Petugas memberikan informasi tentang zakat kepada penumpang LRT di Gerai Zakat Baznas (Bazis) DKI Jakarta di Stasiun LRT Velodrome, Jakarta, Rabu (21/4/2021). Kalau partisipasi masyarakat meluas, insya Allah, penghimpunan zakat meluas. | Prayogi/Republika.

Opini

Realisasi Potensi Zakat

Kalau partisipasi masyarakat meluas, insya Allah, penghimpunan zakat meluas.

BAMBANG SUHERMANKetua Forum Zakat 2021-2024

“Mas berapa sih potensi zakat di Indonesia yang sebenarnya?” Pertanyaan ini sering ditanyakan khalayak, terutama mereka yang baru bersinggungan dengan isu zakat.

Namun, perbedaan metode perhitungan membawa kita ke angka potensi zakat berbeda-beda. Potensi zakat nasional, berdasarkan Zakat Outlook 2020, disebut Rp 327,6 triliun, sering dikutip dalam banyak forum kenegaraan maupun diskusi akademik.

Angka itu mencakup potensi zakat pertanian, peternakan, uang, penghasilan dan jasa, serta potensi zakat perusahaan. Sayangnya, sampai hari ini potensi tersebut lebih sering muncul di format kutipan akhir.

Sangat sedikit informasi lengkap yang sampai kepada publik tentang cara penghitungan dan metodologi hingga diperoleh angka tersebut. Akibatnya, beberapa kalangan menyatakan angka itu bias.

Hal yang harus dilakukan, menghitung ulang dan memvalidasi metode penghitungan. Menyepakati formula yang mendekati potensi riil. Selanjutnya, dijadikan panduan mengelola penghimpunan atau mobilisasi sumber daya zakat.

Kalaupun tidak, kisaran angka dari data yang ada, bisa dijadikan pegangan. Forum Zakat mencatat, penghimpunan pada 2019-2020 mencapai Rp 1,96 triliun. Pada 2020, naik menjadi Rp 2,18 triliun, sedangkan 2021 masih dalam proses penghitungan.

Jumlah ini kompilasi dari seluruh anggota Forum Zakat, sebagian besar lembaga zakat yang telah memiliki pencatatan bagus dan mendapatkan legal perizinan pengelolaan zakat masyarakat. Setidaknya, data ini bisa menjadi pegangan.

 
Forum Zakat mencatat, penghimpunan pada 2019-2020 mencapai Rp 1,96 triliun. Pada 2020, naik menjadi Rp 2,18 triliun.
 
 

Menumbuhkan zakat nasional

Ada empat langkah menumbuhkan zakat nasional, yang dimaksud adalah mendorong tumbuh kembang organisasi zakat tanpa menggantikan peran masyarakat yang sudah ada dalam pengelolaan zakat.

Pertama, meletakkan posisi berbagai pihak dalam pengelolaan zakat di Indonesia secara seimbang. Mengacu UU, pihak yang selama ini berjalan tetap diberi ruang agar terus bisa mengelola zakat yang sudah dijalankan.

Bahkan ditumbuhkan menjadi pondasi dasar pertumbuhan zakat Indonesia. Posisi negara juga harus jelas. Jika memandatkan instrumen pengelolaan zakat, perlu dibuat operator pengelola zakat. 

Dalam pengawasannya, harus ada lembaga untuk itu. Sehingga saat menjadi pengawas, negara tidak lagi juga berperan sebagai pemain.

Kedua, menumbuhkan atmosfer zakat yang kondusif. Zakat bukan sekadar mandatory negara tapi juga agama. Dengan berorientasi ibadah tentu zakat memiliki ruang motivasi kuat dan  seharusnya dijadikan faktor pendorong utama.

Juga membuka ruang partisipasi pihak mana pun. Jika yang dikhawatiran aspek good corporate governance, perlu disiapkan mekanisme pendampingan atas partisipasi itu.

Ketiga, perlu ditumbuhkan setiap potensi yang selama ini sudah berada di ‘ruang’ zakat. Mendata semua entitas potensial pengelola zakat, baik secara kultural maupun sesuai ketetapan UU atau negara.

 
Lembaga pengelola zakat yang masih tumbuh harus diberi pendampingan agar memiliki pengetahuan memadai dalam mengelola lembaga zakat.
 
 

Lembaga pengelola zakat yang masih tumbuh harus diberi pendampingan agar memiliki pengetahuan memadai dalam mengelola lembaga zakat. Lembaga pengelola zakat yang telah memiliki portofolio besar, disediakan insentif untuk membangun jaringan kerja sama yang kuat dengan semua entitas dalam pengelolaan zakat. Termasuk lembaga kecil di pelosok-pelosok.

Jaringan ini penting dalam mempercepat penumbuhan kapasitas pengelolaan lembaga, baik komunikasi, penghimpunan, tata kelola maupun pendayagunaan program zakat. Ini memperkuat litarasi zakat dan masyarakat mudah memahami manfaat zakat.

Keempat, aspek regulasi dan kebijakan. Bakal sangat produktif, jika UU Zakat mampu memotret semua hal yang menjadi keunggulan pengelolaan zakat di masyarakat. Keunggulan ini dijadikan klausul yang dilindungi dan diperkuat.

Bahkan, jika konsisten ingin menumbuhkan zakat berbasis kekuatan masyarakat, regulasi harus memberikan insentif untuk masyarakat dan lembaga yang mengelola zakat. 

Persepsi atas regulasi selama ini, lembaga pengelola zakat masih diletakkan di kuadran yang belum produktif. Kalimat perlu diwaspadai, dimonitor secara melekat, dilaporkan ke Bareskrim, distigma dengan isu teroris, selalu muncul dan berulang.

 
Kalimat perlu diwaspadai, dimonitor secara melekat, dilaporkan ke Bareskrim, distigma dengan isu teroris, selalu muncul dan berulang.
 
 

Seharusnya yang diciptakan adalah kenyamanan, suasana tenang, proses transformasi pengetahuan sehingga lembaga kecil menjadi sedang dan besar,  proses transfer pengetahuan berjalan, dan pendampingan peningkatan kapasitas lembaga menjadi prioritas.

Terakhir, di aspek regulasi adalah perizinan mudah, sederhana, dan pasti. Sebab, kepastian dalam penyelenggaraan UU dalam bentuk regulasi perizinan ini sangat bias.

Tafsir antarsatu keputusan dengan keputusan lain untuk klausul sama, terhadap objek berbeda, bisa berbeda. Kita perlu riset penilaian pelaksanaan UU Zakat sampai hari ini. Dikhawatirkan pelaksanaan UU menjadi tidak konsisten.

Penguatan regulasi berorientasi penguatan budaya saling membantu, kepastian proses, dan perlindungan bagi umat Islam, diyakini menumbuhkan partisipasi masyarakat. Kalau partisipasi masyarakat meluas, insya Allah, penghimpunan zakat meluas.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat