Warga Baduy Muslim mengikuti upacara HUT Ke-75 Kemerdekaan RI di Kampung Lebah Barokah Ciboleger, Lebak, Banten, Senin (17/8/2020). Dakwah di wilayah pedalaman sudah lama digeluti oleh Hidayatullah yang bersikap wasathiyah dalam berdakwah. | MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS/ANTARA FOTO

Opini

Hidayatullah dan Sikap al-Wasathiyah

Hidayatullah telah lama menjadikan al-wasathiyah sebagai salah satu jati diri dan panduan bersikap.

NASHIRUL HAQ; Ketua Umum DPP Hidayatullah

 

 

Sikap berlebih-lebihan dalam segala hal, sangat dikecam ajaran Islam. Namun, penggunaan istilah al-wasathiyah juga tak boleh disalahgunakan orang tak bertanggung jawab demi meredam semangat berislam kaum Muslimin.

Istilah al-wasathiyah tak boleh dijadikan alat membenarkan sikap berlebih-lebihan kaum liberal dan sekuler, apalagi jika tujuannya mengakui ajaran yang sudah jelas kesesatannya berdasarkan fatwa para ulama mu’tabar atau lembaga fatwa resmi.

Di sisi lain, penggunaan istilah Islam moderat terkadang disalahpahami sehingga orang yang berusaha sungguh-sungguh berpegang teguh pada Alquran dan sunah justru dituduh ekstrem dan dianggap menyelisihi prinsip wasathiyah.

Karena itu, untuk menghindari kesalahan tersebut, istilah wasathiyah ini harus dirunut dari bahasa aslinya yaitu dari kata wasatha yang artinya antara lain pertengahan, terbaik, dan adil. Kata wasathiyah memiliki tiga pengertian.

Pertama, pertengahan, yaitu sesuatu yang berada (di tengah) di antara dua sisi, tidak berada di dua sisi berlawanan (terlalu ke kiri atau ke kanan).

Kata al-wasath juga bermakna menjauhi sikap berlebih-lebihan yang melampaui batas (al-ifrath) dan sikap mengurangi ajaran Islam atau lalai dalam beragama (al-tafrith). Kedua, kata wasathiyah berarti terbaik atau termulia.

 
Alquran juga menggunakan istilah khaira ummah untuk menyebut orang yang bersikap wasathiyah dalam beragama.
 
 

Alquran juga menggunakan istilah khaira ummah untuk menyebut orang yang bersikap wasathiyah dalam beragama.

Ketiga, berarti adil. Seorang hakim yang memutus perkara secara adil berarti tidak berat sebelah. Istilah wasathiyah ini harus dikembalikan pada arti dan tujuan murninya sesuai Alquran dan sunah.

Allah Ta’ala berfirman, "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu." (QS al-Baqarah [2]: 143)

Ulama tafsir memaknai al-wasath dalam ayat ini dengan "pilihan dari yang terbaik". Maka, kalimat ummatan wasathan berarti "umat pilihan dan terbaik" yaitu umat yang menempuh jalan tengah, meyakini kehidupan akhirat, beramal saleh sebanyak-banyaknya.

 
Al-wasathiyah merupakan salah satu prinsip ajaran Islam yang menjadi sikap ahlus sunnah wal jama’ah.
 
 

Kalimat tersebut juga bermakna memberi perhatian terhadap jasmani dan rohani secara proporsional, memadukan kecerdasan pikiran dengan belajar dan kehaluskan perasaan melalui ibadah, serta menjalankan tugas sebagai khalifah Allah di atas bumi sebagai bekal menuju masa depan yang abadi di akhirat.

Al-wasathiyah merupakan salah satu prinsip ajaran Islam yang menjadi sikap ahlus sunnah wal jama’ah. Karena itu, Hidayatullah yang pada 1 Muharram ini genap 50 tahun, telah lama menjadikan al-wasathiyah sebagai salah satu jati diri dan panduan bersikap.

Menyikapi pandemi

Dalam menghadapi pandemi Covid-19, umat harus menyikapinya dengan cara pandang Islam, segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini telah ditentukan Allah. Setiap Muslim wajib meyakini virus adalah makhluk yang tunduk dan taat pada perintah Allah.

Karenanya, Covid-19 tidak membuat takut berlebihan tetapi harus disikapi proporsional, memadukan antara protokol langit dan protokol bumi.

Protokol bumi dilakukan melalui ikhtiar melakukan pencegahan dengan mengikuti protokol kesehatan. Namun jika seseorang ditakdirkan terjangkit virus korona, dia harus melakukan pengobatan secara optimal. 

Sedangkan protokol langit, bersikap sabar dan tawakal disertai doa maksimal. Usaha manusiawi menghadapi wabah dicontohkan Rasulullah SAW. Beliau melarang sahabatnya memasuki wilayah yang terkena wabah.

 
Sedangkan protokol langit, bersikap sabar dan tawakal disertai doa maksimal.
 
 

Ini melahirkan konsep karantina dan jaga jarak sosial yang diterapkan sejak awal pandemi Covid-19. Sedangkan ikhtiar pengobatan berdasar hadis, “Tidaklah Allah Ta'ala menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga yang menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).

Kemudian, sabar dan berharap balasan dari Allah dalam menghadapi wabah penyakit didasarkan hadis yang menyebutkan, jika terjadi suatu wabah penyakit, ada orang yang menetap di negerinya, ia bersabar, hanya berharap balasan dari Allah.

Ia yakin tak ada peristiwa kecuali sudah ditetapkan Allah. Maka, ia mendapat balasan seperti mati syahid. Kesimpulannya, sikap ideal menghadapi pandemi Covid-19 adalah wasathiyah, yaitu waspada dan berhati-hati tanpa ketakutan berlebihan.

 
Sikap ideal menghadapi pandemi Covid-19 adalah wasathiyah, yaitu waspada dan berhati-hati tanpa ketakutan berlebihan.
 
 

Menerapkan protokol kesehatan secara ketat seraya mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai bentuk ibadah ritual melalui shalat, doa, membaca Alquran, zikir, tobat, dan sebagainya.

Apabila ikhtiar pencegahan dan tawakal sudah diupayakan maksimal, kemudian ditakdirkan terjangkit virus berbahaya tersebut, maka harus tetap optimistis, Allah Maha Berkehendak untuk menyembuhkan dan menyehatkan.

Jika ternyata berakhir dengan kematian, maka kita berdoa agar husnul khatimah dan mendapatkan pahala mati syahid. Beginilah sikap wasathiyah Hidayatullah dalam menghadapi pandemi Covid-19 saat ini.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat