan TWK KPK. Ia masih meyakini temuan dan rekomendasi Komnas HAM tetap bisa dijadikan batu pijak untuk langkah tersebut.

"Komnas HAM sepakat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung memang harus dihormati. Namun, jika disandingkan dengan temuan faktual Komnas HAM maupun rekomendasinya, secara hukum berbeda dan tidak bisa disandingkan," kata Anam kepada wartawan, Kamis (16/9).

"Oleh karenanya, Presiden bisa menjadikan rekomendasi Komnas HAM sebagai pijakan dengan tetap menghormati putusan MK dan MA terkait norma tersebut masih bisa diambil. Hal ini sebagai wujud tata kelola Negara Konstitusional," imbuhnya.

photo
Sejumlah pegawai nonaktif KPK bersama pegiat antikorupsi menunjukkan surat untuk Presiden saat mengikuti aksi antikorupsi di Jakarta, Rabu (15/9/2021). Aksi tersebut berlangsung sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia serta meminta Presiden Joko Widodo untuk membatalkan pemecatan 57 pegawai KPK yang selama ini memiliki integritas tinggi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. - (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Ombudsman RI juga telah mengirimkan rekomendasi terkait TWK KPK kepada Presiden Joko Widodo, Kamis (16/9). Meskipun rekomendasi Ombudsman RI baru disampaikan sehari setelah pemberhentian pegawai KPK, tapi anggota Ombudsman yakin Presiden Joko Widodo akan membaca substansi rekomendasi dari Ombudsman RI tersebut.

"Biar Presiden membaca dulu sibstansi (rekomendasi)nya," kata Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng, Kamis (16/9).

Robert yakin rekomendasi Ombudsman tetap berguna dan disikapi Presiden Jokowi, walaupun Pimpinan KPK sudah memberhentikan 51 pegawainya yang tidak lolos TWK. Karena itu, tegas Robert, ia membantah bila rekomendasi Ombudsman tidak ditanggapi atau diabaikan. "Kok bilang belum ditanggapi? Rekom kami baru dikirim hari ini," ujar Robert.

Sebelumnya Ombudsman RI menyebut ada rekomendasi yang akan dikeluarkan lembaganya terkait proses TWK pegawai KPK yang dianggap malaadministrasi. Ombudsman RI pun mengirimkan rekomendasi tersebut ke Presiden Joko Widodo. Walaupun waktu pengiriman rekomendasi didahului sikap Pimpinan KPK pada Rabu (15/9) yang memutuskan pemberhentian 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK.

"Hari ini (Kamis 16/9) sudah dikirim, bukti tanda terima naskah juga sudah kami peroleh," imbuhnya.

Selanjutnya, Ombudsman menyerahkan kewenangan kepada Presiden Joko Widodo. Walaupun dalam pernyataan Presiden Jokowi sebelumnya menyebut jangan semua urusan diserahkan ke Presiden, termasuk urusan TWK KPK, yang justru bertentangan dengan pidato Presiden sebelumnya bahwa TWK KPK tidak membuat pegawai KPK diberhentikan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat