Ari Kuncoro (tengah). | Republika/Putra M. Akbar

Nasional

Pelanggaran Aturan Statuta Diduga Dua Kali

Selain alumni, warga UI lainnya juga sudah menyatakan penolakannya atas perubahan Statuta UI.

JAKARTA—Ratusan alumni Universitas Indonesia (UI) meminta Rektor UI Ari Kuncoro diberhentikan dari jabatannya. Sebanyak 672 alumni UI lintas fakultas dan angkatan menilai Ari Kuncoro diduga melakukan pelanggaran Statuta UI saat pelantikan sebagai rektor pada 2019.

Alumni lintas fakultas dan angkatan ini memberikan sikap dengan menandatangani pernyataan untuk mendesak Ari Kuncoro dicabut mandatnya sebagai rektor. "Karena secara nyata telah tidak jujur, membiarkan, dan membenarkan kesalahannya dengan sengaja mencalonkan diri, sehingga ditetapkan sebagai Rektor UI periode 2019-2024," kata salah satu perwakilan alumni, Edy Kuscahyanto, Kamis (29/7).

Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) 1982 ini menjelaskan, rangkap jabatan adalah dilarang dalam Statuta UI sebelum revisi. Mestinya, kata Edy, keikutsertaan Ari Kuncoro yang saat itu menjabat Komisaris Utama BNI telah tidak sesuai dengan statuta.

Ia menjelaskan, Ari Kuncoro diangkat sebagai komisaris utama merangkap komisaris independen BNI dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tahun 2017. Jabatan ini dipegang hingga 20 Februari 2020.

photo
Ketua DPR Puan Maharani (tengah) berfoto bersama Rektor UI Prof Ari Kuncoro (kedua kiri) dan para mahasiswa wisuda pada Dies Natalis UI ke-70 dan wisuda mahasiswa di Balairung, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Sabtu (1/2/2020). - (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

Sementara itu, Majelis Wali Amanat (MWA) UI menetapkan Ari Kuncoro sebagai rektor pada 25 September 2019. "Untuk masa jabatan 2019-2024, dia sedang menjabat sebagai komisaris utama BNI," kata Edy menambahkan.

Selanjutnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BRI 18 Februari 2020, Ari Kuncoro diangkat sebagai wakil komisaris utama BRI. Ia pun kemudian mengundurkan diri pada 22 Juli 2021.

Menurut Edy, fakta ini menunjukkan Ari Kuncoro melanggar aturan larangan rangkap jabatan sebanyak dua kali. "Yaitu sebelum dan saat mendaftar sebagai calon rektor maupun setelah diangkat sebagai rektor," kata dia.

Berdasarkan kronologi tersebut, Edy dan alumni lintas fakultas dan angkatan berpendapat klaim yang menyatakan penetapan rektor UI memenuhi prosedur dan ketentuan yang berlaku terbukti tidak benar.

Bahkan, setelah menjabat sebagai rektor, ada upaya melakukan perubahan statuta. Para alumni UI menilai, perubahan yang dilakukan dalam statuta dilakukan terburu-buru dan melanggar prosedur.

 
Upaya perubahan statuta yang dilakukan dalam jabatan rektornya itu tidaklah mulus karena mengabaikan prosedur standar pembuatan statuta.
 
 

"Upaya perubahan statuta yang dilakukan dalam jabatan rektornya itu tidaklah mulus karena mengabaikan prosedur standar pembuatan statuta," tegas dia.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra menilai mundurnya Ari dari komisaris BRI sudah telat. Ia menganjurkan Ari mundur dari kedua jabatannya, baik sebagai Rektor UI maupun sebagai komisaris BRI sebagai konsekuensi tanggung jawab.

"Karena begitu terlihat oleh publik sikap pimpinan UI telah merobohkan etika, tidak mampu memperlihatkan kualitas maka seketika dianggap pemimpin telah melakukan ketidakadilan dan adanya anomali moral jabatan publik," ujar Azmi.

Selain alumni, warga UI lainnya juga sudah menyatakan penolakan atas perubahan Statuta UI. Mereka, antara lain, Dewan Guru Besar UI, 109 organisasi/unit kegiatan mahasiswa/komunitas mahasiswa, 199 individu mahasiswa, dan Paguyuban Pekerja UI (PPUI).

Namun, hingga Kamis (29/7), pihak Rektorat UI belum memberikan keterangan resmi terkait desakan warga UI soal statuta yang baru ini. Majelis Wali Amanat (MWA) UI juga belum mengeluarkan keterangan resminya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nizam mengaku pihaknya membuka sepenuhnya terhadap masukan tentang Statuta UI. Pihaknya juga membentuk tim kajian khusus untuk meninjau kembali Statuta PTN-BH.

"Seperti disampaikan Mas Menteri (Nadiem), Dikti menerima masukan dari UI. Kami berharap pimpinan UI dapat mengonsolidasikan masukan-masukan tersebut," kata Nizam, Senin (25/7).

Sementara, anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI) Bambang PS Brodjonegoro mengeklaim, pihaknya selalu berkomunikasi dengan Kemendikbudristek terkait Statuta UI.

"(Masukan yang diberikan) tentang komposisi organ-organ PTN-BH, rangkap jabatan, kewenangan rektor, dan terobosan untuk kenaikan peringkat internasional," kata Bambang, dihubungi Republika, Senin.

Bambang mengatakan, jika dibandingkan dengan statuta PTN-BH lainnya, statuta milik UI cukup berbeda. Oleh karena itu, revisi perlu dilakukan agar tidak berbeda terlalu jauh dengan PTN-BH lain.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat