Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (tengah), Ketua KPU Arief Budiman (kiri) dan Komisioner KPU Ida Novida Ginting Manik (kanan) berjabat tangan usai memberikan keterangan pers di kantor KPK, Jakarta, Senin (8/42019). Sanksi pidana dikenakan kepada yang tidak | Republika/Prayogi

Nasional

KPK: Perlu Sanksi Pidana soal LHKPN

Sanksi pidana dikenakan kepada yang tidak lapor LHKPN.

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan perlu aturan tegas bagi penyelenggara negara yang luput dalam melaporkan harta kekayaan mereka atau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Tidak adanya sanksi pidana membuat para penyelenggara negara enggan untuk melaporkan harta kekayaan mereka selama menduduki kursi pejabat negara.  "Sanksi selain administrasi perlu dong," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan kepada Republika, di Jakarta, Kamis (9/9).

"Tinggal kemauan saja karena tidak ada sanksi pidananya kalau tidak lapor kelihatannya. Jadi tinggal kemauan saja nih," katanya.

Dia mengatakan, sanksi pidana diperlukan untuk memperkuat LHKPN dalam pemberantasan korupsi. Bahkan, Pahala menegaskan, perlu aturan mengenai pengambilan harta yang tidak sah dari LHKPN-nya kalau yang melaporkan tidak bisa menerangkan asal harta yang dimiliki. 

"Jadi sanksi pidana untuk yang tidak lapor. Lalu sanksi perampasan buat harta yang dilapor tadi tidak sah dapatnya," katanya.

Kendati demikian, hingga saat ini KPK memang belum mengomunikasikan perlunya sanksi pidana ke pemerintah atau DPR. Dia beralasan, KPK hanya sebagai lembaga yang melaksanakan undang-undang. Sedangkan, inisiatif pembahasan sanksi pidana bagi penyelenggara negara yang abai LHKPN seharusnya dilakukan oleh pemerintah atau legislatif. 

LHKPN diatur dalam Undang-Undang 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. LHKPN juga disebutkan dalam UU 30/2002 tentang KPK.

Berdasarkan aturan itu, setiap penyelenggara negara wajib untuk diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan sesudah menjabat; melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun; dan mengumumkan harta kekayaannya. Pasal 20 UU 28/1999 menyebutkan penyelenggara negara yang tidak memenuhi kewajiban LHKPN dikenakan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Soal sanksi ini juga sempat diutarakan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo. Bambang mengatakan, minimnya kepatuhan anggota dewan melaporkan LHKPN lantaran tidak ada sanksi. 

Namun, anggota Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, aturan mengenai pemberian sanksi saat ini masih belum jelas. Karena itu, ia mempertanyakan dasar hukum pemberian sanksi bagi penyelenggara negara. 

"Soal sanksi sebetulnya kan aturannya memang sumir, ya. Jadi kalau aturan sumir jangan dipaksa-paksa kita berikan sanksi," kata Habiburokhman.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad enggan berkomentar tentang pemberian sanksi. Namun, DPR sudah menginstruksikan kepada ketua fraksi untuk disampaikan ke anggotanya agar segera melaporkan LHKPN. 

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR Marwan Cik Asan mengatakan, melaporkan LHKPN merupakan tanggung jawab moral dan politik para penyelenggara negara. "Tanpa sanksi pun setiap anggota dewan semestinya sudah melakukan itu,” kata dia. 

Isu LHKPN mencuat setelah Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan tingkat kepatuhan anggota DPR sebesar 58 persen atau berkurang dibanding periode sebelumnya yang 74 persen.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menjelaskan, ada tiga cara guna mendorong penyelenggara negara tertib LHKPN. Pertama, melakukan perubahan UU nomor 28 tahun 99 dengan langsung menyebut dan memperjelas jenis sanksinya.

Kedua, pemerintah menerbitkan PP tentang LHKPN menindaklanjuti pasal 20 ayat 1 UU nomor 28 tahun 1999. PP tersebut, jelasnya, akan mengatur khusus LHKPN mulai dari tata cara pelaporan hingga sanksi administratif secara jelas.

Cara ketiga, memasukan LHKPN ke dalam kode etik masing-masing kementerian dan lembaga hingga ke daerah. Artinya, pejabat negara yang tidak melaporkan LHKPN telah melakukan pelanggaran etik berat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat