Pimpinan Al Washliyah mengunjungi Republika sebelum pandemi Covid-19 | Republika/Iman Firmansyah

Khazanah

Al Washliyah: Kaum Muda Alami Kekeringan Ruhaniah

Al Washliyah memandang kaum muda perlu banyak mengikuti kegiatan keislaman agar ruhaniah mereka tumbuh.

JAKARTA — Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam'iyatul Washliyah KH Masyhuril Khamis menilai, generasi muda saat ini mengalami kekeringan nilai-nilai ruhaniah. Karena itu, pendidikan akhlak, moral, dan Pancasila menjadi hal yang sangat penting untuk dihidupkan. 

“Mulai dari anak usia dini sampai perguruan tinggi,” ujar Kiai Masyhuril kepada Republika, Rabu (8/9). 

Akibat keringnya nilai-nilai ruhaniah itu, menurut Kiai Masyhuril, muncul berbagai fenomena yang tidak baik, seperti adanya generasi muda yang melakukan pernikahan tanpa niat memiliki anak. Dia mengingatkan, pernikahan tidak boleh menyalahi maqashid syari'ah atau tujuan syariat yang salah satunya menjaga keturunan.

"Justru tujuan pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan di samping melakukan perintah Allah dan Rasululah SAW. Jadi, melanjutkan keturunan adalah bagian dari pernikahan," ujar dia seusai acara silaturahim virtual antara jajaran PB Al Washliyah dan Republika.

Kiai Masyhuril juga menyoroti masih terjadinya konflik antarkelompok masyarakat. Contohnya, adanya masalah terkait jamaah Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat. Dia memandang, hal itu terjadi karena masing-masing pihak menunjukkan sikap eksklusif. "Ketika dialog ditutup, jembatan hati pun tertutup," katanya.

Pemerintah sebagai pemangku kekuasaan, menurut Kiai Masyhuril, juga harus betul-betul melakukan antisipasi sejak awal. Apalagi, dia mengatakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2005 telah menetapkan bahwa ajaran Ahmadiyah itu sesat karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi.

 

Dalam fatwa MUI itu ditegaskan bahwa aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat, dan menyesatkan serta orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam). Karena itu, mereka yang telanjur mengikuti aliran Ahmadiyah harus kembali pada ajaran Islam yang sejalan dengan Alquran dan hadis.

"Selain pintu dialog yang harus dibuka, kita berharap teman-teman yang tidak sesuai fatwa MUI, kembalilah pada nilai-nilai yang benar yang sesungguhnya," ujar dia.

Sekretaris Jenderal PB Al Jam'iyatul Washliyah, Amran Arifin, mengingatkan, pendalaman ilmu agama adalah hal yang paling penting. Menurut dia, sekarang ini pendidikan umum memuat pelajaran agama dengan porsi yang kecil. "Dekadensi moral itu pertama karena sistem pendidikan agama kita lemah," tuturnya.

Amran juga menilai, rusaknya moral juga akibat derasnya arus informasi maupun konten negatif di media sosial (medsos). Menurut dia, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika harus mampu menyaring konten-konten negatif yang tersebar di medsos.

"Sekarang ini yang dimaksud kebebasan pers, kebebasan berbicara itu sudah tidak terkontrol. Ini yang merusak sebenarnya. Belum lagi, orang yang punya niat dan tujuan memberikan informasi yang merusak akidah," katanya. 

Karena itu, ormas Islam yang lahir pada 1930 di Kota Medan, Sumatra Utara (Sumut), ini dalam menyongsong usia 100 tahunnya, bertekad untuk terus membumi di tengah masyarakat Indonesia. Selama ini, menurut Amran, kehidupan beragama di Sumut rukun, di antaranya karena keberadaan para ustaz dari Al Washliyah.

"Al Washliyah sampai hari ini dengan kekuatan jamaah kita tetap eksis. Kalau ada yang meragukan NKRI, kami akan sangat tersinggung, apalagi kalau NKRI tidak bersatu lagi. Karena, para ulama kita, pejuang kita, turut melahirkannya dan kami memegang amanah itu," ujar Amran.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat