Sejumlah aktivis melakukan aksi ruwatan Komisi Pemberantasan Korupsi di Kantor Dewan Pengawas KPK, Jakarta, Jumat (28/5/2021). Aksi ruwatan itu dilakukan sebagai kritik terhadap KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. | Republika/Putra M. Akbar

Nasional

Kompetensi Dewas Dipertanyakan

Dewas KPK dinilai ikut terlibat dalam proses penonaktifan pegawai.

JAKARTA -- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mempertanyakan kompetensi Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Novel mengaku heran dengan Dewas yang seakan tidak melihat pelanggaran etik terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Dewas dinilai bertindak seperti kuasa hukum pimpinan KPK. "Seharusnya Dewas melakukan pengawasan, tetapi ketika ada masalah besar, mereka enggak terganggu, itu luar biasa. Mereka seperti bertindak sebagai kuasa hukum terperiksa atau seperti pembela," kata Novel Baswedan, di Jakarta, Sabtu (24/7).

Novel mengungkapkan, temuan Ombudsman sudah menjelaskan sekaligus membuktikan adanya perbuatan melawan hukum atau etik. Temuan juga menggambarkan adanya tindakan kesewenang-wenangan, pelanggaran prosedur, hingga perbuatan tidak patut.

Novel berpendapat, dengan bukti yang telah konkret, seharusnya Dewas sudah bisa merespons dengan lebih akurat lagi. Dia pun mempertanyakan kompetensi Dewas yang dinilai tidak bisa melakukan pendalaman materi dan investigasi dari sebuah perkara.

"Tentu ketika melihat bahwa sejelas itu perbuatan, sekonkret itu, bukti-bukti, tapi dengan respons demikian itu menimbulkan pertanyaan apakah Dewas enggak ada kompetensi atau pendalaman investigasi, (tapi) saya kok kurang yakin, ya? Atau mungkin karena mereka terlalu senior sehingga mereka mudah dikelabui terperiksa," kata dia.

Dia menyayangkan skandal besar TWK tidak bisa terlihat sehingga menandakan adanya masalah besar di Dewas KPK. Dia berharap Dewas bisa segera memperbaiki diri mengingat personel lembaga pengawas itu selama ini memiliki dedikasi dan bekerja baik.

Novel menegaskan, ketika masalah pelanggaran tidak direspons sungguh-sungguh, sama saja dengan membiarkan KPK dirusak. "Permasalahan ini berbahaya buat KPK dan untuk perjuangan pemberantasan korupsi ke depan sehingga nggak boleh dibiarkan," kata dia.

Dewas KPK pada Jumat (23/7) menilai pimpinan KPK tidak melanggar etik terkait pelaksanaan TWK. Dewas mengaku telah mendalami setidaknya 42 bukti rekaman dan dokumen dalam pemeriksaan tersebut. Dewas juga telah memeriksa terlapor, pelapor, perwakilan Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kemenpan RB, dan Kemenkumham.

"Dewas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan seluruh dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK sebagaimana disampaikan dalam surat pengaduan tidak cukup bukti sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Ketua Dewas Tumpak Hatorangan Panggabean.

Pernyataan Dewas itu datang sehari setelah hasil investigasi Ombudsman yang menyatakan terjadi sejumlah kecacatan administrasi dalam pelaksanaan TWK. Di antaranya, adanya pasal sisipan dalam Peraturan Komisi KPK yang menjadi dasar pelaksanaan TWK. Pasal sisipan itu dimasukkan dalam rapat harmonisasi terakhir terkait TWK.

Ombudsman bahkan meminta Presiden Joko Widodo membina lima pimpinan KPK. "Presiden perlu melakukan pembinaan kepada lima pimpinan lembaga bagi perbaikan kebijakan yang berorientasi atas tata kelola yang baik," kata Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng, dalam konferensi pers, Kamis (22/7).

Dewas beralasan hasil pemeriksaan mereka tidak berkaitan dengan malaadministrasi yang ditemukan Ombudsman. Dewas mengeklaim bekerja untuk pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, menegakkan kode etik, dan melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK.

"Kami tidak mencampuri putusan tersebut dan kami tidak tahu apakah pimpinan akan menindaklanjuti, kami juga tidak tahu. Itu terserah di pimpinan dan kami belum pernah baca putusannya," kata Tumpak.

photo
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko (keempat kiri) dan Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Mokhammad Najih (kedua kiri) bersama jajaran pimpinan ORI serta perwakilan 75 pegawai KPK lainnya memberikan keterangan kepada wartawan usai melaporkan dugaan malaadministrasi terkait pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK, di Jakarta, Rabu (19/5/2021). - (ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO)

Tunjukan bukti

Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi nonaktif KPK Hotman Tambunan menilai Dewas telah mengeluarkan keputusan yang keliru. Karena itu, pegawai yang tergabung dalam tim 75 akan menyerahkan bukti tambahan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK.

"Kami akan beri Dewas bukti-bukti baru, apalagi adanya temuan Ombudsman dalam rangka proses TWK," kata Hotman, Sabtu (24/7).

Hotman menegaskan, pemeriksaan Dewas itu bertolak belakang dengan hasil pemeriksaan Ombudsman. Hasil pemeriksaan Dewas dinilai cenderung memihak pimpinan KPK mengingat bukti-bukti pelanggaran etik sudah terpampang jelas.

Menurut dia, keberpihakan Dewas sudah terlihat sejak keikutsertaan mereka dalam konferensi pers pengumuman hasil TWK hingga ikut menyusun SK 652 tentang penonaktifan pegawai. "Maka tentu Dewas tidak akan melanjutkan ke sidang etik karena mereka terlibat dalam proses TWK ini," kata Hotman. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat