Suasana bongkar muat di Pebuhan Soekarno Hatta Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (6/5/2021). Yang perlu dicermati, meski neraca dagang surplus, besaran ekspor dan impor sama-sama turun. | ARNAS PADDA/ANTARA FOTO

Tajuk

Tantangan Kualitas Pertumbuhan

Yang perlu dicermati, meski neraca dagang surplus, besaran ekspor dan impor sama-sama turun.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kinerja neraca perdagangan selama Juli 2021 kembali surplus. Ada kenaikan surplus yang signifikan pada Juli dibanding pada bulan sebelumnya.

Surplus neraca perdagangan pada Juli 2021 adalah 2,59 miliar dolar AS. Banding pada Mei 2021 yang 1,32 miliar dolar AS. Adapun total nilai ekspor selama Juli 2021 adalah 17,7 miliar dolar AS dengan impor 15,11 miliar dolar AS.

Capaian neraca dagang yang surplus ini terjadi dalam 15 bulan berturut-turut. Apakah pandemi tak memukul kinerja neraca dagang nasional?

Data BPS menunjukkan, angka surplus terbesar tercatat pada Oktober 2020 yang mencapai 3,85 miliar dolar AS. Pada 2021, surplus tertinggi terjadi pada Mei sebesar 2,7 miliar dolar AS.

 
Namun yang perlu dicermati, meski neraca dagang surplus, besaran ekspor dan impor sama-sama  turun. 
 
 

Ekspor nonmigas menjadi kontributor terbesar, seperti minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, besi, dan baja.

Namun yang perlu dicermati, meski neraca dagang surplus, besaran ekspor dan impor sama-sama  turun. Penurunan impor lebih tinggi ketimbang ekspor sehingga diperoleh angka surplus.

Bila melihat data tersebut, akankah surplus neraca dagang ini akan berlanjut? Apakah surplus neraca dagang ini hanya karena faktor besaran impor yang menurun selama pandemi?

Yang bisa dipastikan, negara tujuan ekspor nonmigas kita mengalami pemulihan ekonomi lebih dahulu. Cina, AS, Jepang, dan India tujuan ekspor terbesar Indonesia selama Juli 2021. Keempat negara itu lebih cepat pulih dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Padahal, seperti Cina, AS, dan India sempat memiliki jumlah kasus harian Covid-19 tertinggi sedunia. Namun, sektor kesehatan mereka bangkit sehingga ekonominya pun pulih.

Untuk itu, jika negara tujuan ekspor kita ini tetap stabil, bukan tidak mungkin neraca perdagangan tetap surplus. Apalagi, jika kinerja impor kita masih tertekan hingga akhir tahun karena dampak pandemi.

Normalisasi permintaan dari Cina akan memberi dukungan pada stabilitas nilai tukar rupiah. Kendati impor melambat ketimbang ekspor pada kuartal ketiga, surplus dagang secara alami akan berkurang begitu permintaan domestik kembali pulih.

Pemberlakuan pembatasan mobilitas memang bisa berdampak pada kinerja permintaan domestik. Bila permintaan domestik stagnan, bisa saja menghambat investasi sehingga membatasi impor.

 
Pemerintah juga perlu segera mengeksekusi sumber-sumber negara tujuan ekspor nontradisional. 
 
 

Tingginya harga komoditas dan percepatan pemulihan ekonomi global diperkirakan tetap mendukung ekspor nasional.

Namun, bila pembatasan dilonggarkan --dengan asumsi tidak memengaruhi sektor kesehatan-- akan meningkatkan permintaan domestik. Geliatnya kinerja ekonomi domestik bisa meningkatkan kembali impor barang modal sehingga bisa menyusutkan surplus neraca dagang.

Hal ini mengingat surplus terjadi karena ekspor Indonesia ke negara tujuan masih ditopang komoditas primer. Bahkan, porsinya bisa mencapai 51 persen. Sisanya, diikuti produk bernilai tambah industri manufaktur. Di sinilah tantangannya bagaimana bisa mengubah komposisi ekspor ini.

Topangan pada komoditas menjadikan ekspor Indonesia sangat bergantung pada harga komoditas unggulan yang diekspor tersebut. Misalnya, kelapa sawit. Bila ekonomi negara tujuan ekspor kita sedang bagus, imbasnya pada permintaan komoditas kita.

Harganya bisa melambung. Namun, sebaliknya pun bisa terjadi. Harga komoditas kita bisa serendah-rendahnya jika permintaan berkurang.

Komposisi ekspor yang berbasiskan komoditas atau sumber daya alam, tanpa memberikan penekanan pada nilai tambah bisa bermakna simalakama.

Perlu bersama-sama memikirkan dan menemukan solusi agar komposisi ekspor kita lebih berat pada yang berbasis nilai tambah. Kualitas pertumbuhan ekspor menjadi garapan bersama, baik di sektor hulu maupun hilir.

Pemerintah juga perlu segera mengeksekusi sumber-sumber negara tujuan ekspor nontradisional. Jaringan kedutaan besar RI di banyak negara mesti dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk membuka keran-keran bisnis.

Pandemi membawa pada tantangan seberapa cepat suatu negara untuk bangkit. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat