Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Kriteria Zakat Pertanian

Berapa nisab dan tarif zakat pertanian menurut fikih, fatwa, dan regulasi?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.

Terkait zakat pertanian, apa landasan dalilnya? Berapa nisab dan tarif zakatnya menurut fikih, fatwa, dan regulasi? Mohon penjelasan ustaz! -- Ridwan-Bogor

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Ketentuan fikih terkait hasil pertanian wajib adalah sebagai berikut. Pertama, hasil pertanian menjadi wajib zakat saat mencapai ambang batas minimum wajib zakat (nisab) yaitu minimal senilai 653 kilogram (kg) beras.

Ketentuan minimum nisab merujuk pada ketentuan 5 ausuq sebagai minimum nisab dalam hadis Rasulullah SAW. “Tidak ada zakat pada kurma dan biji-bijian yang kurang dari 5 ausuq.” (HR Muslim).

Dalam beberapa literatur disebutkan asal usul kesimpulan 653 kg beras itu karena ausuq (jamak dari wasaq). 1 wasaq sama dengan 60 sha’, sedangkan 1 sha’ sama dengan 2,176 kg. Maka, 5 wasaq adalah 5 x 60 x 2,176 kg = 652,8 kg atau setara dengan nilai 653 kg beras.

Tetapi jika menghitung dengan gabah atau padi yang masih ada di tangkainya, maka mempertimbangkan perbedaan berat antara beras dan gabah (sekitar 35 persen hingga 40 persen).

Kedua, hasil pertanian tersebut ditunaikan sebesar 5 atau 10 persen setiap kali panen. Ketentuan waktu panen sebagai momentum mengeluarkan zakatnya. Misalnya, petani sawah yang panen per tiga bulan maka zakat ditunaikan per tiga bulan. Tetapi jika petani kelapa sawit itu memanen setiap 15 hari maka zakatnya ditunaikan per 15 hari.

Sebagaimana disebutkan dalam PMA, “Nisab zakat pertanian, perkebunan, dan kehutanan senilai 653 kg gabah. Kadar zakat pertanian, perkebunan, dan kehutanan sebesar 10 persen jika tadah hujan atau 5 persen jika menggunakan irigasi dan perawatan lainnya. Zakat pertanian, perkebunan, dan kehutanan ditunaikan pada saat panen dan dibayarkan melalui amil zakat resmi.” (PMA Nomor 52 tahun 2014).

Sedangkan tarif zakat yang harus dikeluarkan sebesar 5 persen jika ada biaya yang dikeluarkan atau 10 persen jika tidak ada biaya (pengairan alami). Sebagaimana hadis dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, bahwa Nabi SAW bersabda, “Tanaman yang disirami air hujan dan diairi dari mata air atau dengan pengisapan air dari tanah, maka zakatnya sepersepuluh (10 persen). Adapun yang diairi dengan alat, maka zakatnya seperduapuluh (5 persen).” (HR Bukhari).

Dengan perbedaan kewajiban tersebut (5 persen atau 10 persen) telah menunjukkan kewajiban zakat mempertimbangkan asas keadilan. Besaran kewajiban itu mempertimbangkan ada dan tidaknya biaya. Jika pengolahan pertanian itu berbiaya, maka mengurangi kompensasi (kewajiban zakat) sehingga menjadi 5 persen. Dan sebaliknya, jika tanpa berbiaya operasional, maka kewajiban zakatnya menjadi 10 persen.

Sebagaimana juga tuntunan umum terkait kewajiban pertanian, yaitu (1) “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari Bumi untuk kamu...” (QS al-Baqarah: 267).

(2) “… dan berilah hak (zakat)nya di hari ia ditunai (panen) …” (QS al-An’am: 141).

Juga karena usaha sektor pertanian ini telah memenuhi unsur berkembang (an-nama’) sebagai illat atau manath kewajiban zakat. Dengan modal lahan dan bibit yang dikelola, tumbuh, dan berkembang menghasilkan hasil panen. Ketentuan tersebut di atas itu agar setiap penghasilan petani berkah buat para petani dan keluarganya.

Ketiga, misalnya, seorang petani menggarap lahan sawahnya di Karawang. Setelah tiga bulan, ia kemudian memetik hasil panen dengan total hasil panennya satu ton beras. Karena pertanian yang digarapnya itu mengeluarkan biaya, maka ia mengeluarkan zakat 5 persen. Jika dirupiahkan dengan harga jual beras Rp 10 ribu per kg, maka 1.000 kg (1 ton) x Rp 10 ribu = Rp 10 juta. Zakat yang harus dikeluarkan Rp 10 juta x 5 persen = Rp 500 ribu.

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat