Aisyah Alusa (10), seorang pasien Covid-19 yang terpapar dari ibunya berada di Rumah Lawan Covid-19 Serpong, Tangerang Selatan, Selasa (19/1/2021). Aisyah kini hidup sendiri sejak ibundanya meninggal dunia akibat Covid-19. | Eva Rianti/Republika

Kabar Utama

Lindungi Anak Yatim Saat Pandemi

Pemerintah baru melakukan pendataan soal jumlah yatim piatu akibat pandemi.

SURABAYA -- Jumlah anak yang kehilangan ayah, ibu, atau keduanya akibat Covid-19 diperkirakan mencapai puluhan ribu di Indonesia. Peran pemerintah diperlukan guna melindungi para yatim piatu tersebut.

Di Yogyakarta, sejauh ini Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY sudah menemukan setidaknya 150 anak yang menjadi yatim piatu akibat orang tuanya meninggal dunia karena terpapar Covid-19. Jumlah itu hasil pendatan dua pekan belakangan. 

"Kami yakin ini akan terus bertambah banyak karena info dari lembaga lain juga masuk ke kami," kata Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi, kepada Republika, Rabu (4/8).

Data-data yang masuk mulai dari Satgas Penanganan Covid-19 di masing-masing kabupaten/kota, KPAI, hingga lembaga lain, seperti Muhammadiyah. Sekolah-sekolah secara mandiri juga mengumpulkan data.

Erlina menuturkan, pembukaan posko juga dilakukan untuk menerima data-data tersebut. "Anak yang memerlukan pendampingan psikologi, kami siapkan psikolognya, anak-anak seperti ini (yang kehilangan orang tua) bisa stres," kata Erlina.

photo
Aisyah Alusa (kedua kanan) didampingi para tenaga kesehatan meninggalkan Rumah Lawan Covid-19 tempat dia diisolasi dan dirawat di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (30/1/2021). Aisyah (10) yatim piatu yang orang tuanya meninggal akibat Covid-19 yang kini sebatang kara dinyatakan sembuh dari Covid-19 dan selanjutnya dititipkan di Dinas Sosial KotaTangerang Selatan. - (MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO)

Di Jawa Timur, Kepala DP3AK Andriyanto memperkirakan, anak-anak yang kini menyandang status yatim piatu akibat orang tuanya meninggal terpapar Covid-19 mencapai 5.082 anak. DP3AK sejauh ini masih terus melakukan pendataan nama dan alamat yang bersangkutan.

"Anak-anak tersebut juga akan didampingi oleh pendamping psikolog untuk dilakukan asesmen dan penguatan psikis selama pandemi berlangsung," ujarnya.

Meski sejauh ini pemerintah pusat belum mendata secara terperinci, sejumlah lembaga dunia telah melansir estimasi minimum bulan lalu. Laporan berjudul “Children: the Hidden Pandemic 2021” tersebut disusun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), Bank Dunia, Badan Kesehatan Dunia (WHO), dan sejumlah universitas ternama dunia.

Dalam perhitungan laporan itu, diperkirakan sedikitnya satu juta anak sedunia kehilangan ayah, ibu, atau keduanya. Di Indonesia, merujuk perkiraan CDC, estimasi minimum yang kehilangan orang tua mencapai 26.700 anak. 

Patut dicatat, estimasi minimum itu dihitung untuk periode Maret 2020 hingga Mei 2021. Perhitungan itu belum termasuk kondisi selepas lonjakan penularan dan kematian di Tanah Air belakangan. 

Hal ini signifikan karena jumlah kematian selepas Mei 2021 mencakup 45 persen dari total kematian akibat Covid di Indonesia yang mendekati angka 99 ribu. Artinya, angka riil jumlah anak-anak yang kehilangan orang tua berpotensi lebih tinggi dari estimasi minimum CDC.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Perempuan dan Anak (kemenpppa)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyatakan akan menerbitkan surat edaran kepada pemerintah daerah untuk mendata anak yang menjadi yatim piatu akibat Covid-19. “Kami sedang memproses ini sejak pekan kemarin," ujar Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Nahar, kepada Republika, Rabu (4/8).

Dari pendataan ini, pemda dapat segera menanganinya dengan melakukan pendampingan berdasarkan regulasi pengasuhan anak. "Sehingga, menjadi bahan dalam perumusan kebijakan perlindungan khusus anak pada masa pandemi Covid-19," kata Nahar.

Dia mengatakan, sejak 2020 sudah mendorong ada data terpilah dan bisa diperbarui di laman covid19.go.id mengenai persoalan ini. Kendati, hingga saat ini belum dilaksanakan. Pemerintah juga merekomendasikan, sebelum proses pengangkatan anak atau pengasuhan alternatif, anak yang kehilangan orang tua dapat diasuh oleh keluarga besar atau kerabatnya.

Ha senada disampaikan Pemprov Jawa Tengah yang terus mendorong tiap daerah mendata jumlah anak yatim piatu. “Kami masih mendorong daerah untuk mengonfirmasi hal itu,” kata Kepala Dinas P3AP2KB Provinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi, di Semarang, Rabu (4/8).

Ia mengatakan, sudah ada beberapa daerah di Jawa Tengah yang turun untuk melaksanakan perannya dalam memberikan penanganan. “Di tingkat kabupaten/kota sudah ada yang melakukan kegiatan seperti pendampingan psikososial tersebut,” ujarnya menjelaskan.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria juga mengatakan, pihaknya akan melakukan pendataan. "Dinas Sosial akan mendata semuanya dengan Dinas Kesehatan, kita akan menyiapkan program-program bantuan yang selama ini diberikan kepada masyarakat tidak mampu, yatim piatu, dan sebagainya," kata Ariza di Jakarta Timur, Rabu (4/8). 

Forum Zakat Siapkan Langkah

Ketua Umum Forum Zakat (FOZ), Bambang  Suherman mengatakan, asosiasi tersebut kini tengah serius membahas nasib anak-anak yatim maupun piatu akibat covid-19. Program intervensi disiapkan guna menolong para yatim piatu tersebut.

"Saat ini kita sedang membahas serius tentang hal ini, kami sedang memantau perkembangan data tentang meningkatnya angka anak-anak yatim dan piatu akibat pandemi dalam rentang dua tahun terakhir ini," kata Bambang kepada Republika, Rabu (4/8).

Bambang melanjutkan, beberapa alternatif sudah disiapkan sebagai program intervensi. Sebagian besar memang menginduk pada optimalisasi lembaga-lembaga zakat yang berbasis tematik yatim seperti, Rumah Yatim, Yatim Mandiri, Yatim Dhuafa dan lainnya. 

"Tapi kita mulai berfikir menjadikan ini sebagai tematik bersama, sehingga misalnya lembaga zakat tidak langsung secara tematik yatim itu melakukan proses kampanye mobilisasi sumber daya, lalu kemudian mendukung lembaga-lembaga yatim tersebut dalam bentuk yang lebih permanen dan berkelanjutan," ucap Bambang.

photo
Relawan dari Disaster Management Center Dompet Dhuafa saat peluncuran relawan tim untuk layanan dapur umum di Kantor Dompet Dhuafa, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (2/7/2021). - (Republika/Thoudy Badai)

Bambang mengungkapkan, lembaga zakat lainnya dapat memberikan subsidi dalam bentuk kebutuhan makanan bagi rumah-rumah yatim tersebut. Hal ini karena lembaga zakat lain ada yang memiliki program pangan, seperti pertanian, padi dan sayur, selain itu ada juga yang memiliki program peternakan sapi dan kambing.

Dia mengatakan, program beasiswa saat ini diaktifkan untuk menangkap sebanyak mungkin sebaran yatim yang hari ini bermunculan. Terutama apabila anak-anak yatim ini berasal dari keluarga yang tidak mampu. FOZ membangun komunikasi intensif dengan pemerintah di tingkat kelurahan dan RW untuk mendapatkan pendataan terkait dengan hal ini.

Walaupun masih bersifat sporadis pada basis pendataan, menurut Bambang secara tematik sudah dibahas serius di konsorsium pengelolaan Covid-19 gelombang kedua. “Selain itu untuk level lebih tinggi, dengan lembaga zakat yang memiliki program berbasis level perguruan tinggi, dijadikan sebagai akses prioritas bagi mereka adik yatim agar bisa mendapatkan peluang tetap survive dalam kondisi yang hari ini mereka hadapi," kata dia. 

Ketua Umum Nasyiatul Aisyiyah Diyah Puspitarini mengatakan, sejatinya pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk membantu anak-anak yang harus kehilangan orang tua mereka karena pandemi, salah satunya dengan memberikan hak sipil dan psikologis anak. Namun menurutnya bantuan tersebut hanya bersifat jangka pendek dan tidak cukup untuk menopang kehidupan anak-anak yang harus berjuang seorang diri di usianya yang masih belia.  

Dia berharap upaya penyelesaian yang dilakukan pemerintah dengan tindakan langsung yang melibatkan seluruh pihak, termasuk keluarga besar anak, masyarakat, ormas dan pemerintah. 

“Kami sebagai organisasi masyarakat mengajak semua pihak untuk tidak hanya sekedar memperhatikan, memberikan hak sipil mereka, tapi juga harus ada pemberian edukasi tidak hanya kepada si anak tapi juga bagi keluarga besarnya yang tersisa,” ujar Diyah kepada Republika, Rabu (4/8).

“Menurut kami, anak-anak yang terpaksa kehilangan keluarga inti mereka ini dapat menjadi perekat bagi keluarga yang tersisa untuk bergotong royong dalam mendampingi, membesarkan, memantau dan mengisi peran orang tua mereka. Ini yang saya harapkan,” ia melanjutkan. 

Diyah mengatakan, sebagai negara yang memegang tegus prinsip kekeluargaan, warga Indonesia tentu akan lebih mudah dalam bergotong-royong mengisi posisi sebagai orang tua bagi anak-anak yang terpaksa menjadi yatim karena pandemi, baik dengan memberikan dukungan emosional, perlindungan, maupun pemenuhan finansial. Pendampingan juga tidak hanya terbatas pada keluarga yang tersisa saja, namun juga pihak sekolah dan masyarakat umum. 

Menurutnya, seluruh pihak perlu berkontribusi untuk memberikan dukungan penuh kepada anak agar tetap kuat dan semangat meski tanpa kehadiran sang orang tua. “Kami mengajak masyarakat secara umum untuk peduli dan mengasihi mereka yang terdampak langsung pandemi dan harus kehilangan keluarga inti mereka. Mereka butuh full support,” ujarnya. “Pandemi ini mengajarkan banyak hal, selain mensyukuri juga harus mengasihi.” 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat