Mahasiswa melakukan unjuk rasa dengan membawa foto almarhum Munir Said Thalib di Kampus UNS, Solo, Jawa Tengah, Selasa (10/9/2019). Tragedi pembunuhan aktivis HAM Munir menunjukkan berisikonya kerja pejuang HAM di Tanah Air. | ANTARA FOTO

Nasional

17 Tahun Berlalu, Kasus Munir Belum Terungkap

Tragedi pembunuhan aktivis HAM Munir menunjukkan berisikonya kerja pejuang HAM di Tanah Air.

JAKARTA – Kasus pembunuhan terhadap aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib telah berlalu 17 tahun pada Selasa (7/9) kemarin. Namun, kasus tersebut belum juga menemukan titik terang karena dalang atau aktor intelektual pembunuhan Munir belum terungkap.

Peneliti Imparsial Hussein Ahmad mengatakan, perlu upaya konkret Komnas HAM agar menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai salah satu kasus HAM berat dan bukan tindak pidana pembunuhan biasa. Sebab, menurut dia, hal tersebut sangat penting untuk mengungkap siapa dalang di balik kasus tersebut.

“Kami telah meminta untuk menetapkannya, sejak tahun lalu KASUM (Komite Aksi Solidaritas untuk Munir) telah memohonkan kepada Komnas HAM,” kata Husein dalam jumpa pers yang dilakukan secara virtual, Selasa (7/9).

Husein menuturkan, berdasarkan dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir, aktor intelektual pembunuhan tersebut masih bebas dan berada dalam lingkungan kekuasaan. “Tapi mastermind atau otak di belakangnya hingga kini masih melenggang bebas dan bahkan beberapa yang disebut dalam dokumen TPF itu berada di lingkaran kekuasaan,” ungkap dia.

photo
Pengendara melintas di dekat mural tentang aktivis HAM Munir Said Thalib di Jakarta, Senin (7/9/2020). Mural tersebut dibuat untuk mengenang almarhum pejuang kemanusiaan Munir Said Thalib yang meninggal setelah diracun dalam penerbangan menuju Amsterdam, Belanda pada 7 September 2004.

Karena itu, Husein menyebut, pemerintah tidak bisa terus menerus membiarkan atau mendiamkan kasus pembunuhan Munir. Upaya pengungkapan otak pembunuhan ini tidak hanya sebagai bentuk keadilan untuk Munir, tetapi juga demi keadilan serta rasa aman bagi seluruh rakyat Indonesia.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana mengatakan, pemerintah harus mendukung dan melakukan berbagai upaya untuk menuntaskan kasus Munir sehingga keadilan dapat diberikan kepada keluarga Munir dan juga seluruh masyarakat Indonesia.

“Terungkap kebenaran, korban mendapat keadilan, dan kita harapkan tidak berulang kasus-kasus demikian. Caranya dengan apa? Mendukung Komnas HAM dalam menetapkan kasus Cak Munir sebagai kasus pelanggaran HAM berat,” tegas Arif.

Ketua YLBHI Asfinawati menilai pengusutan aktor intelektual sangat penting untuk menunjukkan komitmen Presiden Jokowi atas demokrasi. Menurutnya, ketidakmauan politik untuk membuktikan komitmen itu menjadi cermin mengakarnya sifat otoritarianisme di Indonesia.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai kasus kematian Munir tergolong pembunuhan politik. Ia menduga kasus ini berhubungan dengan situasi demokrasi saat peristiwa pembunuhan terjadi, yakni putaran akhir pemilihan langsung presiden yang berlangsung kurang dari dua pekan sesudahnya, yaitu 20 September 2004. 

photo
Mahasiswa dari Aliansi Aksi Kamisan Pontianak menutup muka dengan topeng Munir saat aksi di Bundaran Digulis, Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (11/3/2021). Mereka mengecam pelanggaran HAM dan diskriminasi yang dialami masyarakat Papua dan menyerukan dukungan kepada masyarakat adat Desa Penyelimau, Kabupaten Sanggau, Kalbar yang mempertahankan tanah adat Bukit Tunggal dari eksploitasi perusahaan bauksit. - (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang)

“Partisipasi Munir dalam pemilihan presiden putaran pertama pada Juli 2004 bisa menjadi faktor penting dalam mengungkap motif dan faktor yang memicu peristiwa, termasuk efek yang diinginkan aktor intelektual pembunuh Munir dalam arena politik demokrasi elektoral ketika itu," tulis keterangan pers bersama 100 tokoh yang diterima Republika.

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusulkan setiap 7 September menjadi Hari Pembela HAM Nasional. Komisioner Komnas HAM bidang mediasi Hairansyah mengatakan, meninggalnya Munir menjadi catatan buruk pembelaan HAM di Indonesia.

Hairansyah beralasan, tragedi pembunuhan aktivis HAM Munir menunjukkan bahwa betapa berisikonya kerja-kerja pejuang HAM di Tanah Air. Untuk itu, ia berharap negara mengambil langkah-langkah yang progresif dan strategis serta komprehensif untuk memastikan peran pembela HAM menjadi maksimal.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana mengatakan masih ada harapan untuk menuntaskan kasus pembunuhan Munir melalui jalur pidana. Setidaknya masih ada waktu satu tahun lagi.

"Kita masih punya waktu, kita masih punya harapan kepada Presiden RI untuk menuntaskan kasus Munir ini melalui jalur pidana," kata Arif Maulana, dalam konferensi pers bertajuk "17 Tahun Kematian Munir Said Thalib" yang digelar Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) dan disiarkan secara langsung di kanal YouTube Jakartanicus, Selasa (7/9).

photo
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Peduli HAM (APAM) menggelar aksi unjuk rasa dalam peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia di Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Selasa (10/12/2019). - (SYIFA YULINNAS/ANTARA FOTO)

Tersisa durasi selama satu tahun bagi para penegak hukum untuk menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, sebelum kasus tersebut kedaluwarsa sesuai dengan yang telah diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kedaluwarsa menggugurkan wewenang untuk memproses hukum terhadap pelaku. Bagi kejahatan yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, terdapat rentang waktu 18 tahun bagi kasus tersebut untuk dituntaskan sebelum berlaku daluwarsa.

Oleh karena itu, kasus pembunuhan Munir yang telah terjadi 17 tahun lalu hanya memiliki sisa waktu satu tahun lagi untuk segera dituntaskan. "Meski harapan kecil, tentu kita tidak boleh menutup itu," ucapnya.

Ia berharap agar pemerintah dapat mendesak Polri dan Kejaksaan Agung untuk mempercepat proses penuntasan kasus pembunuhan Munir dan melakukan berbagai upaya untuk menuntaskan kasus. Tujuannya adalah untuk mewujudkan keadilan dan komitmen pemerintah terhadap HAM melalui tindakan yang konkret, terutama untuk keluarga dan kerabat terdekat Munir. "Pemerintah harus mendukung penuntasan kasus ini dan menunjukkan komitmennya," tuturnya.

Penuntasan kasus pembunuhan Munir, Arif melanjutkan, tidak boleh berhenti begitu saja apalagi sampai memberikan pembebasan dari tuntutan kepada pelaku (impunitas) akibat kasus yang kedaluwarsa. Kasus ini harus diselesaikan oleh negara secara independen dan adil.

"Kita berharap, ke depannya, praktik-praktik semacam ini tidak pernah dilakukan kembali," ujar Arif berharap.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat