Warga menjalani tes cepat antigen Covid-19 di layanan PCR dan antigen Swab Test Altomed, Kelapa Gading, Jakarta, Senin (9/8/2021). Kemenkes akan menindaklanjuti instruksi Presiden untuk menurunkan tarif tes PCR. | ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/hp.

Kabar Utama

Jokowi: Pangkas Tarif Tes PCR

Kemenkes akan menindaklanjuti instruksi Presiden untuk menurunkan tarif tes PCR.

JAKARTA – Presiden Joko Widodo menginstruksikan penurunan harga tes Covid-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Menurut Presiden, penurunan harga itu menjadi unsur penting dalam upaya pengujian (testing) dan pelacakan (tracing) kasus Covid-19.

“Salah satu cara untuk memperbanyak testing adalah dengan menurunkan harga tes PCR. Dan saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini. Saya minta agar biaya tes PCR ini berada di kisaran antara Rp 450 ribu sampai Rp 550 ribu,” ujar Jokowi dalam pernyataannya, Ahad (15/8).

Presiden juga meminta agar hasil dari tes PCR dapat diketahui maksimal dalam waktu 24 jam. “Kita butuh kecepatan,” kata Presiden menambahkan.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah mengatur batasan harga tertinggi untuk tes PCR melalui Surat Edaran Nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), yakni Rp 900 ribu. 

Batasan tarif ini berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri atau mandiri. Batasan itu tidak berlaku untuk kegiatan penelusuran kontak atau rujukan kasus Covid-19 ke rumah sakit yang penyelenggaraannya mendapatkan bantuan pemeriksaan RT-PCR dari pemerintah atau merupakan bagian dari penjaminan pembiayaan pasien Covid-19.

Sebelum pembatasan itu, Kemenkes menemukan bahwa rentang biaya PCR di Indonesia antara Rp 600 ribu hingga Rp 1,5 juta. Ketentuan harga batas atas itu kemudian jadi sorotan karena di sejumlah negara harga tes PCR diketahui lebih murah dibandingkan di Indonesia. Misalnya di India yang hanya menetapkan harga tes PCR antara Rp 90 ribu sampai Rp 100 ribu. 

Di Inggris, pemerintah setempat juga berencana memangkas tarif tes Covid-19. Meski di negara-negara dengan pendapatan per kapita tinggi seperti Jepang dan Amerika Serikat, harga tes PCR juga tergolong tinggi, berkisar dari Rp 1,5 juta hingga 5,8 juta.

Menanggapi instruksi Presiden, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebut, pihaknya akan menindaklanjuti dengan mengubah harga batas atas tes PCR setelah dibahas bersama pihak terkait.

"Tentunya karena ini sudah arahan Presiden akan ditindaklanjuti, dengan mengubah harga batas atas pemeriksaan PCR setelah juga berkonsultasi dengan berbagai pihak terkait," ujar Siti Nadia saat dikonfirmasi, Ahad (15/8).

Kementerian Kesehatan juga akan membenahi jejaring fasilitas laboratorium di seluruh rumah sakit untuk mewujudkan standar pelayanan PCR yang terjangkau secara biaya dan tepat waktu. "Strategi yang sedang kita dorong saat ini agar semua laboratorium terdaftar dalam sistem jejaring laboratorium nasional agar seluruhnya bisa terpantau," kata Siti Nadia yang juga menjabat direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes.

Hingga saat ini, kata dia, jejaring laboratorium yang sudah terdaftar dalam jejaring nasional berkisar 800 unit yang tersebar di berbagai daerah. Namun masih ada fasilitas laboratorium di Indonesia yang belum berafiliasi pada data Kemenkes.

photo
Petugas kesehatan mengambil sampel lendir hidung warga, termasuk mahasiswa, santri, dan pelajar saat berlangsung tes usap Antigen Covid-19 secara gratis di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Aceh di Banda Aceh, Aceh, Jumat (13/8/2021). Pemerintah Aceh memberikan layanan gratis tes usap Antigen/PCR kepada warga sebagai persyaratan administrasi perjalanan ke luar daerah dan syarat masuk sekolah atau pesantren bagi pelajar dan santri. - (ANTARA FOTO/Ampelsa/hp.)

Kemenkes juga berupaya mendorong keaktifan pengelola laboratorium rumah sakit untuk melaporkan seluruh hasil pemeriksaan PCR melalui sistem New All Record (NAR) di Kemenkes. NAR merupakan sistem basis data kesehatan milik Kemenkes yang mencatat hasil tes PCR dan tes antigen dari masyarakat yang mengakses pelayanan tersebut.

"Kita juga minta seluruh pengelola laboratorium dan rumah sakit untuk segera melaporkan dalam NAR sehingga pelayanan sesuai dengan standar dan kualitas yang baik," ujarnya. 

Sedangkan Juru Bicara PT Bio Farma Bambang Heriyanto menyatakan, pihaknya siap manjalankan instruksi soal tarif tes PCR. "Tapi sekarang kan kita harus melihat kondisinya ya. Alat PCR masih impor. Tapi Bio Farma bisa memproduksi kit sendiri," ujarnya kepada Republika, Ahad (15/8) malam.

Menurut dia, banyak faktor yang menyebabkan murahnya tes PCR di sejumlah negara. Di antaranya subsidi negara dan petugas yang memadai. "Kita kan bayangkan aja. Waktu pertama pandemi, PCR bisa dihitung dengan jari. Sekarang kan ada investasi," ujarnya.

Ia menekankan, struktur PCR bukan hanya peralatan, melainkan juga tenaga penguji, laboratorium, dan sebagainya. "Itu semua terbuka kok. Pada saat ditetapkan itu juga sama Kemenkes. Kalau memang harus dikaji lagi, perlu ada efisiensi lagi, ya harga PCR bisa diturunkan," kata dia.

Salah satu kendala utama membuat murah biaya PCR, kata dia, adalah belum adanya industri hulu di Indonesia.

Harga PCR Bisa Lebih Murah

Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena, setuju dan mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo yang menginstruksikan agar harga tes PCR diturunkan. Namun, harga PCR di Indonesia masih bisa dibuat lebih murah.

"Berapa bulan lalu kami pernah ke Pontianak, disampaikan oleh Gubernur Pontianak waktu itu Pak Sutarmidji. Di Pontianak sendiri menurut hitungan dia Rp 300 ribu sebenarnya sudah untung," kata Melki kepada Republika, Ahad (15/8).

Dia meminta Kementerian Kesehatan dan lembaga lain seperti BPKP dan BPK untuk segera melakukan pengecekan apakah memang harga PCR di Indonesia ini termasuk kategori mahal dan perlu diturunkan. Jika yang disampaikan Sutarmidji benar, katanya, maka harga PCR masih bisa dirasionalisasi dengan harga yang terjangkau.

"Sehingga PCR yang saat ini masih termasuk kategori tes mahal ini bisa dibuat lebih murah terjangkau masif dan bisa diakses di banyak tempat dengan metode yang benar dan tenaga kesehatan yang benar. Semoga metode pengecekan kita, testing dan tracing kita, bisa lebih bagus lagi apabila harga yang murah dan disebarkan merata di seluruh Indonesia," jelasnya. 

photo
Spanduk bertuliskan harga tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR) terpasang di sebuah lokasi penyedia layanan tes Covid-19 di Jakarta, Minggu (15/8/2021). Presiden Joko Widodo meminta harga tes usap PCR untuk Covid-19 di Indonesia diturunkan di sekitaran harga Rp 450 ribu-Rp 550 ribu dan hasilnya dapat diketahui maksimal 1 x 24 jam. - (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi juga mengapresiasi sikap Presiden yang memerintahkan agar harga PCR diturunkan hingga Rp 450 ribu-500 ribu. Namun, Baidowi menganggap meskipun harganya turun 50 persen, tapi masih tinggi dibandingkan negara-negara lain. 

"Misalnya di Uzbekistan, harga PCR sekitar Rp 350 ribu. Itu pun yang enam jam. Kalau yang 24 jam lebih murah," kata Baidowi saat dikonfirmasi, Ahad (15/8).

Selain harga, Presiden Jokowi juga menekankan agar hasil PCR dapat diketahui secara cepat maksimal 24 jam. Untuk mempercepat hasil PCR, Baidowi mendorong agar pemerintah meningkatkan infrastruktur kesehatan. Sebab, tidak semua RS memiliki laboratorium pengujian sample.

"Contoh, saya PCR di salah satu RS BUMN di kabupaten, namun hasilnya masih menunggu 2-3 hari karena uji lab-nya dilakukan di kota. Ini masih d Pulau Jawa, bagaimana kondisi di luar Jawa," ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR itu menilai untuk mempercepat tracing maka perlu dilakukan edukasi bagi masyarakat terkait pentingnya PCR. "Karena sejauh ini masyarakat merasa takut kalau d PCR akibat minimnya edukasi. Maka dari itu, sosialisasi dan edukasi masyarakat," ucapnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat