Petani mengumpulkan jagung untuk dijemur di Pattallassang, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (9/8/2021). | ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/rwa.

Opini

Menata Sistem Pangan

Kehadiran Bapanas menjadi harapan berbagai pihak untuk mengatasi problematik pangan selama ini.

YUDHI HARSATRIADI SANDYATMA, Analis Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian

Presiden Jokowi akhirnya menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional (Bapanas), sebagaimana amanat Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 126.

Perpres ini sebenarnya bisa dikatakan terlambat terbit karena sesuai amanat UU tersebut, seyogianya sudah harus terbentuk paling lama tiga  tahun sejak diundangkan pada Oktober 2012.

Badan yang disahkan Presiden ini merupakan lembaga pemerintah di bawah langsung dan bertanggung jawab kepada Presiden yang dikomandoi seorang kepala. Beleid yang diundangkan pada 29 Juli 2021 ini, setidaknya memuat lima tugas utama.

Pertama, melakukan koordinasi, perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan.

Kedua, pelaksanaan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui BUMN di bidang pangan. Ketiga, pelaksanaan pengendalian kerawanan pangan, dan pengawasan pemenuhan persyaratan gizi pangan.

 
Penambahan tugas dan fungsi Bapanas, seharusnya lebih luas dimensinya untuk menaungi berbagai spektrum permasalahan pangan selama ini.
 
 

Sementara itu, tugas keempat, pelaksanaan pengembangan dan pemantapan penganekaragaman dan pola konsumsi pangan, serta pengawasan penerapan standar keamanan pangan yang beredar, dan kelima, pengembangan sistem informasi pangan.

Embrio BKP

Secara umum, tugas yang diemban Bapanas dalam perpres tersebut, mayoritas masih didominasi tugas dan fungsi, yang dilakukan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian selama ini.

Penambahan tugas dan fungsi Bapanas, seharusnya lebih luas dimensinya untuk menaungi berbagai spektrum permasalahan pangan selama ini. Begitu juga cakupan komoditas, tidak mengalami perubahan signifikan dalam tata kelola pangan.

Tercatat, komoditas yang dikelola Bapanas adalah beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai.

Praktis hanya daging ruminansia, daging unggas, dan telur unggas yang mengalami perluasan komoditas, yang lainnya tetap. Padahal, sebagai lembaga yang memiliki otoritas penuh terhadap pengelolaan pangan, masih banyak kelompok pangan yang harus dibenahi.

Relasi pusat-daerah

Selain penguatan otoritas Bapanas di pusat, tak kalah penting adalah tata kerja yang harus dibangun antara pusat dan daerah. Kelembagaan yang menangani ketahanan pangan yang sudah terbentuk di provinsi dan kabupaten/kota bisa menjadi cikal bakal perpanjangan tangan Bapanas di daerah.

 
Perpres ini juga mengatur bagaimana Bapanas sebagai regulator dalam tata kelola kebijakan pangan mendapat kuasa dari Kementerian BUMN untuk menugaskan Perum Bulog sebagai operator.
 
 

Begitu juga dengan divisi regional serta subdivisi regional Bulog yang tersebar di 26 provinsi, menjadi modal utama menjalin tata kerja antara pusat dan daerah sebagai operator dari Bapanas.

Guna memudahkan pelaksanaan tugas teknis operasional di Bapanas, dapat dibentuk unit pelaksana teknis di daerah untuk memotong rantai koordinasi.

Koordinasi regulator-operator

Dalam konteks kebijakan regulator dan operator, perpres ini juga mengatur bagaimana Bapanas sebagai regulator dalam tata kelola kebijakan pangan mendapat kuasa dari Kementerian BUMN untuk menugaskan Perum Bulog sebagai operator.

Dengan sarana infrastruktur yang dimiliki saat ini, Bulog memiliki kesiapan cukup memadai dengan jangkauan hingga kabupaten.

Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya 1.550 gudang dan 59.398 outlet Rumah Pangan Kita yang tersebar di 26 provinsi, serta 101 subdivisi regional, bisa menjadi modal Bulog yang mumpuni dalam mengintervensi pasar.

Selain itu, untuk mengurai benang kusut koordinasi dan problematik pangan selama ini, Bapanas berperan sebagai decision maker dalam menetapkan kebijakan pangan.

 
Momentum lahirnya Bapanas, bisa dijadikan sebagai kesempatan menata sistem pangan Indonesia yang berkelanjutan. 
 
 

Setidaknya, terdapat empat kebijakan, Bapanas mendapat kuasa yang selama ini dijalankan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, yaitu dalam penetapan, pertama, jumlah cadangan pangan pemerintah yang akan dikelola BUMN di bidang pangan.

Kedua,  penetapan harga pembelian pemerintah dan rafaksi harga. Ketiga, stabilisasi harga dan distribusi pangan, dan keempat, penetapan kebutuhan ekspor dan impor pangan.

Namun, persinggungan pengambilan kebijakan yang akan dilakukan Bapanas dengan kementerian/lembaga lain seperti BPOM dalam  pengawasan penerapan standar keamanan pangan yang beredar dan ranah tugas serta fungsi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, harus direnungkan kembali karena tidak diatur dalam Perpres No 66 Tahun 2021.

Idealnya, dengan beban tugas tersebut, kepala Bapanas harus memiliki visi jauh ke depan dengan karakter jiwa kepemimpinan kuat dan memiliki dukungan politik dari berbagai pihak, serta dukungan anggaran. Mengingat, selama 2016-2021, tren anggaran di BKP turun drastis, dari Rp 705,85 miliar (2016) menjadi Rp 478,35 miliar (2021).

Kehadiran Bapanas menjadi harapan berbagai pihak untuk mengatasi problematik pangan selama ini.

Momentum lahirnya Bapanas, bisa dijadikan sebagai kesempatan menata sistem pangan Indonesia yang berkelanjutan agar dapat menjawab tantangan, baik domestik maupun global. Dengan begitu, cita-cita Indonesia berdaulat pangan bukan sekadar isapan jempol. Semoga. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat