Sejumlah santri menunggu untuk disuntik vaksin COVID-19 di Dayah Inti Darul Aitami, Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Kamis (2/9/2021). (ilustrasi) | ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Kabar Utama

Ponpes Harus Laporkan Pendanaan

Kemenag menyatakan pengawasan dana luar negeri agar tak diselewengkan ke terorisme.

JAKARTA -- Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren. Perpres yang diteken pada 2 September 2021 ini mengatur soal pendanaan pondok pesantren (ponpes) serta pelaporan pendanaan tersebut.

Regulasi tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Diatur dalam perpres bahwa pesantren bisa memperoleh dana dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, sumbangan masyarakat, kewajiban sosial perusahaan, serta dari pemerintah ataupun swasta di luar negeri.

Dalam pasal 5 disebutkan bahwa pendanaan ini dapat berupa uang, barang, dan jasa. Lebih detail, sumber pendanaan penyelenggaraan pesantren yang berasal dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat dapat berupa: hibah dalam negeri, hibah luar negeri, badan usaha, pembiayaan internal, dana tanggung jawab sosial perusahaan, dan dana perwalian.

Hal yang diatur lebih perinci dalam perpres ketimbang UU Pesantren adalah soal pertanggungjawaban dana-dana tersebut. Untuk dana dari masyarakat, pengelola pondok pesantren diwajibkan mencatat setidaknya identitas pemberi, jumlah, dan peruntukannya (pasal 6).

photo
Sejumlah santriwati mengikuti simulasi pembelajaran tatap muka (PTM) di Pondok Pesantren Nurul Iman, Cibaduyut, Kota Bandung, Jumat (3/9/2021). - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Sementara, untuk hibah dari pemerintah luar negeri diberikan melalui “Pemerintah Indonesia dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan” (pasal 13). Sementara dalam pasal 14 diatur bahwa hibah dari lembaga nonpemerintahan atau individu dari mancanegara harus dicatatkan secara terperinci identitas pemberi, nominal, dan peruntukannya.

Kemudian, bantuan itu harus dilaporkan ke Kementerian Agama (pasal 15). Selain itu, dana hibah dari luar negeri juga tak boleh digunakan untuk kegiatan di luar penyelenggaraan pesantren. Selain dana hibah dari luar negeri, dana tanggung jawab sosial (CSR) dari swasta yang diterima oleh pesantren juga harus dilaporkan ke pemerintah (pasal 21).

Pemantauan dan evaluasi terhadap sumber dan pemanfaatan pendanaan penyelengaraan pesantren ini akan dilakukan oleh Kementerian Agama seperti diatur dalam pasal 25. Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi, Menteri secara berkala atau sewaktu-waktu melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah.

Selama ini, bantuan pendanaan pesantren dari pemerintah pusat dialokasikan melalui Kemenag. Tahun ini, kementerian itu mengalokasikan anggaran sebesar Rp 55,85 triliun untuk fungsi pendidikan di pesantren, madrasah, dan kampus Islam negeri.

Sepanjang tahun ini, Kemenag telah mengalokasikan bantuan Rp 233 miliar untuk pesantren, Lembaga Pendidikan Al-Quran (LPQ), dan Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT).

 
Sepanjang tahun ini, Kemenag telah mengalokasikan bantuan Rp 233 miliar untuk pesantren, Lembaga Pendidikan Al-Quran (LPQ), dan Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT).
 
 

Dana tersebut di luar dana bantuan terkait pencegahan Covid-19 senilai total Rp 2,599 triliun yang disalurkan sejak tahun lalu. Selain dari pusat, pesantren di sejumlah daerah juga mendapatkan dana hibah dari pemerintah daerah.

Penyaluran dan penggunaan dana-dana ini tak bebas cela. Dana bantuan Covid-19 tersebut, misalnya, sempat dilaporkan dipangkas oknum-oknum di daerah. Belakangan, di Banten juga mengemuka berita soal penyelewengan dana hibah pesantren.

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag, Waryono Abdul Ghofur, mengatakan, perpres tersebut disusun dengan mengundang sejumlah organisasi pesantren. "Dalam konteks pelaporan (sumber dana dan penggunaannya), mohon maaf, sebagian pesantren untuk pelaporan itu berat. Tapi, karena ini tuntutan undang-undang, semuanya harus akuntabel dan transparan meskipun dana CSR agar ada laporan kepada menteri (agama)," kata Waryono kepada Republika, Selasa (14/9).

Ia menekankan, kewajiban melaporkan dana itu konsekuensi perhatian dari negara melalui UU Pesantren. “Secara otomatis pesantren yang sudah memiliki izin operasional ini mengikuti regulasi yang ada, meskipun pesantren secara umum mandiri didirikan oleh kiai atau yayasan. Tapi, ketika ingin mendapatkan akses terkait pendanaan pesantren, ya harus dilaporkan," ujarnya.

Waryono mengatakan, Kemenag ingin memastikan juga bantuan untuk pesantren, termasuk dari luar negeri digunakan untuk pengembangan kompetensi pesantren. Menurutnya, dana tersebut harus dipastikan bukan untuk diarahkan ke sesuatu yang menjurus radikalisme atau terorisme.

"Kita juga ingin memantau itu meskipun dalam konteks ini tidak mudah, maka kerja sama dengan lembaga yang memang berkompeten di situ, kita ingin memantau betul jangan sampai dana yang diberikan ke pesantren eksklusif," katanya menjelaskan.

photo
Prajurit TNI menertibkan antrean santri saat mengikuti vaksinasi COVID-19 dalam kegiatan Serbuan Vaksinasi Santri dari Mabes TNI di Pondok Pesantren Girikesumo, Banyumeneng, Mranggen, Demak, Jawa Tengah, Selasa (14/9/2021). - (ANTARA FOTO/Aji Styawan)

Salah satu amanat UU Pesantren yang juga diatur dalam Perpres 82/2021 adalah soal dana abadi pesantren. “Pemerintah menyediakan dan mengelola Dana Abadi Pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi dari pasal 23 ayat (1).

“Pemanfaatan dana abadi pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk penyelenggaran fungsi pendidikan pesantren,” dilanjutkan dalam pasal 23 ayat (4). Redaksional pasal soal dana abadi pesantren ini tak begitu berbeda dengan UU Pesantren.

Belum diperinci berapa persen dari Dana Abadi Pendidikan yang dialokasikan untuk pesantren. Saat ini, Dana Abadi Pendidikan telah terkumpul sebanyak Rp 70,1 triliun.

Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid al Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama, KH Abdul Ghaffar Rozin, menyambut baik Perpres Pendanaan Pesantren itu. "Secara garis besar isi perpres cukup sesuai dengan aspirasi dari RMI PBNU, hanya saja alokasi pendanaan pesantren dari dana abadi pendidikan besaran atau persentasenya tidak clearly stated. Masukan kita dulu alokasi untuk pesantren sekurangnya 20 persen," kata Gus Rozin pada Selasa (14/9).

Sementara itu, terkait pelaporan pendanaan, menurut Gus Rozin, dana CSR yang perlu dilaporkan kepada Kementerian Agama hanya dari Perusahaan BUMN. “Jika dari perusahaan swasta, saya kira cukup dilaporkan pada penyedia CSR dan akuntan publik jika dipersyaratkan," kata dia.

Sementara itu, Ketua Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2) PP Muhammadiyah, Maskuri juga sepakat perlunya pertanggungjawaban dana pesantren. "Itu implikasi dari diberlakukannya UU 18 Tahun 2019 tentang Pesantren Pemerintah perlu memberikan fasilitasi kepada Pesantren," kata Maskuri, Selasa (14/9).

Maskuri berharap, dengan adanya Perpres ini pesantren di seluruh Indonesia ke depan lebih termotivasi dan lebih maju dengan adanya perhatian Pemerintah tentang pendanaan. "Semua pesantren yang ada di Indonesia yang beragam bentuknya harus mempunyai peluang dan akses untuk memperoleh hibah atau bantuan jangan ada diskriminasi," lanjutnya.

Momen Luar Biasa

Terbitnya perpres ini diharapkan kian meningkatkan kualitas pendidikan pesantren di Indonesia karena ada regulasi baru, yang memperkuat bagi pemerintah daerah untuk membantu dalam pengalokasian anggaran.

"Terbitnya perpres ini adalah sebuah momentum besar bagi dunia pesantren. Kami berterima kasih kepada Presiden Jokowi, yang memiliki komitmen dan perhatian besar dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan pesantren," kata Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Selasa (14/9).

Menag mengungkapkan, Perpres No 82 Tahun 2021 ini ditandatangani presiden pada 2 September 2021. Penyusunan perpres ini dilakukan oleh Kementerian Agama (Kemenag), dengan melibatkan para pihak dari lintas kementerian dan lembaga negara serta stakeholders pesantren.

Menag menjelaskan, dengan terbitnya Perpres No 82 Tahun 2021 ini, pemerintah daerah juga bisa mengalokasikan anggaran untuk membantu pesantren. Hal ini menjadi langkah positif sebab selama ini, ada keraguan sebagian pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk pesantren karena pos pendidikan keagamaan dianggap sebagai urusan pusat atau Kemenag.  

"Dengan terbitnya perpres ini, pemerintah daerah tidak perlu ragu lagi mengalokasikan anggaran untuk membantu pesantren," ujar Menag Yaqut.

Dia mengatakan, pada Pasal 9 Perpres No 82 Tahun 2021 jelas mengatur bahwa pemerintah daerah dapat membantu pendanaan dalam penyelenggaraan pesantren, melalui APBD sesuai kewenangannya. Pendanaan tersebut dialokasikan melalui mekanisme hibah, baik untuk membantu penyelenggaraan fungsi pendidikan, dakwah, maupun pemberdayaan masyarakat.

photo
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan pemaparan saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/5/2021). - (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

"Sekarang, tidak ada alasan lagi bagi pemda untuk tidak mengalokasikan anggaran secara khusus untuk membantu pesantren, baik pada fungsi pendidikan, dakwah, maupun pemberdayaan masyarakat," katanya.

Terkait dana abadi pesantren, Menag Yaqut mengaku, akan segera berkoordinasi dengan menteri keuangan selaku pengelola dana abadi pendidikan. Sebab, dalam perpres diatur bahwa dana abadi pesantren bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi pendidikan.

"Ini akan kami bahas bersama mekanismenya dengan Kementerian Keuangan, baik yang terkait dengan alokasi maupun prioritas program. Dana abadi pesantren khusus untuk penyelenggaraan fungsi pendidikan pesantren," katanya.

Ketua Fraksi PKB DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, terbitnya perpres tersebut menjadi kado indah Hari Santri tahun ini. “Kami sangat bersyukur dengan terbitnya perpres ini maka masa depan pesantren, akan semakin terjamin sehingga bisa terus mengawal pendidikan akhlak bagi anak-anak muda di Indonesia," kata Cucun dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Selasa (14/9).

Menurut Cucun, dengan perpres ini, sumber pendanaan pesantren akan lebih jelas. "Dalam perpres ini diatur dengan saksama sumber-sumber pendanaan pesantren, baik dari masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, hibah yang tidak mengikat, hingga dari dana abadi pesantren," ujarnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat