Hikmah Republika Hari ini | Republika

Hikmah

Hijrah Sebagai Transformasi Sosial

Momentum Tahun Baru 1443 Hijriyah sudah semestinya menjadi tonggak transformasi sosial.

Oleh MUHAMMAD IQBAL

OLEH MUHAMMAD IQBAL

 

Hijrah secara bahasa artinya meninggalkan dan pindah, baik fisik maupun mental-spiritual. Berpindah menunjukkan adanya dinamika dan transformasi. Manusia perlu hijrah karena perbaikan kualitas hidup menuntut adanya transformasi fisik dan mental-spiritual.

Karena itu, di antara ayat yang turun kepada Nabi Muhammad SAW pada awal kenabiannya adalah perintah hijrah. “Dan, hendaklah engkau hijrah (tinggalkan) dosa besar” (QS 74: 5). Bagi Nabi Muhammad SAW, hijrah bukan hanya merupakan strategi dakwah Islam, melainkan juga merupakan pengembangan kecerdasan spiritual dan pendidikan nilai. 

Dalam konteks ini, Hannan al-Lahham dalam bukunya, Hadyu as-Sirah al-Nabawiyyah fi al-Taghyir al-Ijtima’i (2002), menyatakan bahwa hijrah yang selalu aktual dan kontekstual adalah hijrah spiritual. Setiap Muslim dituntut mampu melakukan perubahan menuju peningkatan kualitas iman dan takwa: ketakwaan personal sekaligus ketakwaan sosial-kultural.

Momentum Tahun Baru 1443 Hijriyah sudah semestinya menjadi tonggak perubahan atau transformasi. Sudah saatnya bangsa kita berubah (mengubah diri) dari pemalas menjadi pejuang, dari pecundang menjadi pemenang, dari perusak alam menjadi pemelihara, dari mental dan budaya korup menjadi bermental amanah, jujur, dan bersih.

Perubahan dalam kehidupan adalah sebuah keniscayaan. Perubahan terhadap pribadi dan lingkungan sosial adalah dinamika kehidupan manusia. Namun, perubahan yang esensial adalah perubahan yang bisa memberikan manfaat universal bagi pribadi dan berdampak pada tatanan sosial. Sementara, transformasi sosial menghendaki perubahan yang terjadi di masyarakat selalu diarahkan kepada kemajuan.

Muhammad sejatinya aktor sejarah yang membangun peradaban besar dunia yang hingga kini mampu menginspirasi jutaan pengikut. Ia mampu mengubah zulumat (kegelapan) menuju nur (cahaya) yang sarat nilai-nilai ketuhanan, keadilan, dan kemanusiaan universal. Dia dikenal sebagai orang yang jujur sehingga dipercaya orang lain (Fazlurrahman, 1979:11).

Pelajaran yang diambil dari  hijrah Rasulullah, setidaknya terdapat tiga hal bagaimana transformasi sosial dibuktikan. Pertama, sistem masyarakat terbuka (open stratification). Setiap warga masyarakat Madinah sangat mudah mengenali status orang lain sekaligus berusaha untuk setara di hadapan sesamanya. Di antara mereka terjadi komunikasi intensif dalam hubungan persaudaraan yang harmonis.

Kedua, toleransi. Rasulullah selalu menjadi juru damai antarumat beragama di Madinah. Kesadaran untuk menghormati keyakinan orang lain, saling mengerti, besar jiwa, dan mampu jujur tidak lain untuk lebih realistis mengatakan bahwa setiap agama mempunyai perbedaan. Perbedaan justru dijadikan sebagai modal toleransi secara aktif.

Ketiga, kesadaran hukum. Rasulullah SAW memelihara kerukunan dan keutuhan seluruh warganya melewati Piagam Madinah. Kontrak sosial ini memuat secara tegas keikutsertaan seluruh elemen masyarakat Madinah untuk membentuk komunitas yang utuh dan mengemban tanggung jawab yang sama dalam menghadapi tantangan dari luar. Tidak boleh ada diskriminasi antargolongan. Siapa pun yang berada di Madinah harus dilindungi serta tidak boleh ada yang terluka.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat