Pauline Schaefer-Betz, pesenam asal Jerman, saat bertanding di Olimpiade Tokyo, Ahad (25/7/2021), di Tokyo, Jepang. | AP/Gregory Bull

Tuntunan

Pelindung Aurat

Kesadaran bahwa tubuh perempuan amat rawan dieksploitasi patut dihargai.

OLEH A SYALABY ICHSAN

Olimpiade Tokyo 2020 yang tengah berlangsung mempertontonkan banyak hal unik. Selain mungkin menjadi olimpiade pertama tanpa penonton karena pertimbangan pandemi, ada beberapa peserta yang menyajikan tontonan berbeda.

Dari cabang olahraga senam, kontingen Jerman menginisiasi kostum yang lebih tertutup ketimbang kostum tradisional senam lazimnya.  Mereka jengah karena tubuhnya kerap dieksploitasi atas nama olahraga.

Kebijakan tersebut bukan tanpa alasan. Sarah Vossi, atlet senam Jerman yang mengawali tampil dengan pakaian full body suit ingin lebih nyaman saat mengikuti kompetisi. Dalam kejuaraan Europian Championship ‘April-2021’, Voss dan kawan-kawan juga mengenakan seragam tertutup. Mereka yang sudah tampil saat kanak-kanak sadar jika tubuh mereka sudah berkembang dan dikonsumsi ‘mata’ banyak orang. 

Senam dengan pakaiannya yang terbuka dan ketat memang menjadi olahraga yang rentan dengan pelecehan seksual. Publik Amerika Serikat pernah dikejutkan dengan aksi seorang dokter fisioterapi, Larry Nassar, yang melecehkan ratusan atlet senam perempuan AS. Atas aksinya tersebut, Larry divonis 175 tahun oleh Pengadilan Michigan, AS.

photo
Pauline Schaefer-Betz, pesenam asal Jerman, saat bertanding di Olimpiade Tokyo, Ahad (25/7/2021), di Tokyo. - (AP/Morry Gash)

Aurat dalam Islam

Meski tidak sempurna seperti layaknya Muslimah menutup auratnya, kesadaran bahwa tubuh perempuan amat rawan dieksploitasi patut dihargai. Minimal sudah mulai ada pengakuan jika tertutupnya pakaian perempuan demi keselamatan perempuan itu sendiri. Hal ini sungguh penting di tengah budaya Barat yang amat permisif terlebih dalam hal pakaian. 

Islam sudah memperkenalkan upaya perlindungan terhadap tubuh manusia agar terhindar dari aib dan cela. Konsep itu kita kenal dengan istilah aurat. Jika ditilik dari segi bahasa, aurat adalah al-nuqshaan al-syai' al-mustaqabbih (kekurangan dan sesuatu yang mendatangkan celaan).

 
Minimal sudah mulai ada pengakuan jika tertutupnya pakaian perempuan demi keselamatan perempuan itu sendiri.
 
 

Di antara bentuk pecahan katanya adalah 'awara', yang bermakna qabiih (tercela); yakni aurat manusia dan semua yang bisa menyebabkan rasa malu. Disebut aurat karena tercela bila terlihat atau ditampakkan. Untuk itulah aurat untuk perempuan perlu ditutup dengan pakaian yang disebut dengan jilbab. 

Di dalam kitab Al Munjid, jilbab diartikan sebagai baju atau pakaian yang lebar. Sementara itu, Kitab Lisan Al-Arab mengungkapkan jika jilbab adalah jenis pakaian yang lebih besar dari kerudung dan lebih kecil dari selendang besar (rida’) yang biasa digunakan perempuan untuk menutup kepala dan dada mereka. Penggunaan pakaian pelindung ini merupakan konsekuensi dari turunnya perintah Allah SWT di dalam Alquran agar perempuan menutup aurat mereka.

Katakanlah kepada wanita-wanita mukmin: ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan hiasan mereka kecuali yang tampak darinya dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung mereka ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita mereka, atau budak-budak yang mereka miliki atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat-aurat wanita dan janganlah mereka mengentakkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang mukmin, supaya kamu beruntung.” (QS an-Nur ayat 31).

Lantas, di manakah batas aurat seorang Muslimah? Syekh Yusuf Qaradhawi mengutip para ahli tafsir mengenai makna ayat 31 surah an-Nur.

Pertama, mengenai perhiasan yang dikecualikan untuk dilarang ditampakkan. Menurut Ibnu Abbas, apa yang biasa tampak adalah telapak tangan, cincin, dan muka. Sementara, Ibnu Umar mengatakan, wajah dan kedua telapak tangan. Kemudian, Anas berkata telapak tangan dan cincin sebagai perhiasan yang boleh ditampakkan.

Bagaimana dengan 'perhiasan' yang dilarang untuk ditampakkan? Qaradhawi mengutip pendapat Al Hadi dan Al Qasim, Imam Abu Hanifah, dan Imam Malik bahwa seluruh tubuh wanita selain wajah dan kedua telapak tangan adalah aurat.

Pendapat lain mengungkapkan bahwa seluruh tubuh wanita merupakan aurat kecuali wajah, kedua telapak tangan, kedua telapak kaki, dan gelang kaki. Pendapat itu dikatakan Al Qasim dalam salah satu pendapatnya, Abu Hanifah dalam salah satu riwayatnya, Ats Tsauri dan Abul Abbas.

Sedangkan, Imam Ahmad bin Hanbal dan Azh Zhahiri mengungkapkan jikalau seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah. Dari semua pemaparan tersebut, tak seorang pun mengatakan bahwa wajah adalah aurat. Kecuali, menurut satu riwayat dari Imam Ahmad—pendapat itu bukan berasal dari Imam Ahmad—juga pendapat dari sebagian golongan Syafi'iyyah.

 
Konsep perlindungan bagi kaum hawa lewat pakaian ini ternyata juga dibebankan bagi laki-laki.
 
 

Konsep perlindungan bagi kaum hawa lewat pakaian ini ternyata juga dibebankan bagi laki-laki. Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang secara fitrah memiliki ketertarikan kepada perempuan, kaum Adam diharuskan untuk menjaga pandangannya. Menariknya, perintah ini datang beriringan sebelum Allah mewajibkan para Muslimah untuk melindungi dirinya dari mereka yang bukan mahram lewat pakaian. 

Katakanlah kepada pria-pria mukmin, “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS an-Nur ayat 30).  

Prof Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah menjelaskan, ayat ini menegaskan perintah untuk menahan pandangan dan memelihara kemaluan itu lebih suci dan terhormat bagi mereka. Dengan demikian, mereka telah menutup rapat-rapat salah satu pintu kedurhakaan yang besar, yakni perzinaan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat